Suara Sejati
Di Balik Kematian (Bagian Terakhir)
Pdt. Paulus Franke Wijaya
Akhirnya dokter menyuruh untuk memeriksakan darah di laboratorium Pangkal Pinang Bangka. Hasil darahnya ternyata tidak bisa diukur dengan alat yang ada di laboratorium Bangka, sehingga dikirim ke Palembang. Saya dengan dokter merasa gelisah menunggu hasilnya, sampai suatu waktu dokter menelepon laboratorium yang di Palembang. Hasilnya, darah Andreas tidak normal dan berantakan dalam angka. Akhirnya saya dan dokter langsung berpikir bahwa Andreas mengidap leukemia (kanker darah). Leukemia adalah penyakit yang membutuhkan pengobatan yang cukup panjang dan biaya yang tidak sedikit. Saya menguatkan kakek, nenek, mama Andreas dan Andreas sendiri, mengatakan bahwa awal hasil pemeriksaan belum menunjukkan hasil penyakit Andreas. Saya kuatir keluarga belum siap mendengarnya. Andreas bertanya kepada saya, “apa penyakit saya ko?” Saya hanya bisa berkata, bahwa percaya Tuhan pasti memberikan yang terbaik, karena Tuhan beserta dan mengasihi kita.
Singkat cerita, Andreas harus dirawat ke rumah sakit untuk transfusi darah dan sebagainya. Di Bangka pada waktu itu tidak ada rumah sakit yang melayani kemoterapi, sehingga kita mengurus BPJS keluarga Andreas, dan Rumah Sakit Umum Pangkalpinang Bangka akhirnya merujuk Andreas ke RSCM di Jakarta. Saya memesankan tiket pesawat Andreas dengan anggota keluarga, dengan jadwal berangkat sekitar jam tujuh pagi. Namun kira-kira jam dua dini hari, Andreas telepon ke gereja untuk mengatakan bahwa perutnya terasa sakit sekali. Saya dengan beberapa saudara kemudian pergi ke rumahnya untuk melihat keadaan Andreas. Pikir saya, apabila sakitnya tidak kunjung hilang, kemungkinan besar Andreas tidak bisa berangkat jam tujuh pagi dengan pesawat terbang, karena untuk diperbolehkan terbang, Andreas harus memenuhi beberapa syarat. Lalu kami berdoa dan meminta hikmat kepada Tuhan apa yang harus kami lakukan. Lalu tiba-tiba saya teringat dengan seorang saudara seiman yang lulus kuliah di bidang farmasi. Saya menghubungi saudara ini, dan puji Tuhan dia yang biasanya mematikan ponsel ketika tidur, pada subuh itu ponselnya tetap aktif dan dia mengangkat telepon. Saya menanyakan bagaimana agar Andreas setidaknya bisa menahan sakit sehingga bisa terbang ke Jakarta untuk berobat, dan saudara seiman ini menyarankan agar Andreas ke rumah sakit terdekat untuk menerima obat penahan rasa sakit.
Akhirnya saya membawa Andreas ke UGD dan meminta dokter jaga malam untuk memeriksanya. Setelah disuntik, beberapa saat kemudian akhirnya rasa sakit mulai berkurang dan Andreas bisa naik pesawat untuk berobat.
Banyak saudara-saudari seiman yang menjenguk Andreas ketika berobat di RSCM, Jakarta, untuk menghibur dan mendoakannya. Kakek Andreas berkata kepada saya, bahwa apabila cucunya sembuh, ia akan masuk ke GYS. Saya hanya dapat berkata, bahwa sembuh atau tidak, Tuhanlah yang menentukan, dan semua jawaban Tuhan pastilah yang terbaik bagi Andreas, karena dia adalah anak yang baik. Yang terpenting sekarang adalah agar kita mendekat kepada Tuhan, agar apapun jawaban-Nya, kita percaya bahwa itu adalah yang terbaik.
Seiring berjalannya waktu, keadaan Andreas semakin memburuk. Beberapa kali ketika dia di rumah sakit, Andreas menghubungi saya yang ada di Bangka. Ia berkata kepada neneknya yang terus setia menunggunya di rumah sakit, “Popo jangan sedih, Tuhan sayang sama kita. Kalau Tuhan Yesus mau mengambil saya, saya hanya bilang puji Tuhan, kalau Tuhan Yesus masih berikan saya kesempatan untuk hidup, saya akan lebih lagi melayani-Nya sampai selamanya.” Neneknya pun menangis.
Ketika saya datang mengunjungi Andreas di rumah sakit dan melihat keadaan Andreas yang mengalami koma, saya berdoa bersama anggota keluarga dan saudara-saudari seiman. Di tengah-tengah doa, saya mendengar suara mesin yang menunjukkan bahwa detak jantung Andreas mulai berbunyi keras, dan di akhir doa ketika mengucapkan “Amin”, Andreas telah tiada. Secara pribadi saya bertanya kepada Tuhan, mengapa Ia memanggil Andreas begitu cepat, apalagi ia adalah harapan keluarga dan gereja. Saya pun berkata apabila ia menjadi dewasa, Andreas bercita-cita untuk menjadi hamba Tuhan, dan mungkin saja ia akan menjadi hamba Tuhan yang lebih baik dibandingkan saya.
O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan -Nya! (Rm. 11:30) Keluarga Andreas dan gereja bersedih dengan berpulangnya Andreas. Di balik kematiannya, sesungguhnya saya ingin berbagi mengenai karya penyertaan Tuhan. Yang pertama, saya merasakan bahwa Tuhan mencukupkan biaya pengobatan Andreas, sampai ia dikebumikan dan dibuatkan batu nisan, semua biaya dicukupkan, bahkan akhirnya terkumpul dana untuk Diakoni Gereja Yesus Sejati Bangka. Bahkan ada seorang dokter spesialis anak yang berbeda agama, ia menitipkan uang untuk Andreas, walaupun jumlahnya tidak banyak, tetapi saya merasakan penyertaan Tuhan. Yang kedua, di balik kematian Andreas, dua jiwa yang diselamatkan, yaitu Kakek dan Nenek Andreas yang memberi diri mereka dibaptis. Ketika penghormatan orang tua tahun berikutnya di tahun 2016, mereka maju ke depan dan menangis karena teringat akan harapan Andreas agar Kung-Kung Poponya bisa mengikuti penghormatan orang tua. Dan yang ketiga, kematian Andreas menjadi warisan teladan iman bagi anak-anak di Gereja Yesus Sejati Bangka.
Kiranya kesaksian ini dapat memberkati dan menguatkan kita. Hidup di dunia hanyalah sementara. Pergunakanlah waktu yang ada untuk menjamah dan menemukan Tuhan dalam hidup ini.
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus
Amin