Suara Sejati
Tidak Selalu Ada Esok
Sdri. Dewi Susanti, Gereja cabang Singapura
Saya tumbuh besar di Jakarta, di lingkungan keluarga yang menyembah berhala. Jenjang TK dan SD, saya jalani di Sekolah Kanaan, dan dari sanalah saya mulai mengenal dan berkebaktian di Gereja Yesus Sejati. Walau jenjang SMP dan SMA saya jalani di sekolah Kristen lain, saya tetap berkebaktian di Gereja Yesus Sejati.
Setelah sekian lama berdoa memohon, akhirnya saya menerima Roh Kudus.
Setelah menerima Roh Kudus, saya mengalami hal-hal yang sungguh luar biasa:
- Roh Kudus bisa terus ingatkan saat saya melakukan kesalahan,
- Hati nurani menjadi lebih sensitif saat ada kemauan untuk berbuat dosa,
- Hati nurani seakan kembali polos dalam melakukan kebaikan,
- Hubungan dengan Tuhan terasa lebih dekat dan manis,
- Saya menjadi lebih suka berdoa, serasa mau menceritakan segala sesuatu hal di dalam doa
Waktu SMP, saya sudah diingatkan oleh pembina di Gereja, akan pentingnya baptisan air yang sesuai dengan Alkitab. Tetapi saya berkata dalam hati, “Saya masih muda, Tuhan, waktu saya masih panjang.”
Suatu hari, keluarga saya mengalami masalah. Lalu saya berdoa, “Tuhan, jikalau Kau lenyapkan masalah ini, saya akan memberi diri untuk dibaptis.”
Masalah sungguh terselesaikan, tetapi saya malah berkata, “Tuhan, suatu saat saya pasti akan dibaptis, cuma sekarang belum waktunya”.
Sekian waktu berlalu. Keluarga saya mulai menghadapi masalah lain. Saya pun kembali berdoa, “Kalau Tuhan membuat masalah ini berlalu, saya akan dibaptis.”
Akhirnya, masalah sungguh terselesaikan. Namun, kembali saya menunda dengan kalimat doa, “Tuhan, saya masih muda. Jangan khawatir, saya tidak akan berbuat jahat. Tapi kalau soal dibaptis, itu belum waktunya.”
Kejadian serupa terjadi beberapa kali, dan penguluran waktu juga terus saya lakukan.
Sampai suatu kali, saat sedang berkebaktian Jumat malam di Gereja, waktu berdoa saya mendapat penglihatan.
Dalam posisi doa dengan mata terpejam, saya seperti diperlihatkan suatu adegan, yaitu: Saya sedang berjalan kaki dari arah sekolah SMA di daerah Gunung Sahari, Jakarta Pusat dan menyeberang ke jalan raya dua jalur dengan tujuan untuk naik kendaraan umum pulang ke rumah di daerah Pasar Baru.
Dalam adegan itu, terlihat saya sudah berusaha menyeberang dengan hati-hati, tiba-tiba secara mendadak datang sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi dan menabrak saya! Lalu saya meninggal.
Masih dalam doa, saya bertanya, “Tuhan, saya ada di mana?” Lalu ada satu suara menjawab, “Menurut kamu, ada di mana?” Saat itu juga, saya langsung menangis tanpa henti. Saya merasakan rasa takut yang luar biasa—yang belum pernah saya rasakan sebelumnya.
Saya terus berkata dalam doa, “Bagaimana dengan akhir hidup saya? Sesuatu yang seharusnya saya perjuangkan semasa hidup, tetapi kini sudah berakhir.” Saya masih terus menangis dalam doa, tanpa disadari bahwa sesi doa bersama sudah berakhir.
Sesudah menyadari kalau saya masih hidup, dan adegan tersebut hanyalah penglihatan, saya langsung mencari pendeta.
Saya berkata sambil menangis,”Saya harus dibaptis besok. Tidak bisa menunggu lagi. Kalau bisa dibaptis sekarang pun saya mau.” Akhirnya, saya dijadwalkan untuk baptisan di periode selanjutnya–meskipun saya tidak setuju, karena saya ingin sekali secepatnya dibaptis!
Sebelumnya, saya begitu naif, berpikir bahwa selalu masih ada hari esok, setidaknya masih ada waktu sepuluh tahun lagi. Sungguh naif!
Saat harus menjelaskan ke orangtua, saya tidak mau bohong. Sebab saya berpikir, jikalau Tuhan sanggup menggerakkan hati saya yang bebal, Tuhan juga pasti sanggup menggerakkan hati orang tua saya.
Saya lalu jelaskan ke papa bahwa saya ingin dibaptis. Awalnya, seperti kisah jemaat-jemaat lainnya yang pernah mengalami serupa di dalam meminta izin orangtua, papa saya menegaskan bahwa saya tidak boleh dibaptis.
Namun, saat itu saya tetap mendaftarkan diri untuk ikut baptisan, sambil saya tetap berdoa dan percaya bahwa nanti begitu sudah mendekati tanggalnya, pasti papa mengizinkan.
Sehari menjelang baptisan, malam itu papa berkata ke mama, “Anak kita mau dibaptis, kita harus kasih dukungan, kita harus hadir.” Maka di hari baptisan itu, orangtua saya hadir.
“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya”—Pengkhotbah 3:1
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus
amin