Suara Sejati
Tuhan Menyediakan
“Sdri. Jesica, Gereja cabang Tangerang”
Di bulan Oktober 2020, papa saya (Diaken Niko) mengalami demam dengan suhu 38 -39°c. Lalu papa berobat ke klinik di dekat rumah dan diberi obat. Besok paginya papa sudah tidak demam. Tetapi malam harinya, ia mulai demam lagi.
Karena tidak ada perubahan, papa akhirnya berobat ke dokter umum. Namun, kondisi kesehatan papa tetap saja belum membaik. Hasil tes darah papa juga tidak menunjukkan ia mengidap Typhus atau DBD. Lalu dokter mengganti resep obat, sambil berpesan kepada kami, kalau nanti kondisi kesehatan papa masih belum membaik, maka papa harus menjalani Rapid test.
Besoknya, saya menemani papa ke dokter di sebuah Rumah Sakit. Papa melakukan Rapid test dan hasilnya non-reaktif. Tetapi saya masih penasaran. Lalu saya mengajak papa untuk menjalani PCR Swab test di Rumah Sakit lain. Sambil menunggu hasil, papa minta berobat ke IGD saja di Rumah Sakit sebelumnya.
Lalu kami pergi ke sana. Sesampainya di Rumah Sakit, papa dilakukan pemeriksaan cek kadar oksigen, test darah, CT Scan dan rontgen paru. Ternyata di paru papa ada infeksi yang mengarah ke Covid-19. Hasil test darah akhirnya menunjukkan bahwa papa reaktif.
Dokter mengatakan bahwa papa harus segera dirujuk ke Rumah Sakit yang menangani Covid-19.
Malam itu, saya menerima email dari Rumah Sakit sebelumnya kami melakukan tes alternatif. Hasil Swab test papa justru negatif. Segera saya memberitahukan ke dokter IGD yang menangani papa. Dokter menjadi bingung dan ia berkata bahwa papa harus menjalani Swab ulang, supaya lebih jelas. Karena kalau dilihat dari hasil rontgen paru, jelas ada infeksi yang mengarah ke Covid-19.
Rumah Sakit di tempat papa sedang berada ini tidak menerima pasien Covid. Dokter mengatakan bahwa papa harus di bawa ke Rumah Sakit rujukan Covid.
Setelah kami menelepon ke banyak Rumah Sakit rujukan, semua kamarnya penuh (full). Hanya ada satu Rumah Sakit yang dapat menerima papa, yaitu di daerah Serang, Banten. Mama tidak setuju kalau papa harus dirawat di tempat sejauh itu. Kami sekeluarga merasa bingung, hanya dapat berdoa kepada Tuhan Yesus, agar diberikan jalan keluar yang terbaik.
Akhirnya saya mengajak papa pulang. Tetapi sampai di rumah, kadar oksigen papa kembali rendah dan ia menderita demam lagi. Saya langsung memasang selang oksigen karena papa merasa sesak nafas. Besoknya, suami saya membantu mencarikan informasi. Dari hasil pencarian, kami disarankan untuk bawa papa ke sebuah Rumah Sakit yang memiliki dokter spesialis paru, dan dapat menangani pasien Covid-19.
Kami lalu pergi ke Rumah Sakit tersebut. Setelah dokter di sana melihat hasil test darah, CT Scan dan rontgen paru, dia menyarankan agar papa dirawat di Ruang Isolasi Khusus selama dua minggu.
Dokter ini juga mengatakan bahwa semua biaya di Rumah Sakit akan ditanggung oleh Kementrian Kesehatan. Akhirnya, papa berhasil mendapatkan kamar isolasi. Setelah mengurus administrasi Rumah Sakit, saya pun pulang ke rumah, berdoa dan mengucap syukur.
Setelah beberapa hari papa dirawat, saya dan mama pergi ke Rumah Sakit tempat papa berada untuk menjalani Swab test. Hasilnya adalah saya negatif, sedangkan mama positif. Mama lalu berkonsultasi dengan dokter yang menangani papa. Kemudian, mama diberi resep obat dan harus melakukan isolasi mandiri di rumah selama dua minggu.
Setelah sembilan hari dirawat, dokter menyatakan papa boleh pulang. Saya dan mama langsung berdoa mengucap syukur. Besoknya, saya ke Rumah Sakit untuk mengurus administrasi. Lalu saya mengajak papa pulang ke rumah.
Kami sangat bersyukur karena semua proses pencarian dan perawatan Tuhan lancarkan, sehingga papa dan mama dapat sembuh dari penyakit Covid-19.
“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri”
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus
amin