Suara Sejati
Tanpa Penyesalan (Bagian Pertama)
“Sdri. Ruth Liauw, Gereja cabang Surabaya”
Saya senang sekali bisa diterima kuliah di Bandung. Untuk jurusan yang saya incar, memang perguruan tinggi di Bandung adalah salah satu yang terbaik. Terkadang saya merasa rindu pada orangtua dan teman-teman di Jakarta. Bersyukur, saya masih memiliki komunitas di Gereja. Itulah yang membuat saya terhibur. Pada hari Sabat (Sabtu), saya dapat bertemu dengan teman-teman seiman. Rasanya seperti mempunyai rumah kedua.
Suatu kali, saat beribadah, ada seorang hamba Tuhan yang mengatakan, “sangat penting DOA untuk mendapatkan pasangan seiman”. Sejak itu, saya menyimpannya di dalam hati dan menjadikannya sebagai salah satu pokok doa pribadi. Setelah lulus, saya kembali ke Jakarta.
Saya dan orangtua beribadah di Gereja yang sama. Suatu hari, papa memanggil saya untuk menyampaikan hal penting yang ingin dibicarakan. Ternyata papa ingin berbicara soal perjodohan! Papa berkata, “ada seorang pemuda Gereja kita yang mau dikenalkan ke kamu. Papa kenal dengan orangtuanya. Pemuda ini baik. Apa kamu bersedia?”
Saya merasa bingung harus menjawab apa. Padahal saya tidak mengenalnya dan belum pernah bertemu dengannya. Saya hanya bisa bertanya dalam doa, “Tuhan Yesus, apa benar dia jodoh saya?”
Akhirnya pemuda itu datang menemui saya. Kami berkenalan dan saling bertanya tentang latar belakang masing-masing. Sesuai dengan yang papa jelaskan, pemuda itu beribadah di gereja yang sama, tetapi kota yang berbeda. Saya di Jakarta, sedangkan dia di Surabaya. Dia memberikan fotonya kepada saya. Mungkin dia berharap supaya saya dapat mengingat wajahnya. Kemudian dia kembali ke Surabaya.
Kami melanjutkan komunikasi melalui surat dan telepon. Tentu saya selalu membawa topik ini dalam doa. Saya selalu bertanya hal yang sama, “ Tuhan Yesus, apakah benar dia jodoh saya?” Setelah sekian waktu berdoa, hati saya merasa mantap. Walau pun perkenalan itu sangat singkat, saya setuju untuk menerimanya menjadi pasangan hidup.
Kami lalu mengikat janji pernikahan di Gereja Yesus Sejati Jakarta. Janji untuk saling setia, saya ucapkan dengan sepenuh hati dan dengan mantap. Tanpa penyesalan.
Setelah menjadi suami-istri, barulah kami dapat saling mengenal lebih dekat. Masa pacaran yang tidak sempat kami jalani seperti pada umumnya, kami tebus dengan masa sesudah menikah. Ternyata dia adalah orang yang baik dan menyenangkan.
Meskipun saya harus beradaptasi dengan tempat baru, mengikuti suami untuk pindah ke Surabaya, saya sungguh bersyukur. Semua terasa lebih mudah karena saya mendapatkan pasangan yang seiman. Sebuah pilihan yang tepat tanpa penyesalan.
Saat menghadapi masalah, kami bisa saling mendukung dan menguatkan, begitu pula halnya dalam pelayanan. Ternyata apa yang selama ini sering dibawakan dalam khotbah, benar adanya. Kehidupan pernikahan seiman yang indah, sungguh dapat kami rasakan sendiri.
Kami dikaruniai dengan dua putri. Kemudian, Tuhan juga memberikan hikmat kepada kami untuk mendidik mereka sesuai dengan Firman Tuhan. Setiap tahun kami berempat selalu meluangkan waktu untuk melakukan rekreasi keluarga. Jauh-jauh hari, kami sudah memesan kamar hotel untuk liburan tahun 2018. Kami tetap pergi, walaupun putri kami mengalami cedera. Kami menikmati kebersamaan yang ada. Sayangnya, saat itu putri kami lebih banyak menghabiskan waktu di kamar hotel karena sulit berjalan.
Tidak lama setelah liburan keluarga. Suami mengeluh sakit di bagian dada sebelah kiri. Dokter yang memeriksanya mengatakan bahwa …..
Kesaksian ini akan dilanjutkan pada bagian terakhir
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus
amin