Suara Sejati
Tidak Dibatasi Pandemi
“Sdri. Susianty, Gereja cabang Pontianak, Kalimantan Barat”
Sejak pandemi virus Corona, hampir semua aktivitas menjadi terhambat. Pemerintah menerapkan beberapa Protokol Kesehatan (Pro-Kes), salah satunya adalah physical distancing, yaitu saling menjaga jarak antara satu dengan yang lain. Banyak sekali sektor yang terpengaruh akibat pandemi, termasuk jadwal dokter dan pengadaan obat.
Saya adalah seorang penderita autoimun. Oleh karena itu, saya perlu untuk mengunjungi dokter di Rumah Sakit secara rutin. Jadwal dokter untuk hadir bulan Maret tahun 2020 menjadi ikut tertunda.
Obat jenis autoimun biasanya saya tebus di Rumah Sakit, sesudah mendapat resep dari dokter. Untuk berjaga-jaga, pertengahan bulan Maret saya membeli obat di toko online untuk persediaan sampai akhir bulan April.
Memasuki bulan April tahun 2020, wabah virus Corona tidak juga membaik dan tentunya saya tidak dapat pergi mengunjungi dokter lagi. Untuk mengantisipasi, saya coba membeli obat lagi. Alangkah terkejutnya saya, sesudah mencari di semua toko online, ternyata saya tidak dapat menemukan lagi obat ini. Semua toko online mencantumkan: “stok kosong”.
Jenis obat yang saya cari adalah Hydroxychloroquine sulfate. Setelah saya mengikuti berita yang beredar, saya baru tahu penyebabnya. Ternyata jenis obat ini dipakai oleh banyak orang untuk mengobati pasien yang terkena virus Covid-19.
Saya berusaha untuk meminta bantuan seorang jemaat yang membuka usaha Apotik, untuk mencarikan saya obat tersebut. Namun, stok obat itu memang kosong secara keseluruhan. Saya juga mencoba untuk mengirim pesan Whatsapp ke dokter mengenai pengadaan obat tersebut. Tetapi, hal ini pun tidak membuahkan hasil.
Memang saya merasa kuatir. Saya hanyalah manusia biasa.
Saat gejala autoimun menyerang, rasa sakit di berbagai organ tubuh sangat menyiksa. Kalau sudah begitu, saya akan mengalami kesulitan amat sangat di dalam beraktivitas. Padahal saya adalah ibu dari 3 anak. Saya mempunyai kewajiban dalam keluarga, dan banyak pula pekerjaan lainnya.
Obat jenis ini dipakai untuk meredakan gejala autoimun. “Kalau obat habis, saya harus bagaimana?” kekuatiran terus berkecamuk.
Sungguh, saya hanya dapat membawa keluhan ini dalam doa. Saya curahkan semua rasa kuatir yang ada di hati kepada-Nya. Padahal sebagai penderita autoimun, ada pantangan untuk tidak boleh stress–dikarenakan hal itu akan memperparah gejala sakit.
Saya tahu akan hal ini, sehingga saya hanya bisa pasrah dalam doa, terus-menerus memohon belas kasih dari Tuhan Yesus.
Tanggal 14 April, dokter membalas pesan Whatsapp yang saya kirim. Kata dokter, sekarang Rumah Sakit menyediakan aplikasi untuk rawat jalan dan saya dapat menebus resep obat dokter melalui aplikasi tersebut. Puji Tuhan, senang sekali saya mendengar berita itu. Malam itu juga saya langsung mencoba aplikasi yang dimaksud.
Tanggal 14 April, dokter membalas pesan Whatsapp yang saya kirim. Kata dokter, sekarang Rumah Sakit menyediakan aplikasi untuk rawat jalan dan saya dapat menebus resep obat dokter melalui aplikasi tersebut. Akhirnya saya bisa berkonsultasi secara online dengan dokter dan menebus resep obat dari dokter melalui aplikasi tersebut.
Sungguh bersyukur, Tuhan Yesus memberikan pengalaman bahwa: kasih-Nya selalu hadir, tidak dibatasi oleh situasi pandemi yang terjadi.
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus
amin