Suara Sejati
Lamaran di Aula
“Sdri. Laura Narita”
Mama beragama Kristen, biasa beribadah ke suatu gereja sedangkan papa beragama lain. Saya ikut iman kepercayaan mama, sehingga sejak kecil saya sudah tahu bahwa Tuhan yang kami sembah adalah Yesus. Hanya saja, saya tidak terlalu mendalami Alkitab.
Saat masuk jenjang SMP, saya menempuhnya di Sekolah Kristen Kanaan. Di sinilah masa saya mulai mengenal Alkitab dengan lebih baik. Saat di jenjang SMA, saya bertemu dengan para pembina persekutuan di Kanaan. Mereka mengajarkan lebih banyak tentang Kebenaran di Alkitab.
Salah satu topik yang beberapa kali pernah dibahas adalah perihal Pernikahan Seiman. Para pembina mengatakan bahwa kami harus menikah dengan pasangan yang seiman. Topik itu tertanam dalam pikiran dan hati, dan saya bertekad untuk mencari “pasangan seiman di dalam Gereja Yesus Sejati.”
Setelah lulus SMA, saya mengenal seorang pemuda Gereja kami, lalu menjalin hubungan lebih dekat. Pemuda ini selalu memperlakukan saya dengan sopan. Saya merasa nyaman di dekatnya. Terlebih lagi, kami berada di satu Gereja dan mengimani ajaran “satu Baptisan”-yaitu, baptisan yang harus dilakukan sesuai dengan cara di Alkitab. Setiap masalah yang kami hadapi, diselesaikan secara bersama-sama dengan berlutut dan berdoa.
Usia kami terus bertambah, hingga tiba saatnya melanjutkan ke jenjang pernikahan. Tetapi jauh sebelumnya, kami sudah pernah menetapkan suatu sasaran, yaitu kami harus memiliki tempat tinggal dahulu, setelah itu baru menikah. Tentu ini bukanlah hal mudah. Selama ini memang cukup banyak pengeluaran yang harus kami tanggung, dan tabungan kami juga tidak banyak. Jika dihitung-hitung, kami membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dapat memiliki sebuah tempat tinggal sendiri.
Pada bulan Desember tahun 2016, pemuda ini mengajak saya pergi ke Gereja di Daan Mogot. Ia menyampaikan keinginannya untuk berdoa bersama-sama. Ketika sampai di aula gereja, tiba-tiba dia melamar saya. Ini di luar dugaan, sebab saya pikir dia belum mau menikah, karena memang kami belum memiliki tempat tinggal.
Tapi saat itu tetap terasa indah. Saya dilamar di Aula Gereja, oleh seorang pemuda Gereja yang sudah saya kenal baik. Kami lalu berdoa bersama di aula Gereja, mengutarakan niat bersama untuk menikah, dan memohon pertolongan Tuhan Yesus untuk hal yang belum terkabul ini.
Setelah melalui serangkaian proses, akhirnya kami mendapatkan apartemen yang cocok, dengan harga murah. Pemiliknya sangat baik kepada kami. Sebenarnya kalau kami hitung-hitung secara harga pasar, pembelian di harga yang demikian murah itu tidak mungkin. Namun, atas kemurahan Tuhan, Dia menjadikan hal tersebut menjadi mungkin.
Saat mencari catering, beberapa vendor pilihan ternyata ikut pameran pernikahan di suatu expo. Kami pergi ke sana untuk mencoba cita rasanya. Awalnya, kami sudah ingin membayar uang tanda jadi dengan salah satu vendor. Namun, calon suami berkata bahwa masih ada satu catering yang belum dicoba, tetapi catering tersebut tidak ikut pameran. Pertimbangan saya, kalau kami bayar di pameran, maka kami akan mendapatkan potongan harga yang cukup banyak.
Entah mengapa kami merasa “bodoh” karena tidak membayar saat di pameran dan tidak mendapat diskon besar. Malah kami pergi ke satu vendor yang tidak ikut pameran. Tetapi, rasa makanannya ternyata lebih enak dan harga yang diberikan lebih kompetitif.
Beberapa waktu kemudian, di acara pesta keluarga besar, calon suami dan pemilik catering bertemu. Mereka berdua baru mengetahui kalau mereka berdua masih memiliki hubungan kekerabatan. Akhirnya, kami kembali diberikan potongan harga, dibawah dari harga yang seharusnya diputuskan.
Puji Tuhan, kami dituntun untuk dapat berhemat dengan anggaran kami yang terbatas.
Sudah sejak lama, saya berangan-angan ingin memiliki gaun pengantin sendiri dan ingin menyimpannya. Tetapi saat mencari vendor baju pengantin, semua mematok dengan harga yang tinggi sekali. Bersyukur, pada akhirnya saya dituntun untuk menemukan vendor dengan harga jauh di bawah itu.
Seorang pemuda Gereja, yang memiliki usaha fotografi, menawarkan jasa dokumentasi pernikahan kami. Hasilnya bagus, kami sangat puas.
Ada juga pasangan pemuda di Gereja Samanhudi, menawarkan bantuan dekorasi, karena mereka memiliki usaha merangkai bunga dan dekorasi. Hasilnya pun baik dan sesuai.
Rencana awal kami adalah kami ingin menjalani pemberkatan nikah di Aula baru Gereja Samanhudi.
Akhir tahun 2018, ternyata ada kendala dalam pembangunan, sehingga rencana pentahbisan gedung diundur. Pernikahan kami pun akhirnya harus diundur sampai waktu yang belum dapat diperkirakan. Pilihan lain adalah pinda lokasi gereja cabang lain. Saat itu saya merasa sedih. Namun, kami membawa hal tersebut dalam doa dan kami percaya, karena Tuhan sudah memimpin rencana pernikahan kami sampai sejauh ini, maka pastilah Tuhan juga akan memimpin rencana pernikahan kami sampai selesai.
Saat awal persiapan pernikahan, suami bertanya kepada saya, “Apa harapan saya saat menikah nanti?” Saya jawab, “Berharap saat pemberkatan nikah di Gereja, banyak orang yang bisa hadir, ikut mendoakan kita.”
Tuhan mewujudkannya di tanggal 17-Maret-2019, seminggu setelah pentahbisan gedung baru Gereja Samanhudi. Sungguh, ini adalah waktu yang tak terlupakan dalam hidup saya: Dapat menikah di pelataran rumah Tuhan, Gereja Yesus Sejati, dilimpahi DOA sekian banyak jemaat.
Semua pernak-pernik yang saya ceritakan di awal adalah aksesoris. Bukan yang terutama. Buktinya:
Catering, tak bersisa,
Dekor, sudah dibongkar,
Gaun, ada usianya,
Make-up, sudah dihapus,
Foto, bisa memudar.
Tetapi bagian terpenting yang sangat disyukuri adalah: kami menjalani pernikahan seiman, yang sering digaungkan sejak saya remaja. Pernikahan seiman adalah hal yang dikehendaki Tuhan Yesus.