Suara Sejati
Khasiat Saling Mendoakan (Bag 2)
“Sdr. Chandra Gunawan, Gereja cabang Jakarta”
Pulang dari tempat sinshe, aku masuk ke kamar dan berlutut, bersiap memulai doa karena aku percaya Tuhan Yesus sanggup mengobati dengan cara yang jauh lebih baik.
Tapi mendadak handphone berbunyi. Biasanya ada pesan pendek (SMS) yang masuk. Handphone ini memakai aplikasi khusus untuk tunanetra, yang menerjemahkan tulisan menjadi suara. Dan karena aku punya masalah serius di pendengaran, aku juga memakai alat bantu dengar.
Ternyata SMS dikirim oleh seorang teman gereja, yang memohon dukungan doa bagi seorang pendeta. Dikabarkan bahwa beliau mengalami patah tulang pinggang akibat terjatuh dari atas tembok saat sedang memperbaiki antena TV.
Aku sungguh prihatin karena hubunganku dengan pendeta tersebut bisa dibilang cukup dekat. Semasa beliau bertugas di Gereja Yesus Sejati—Jakarta, aku sering bertukar pikiran dengannya tentang banyak hal. Sayangnya, setelah pendeta tersebut pindah tugas ke Sukabumi, komunikasi kami jadi terbatas.
Menurut berita yang aku terima itu, pendeta akan menjalani operasi. Aku kembali bersiap berdoa, namun kini sudah tak berniat memohon kesembuhan atas tulang rusuk yang retak. Aku mau memohon, biarlah kesembuhan itu Tuhan berikan dulu untuk pendeta.
Sudah jelas beliau saat ini lebih kesakitan dan menderita dibanding aku; dan pasti beliau lebih dibutuhkan dalam pelayanannya. Demikian tekadku, dan permohonan itu yang aku bawa di setiap doaku.
Waktu terus berjalan. Tak terasa sudah memasuki bulan April, yang berarti sudah hampir dua bulan berlalu. Walau kondisiku berangsur membaik, namun aku belum dapat langsung bangkit dari posisi tidur ke posisi duduk. Harus memiringkan badan dulu ke kanan, baru setelah itu perlahan duduk.
Suatu malam di bulan April itu, aku menginap di rumah mama. Aku tidur di sofa ruang depan. Ketika itu antara sadar dan tidak, aku merasa yakin ada “tangan” yang menggenggam tangan kiriku, kemudian dengan sebuah kekuatan “tangan” itu menarikku sehingga aku langsung dalam posisi duduk.
Aku tersentak bangun dan langsung bertanya, “ada apa, ma?”. Namun aku mendapati suasana di sekeliling sunyi. Sebuah kenyataan segera menyadarkanku. Mengapa aku bisa langsung bangun dan duduk tanpa kesakitan?
Aku penasaran. Kembali berbaring, lalu mencoba langsung duduk. Bisa. Tidak ada kesulitan. Aku ulangi lagi. Tetap bisa dan tidak sakit. Aku coba lagi. Tetap bisa dan nyaman. Aku lalu menekan-nekan rusuk kiri yang tadinya cedera itu, kini sedikit pun tidak terasa sakit. Itu berarti aku telah benar-benar sembuh.
Sungguh ajaib! Tetapi tangan siapa yang tadi menjamahku sehingga sembuh? Tuhan Yesus sendirikah? Atau seorang malaikat yang diutus-Nya untuk menolongku? Apapun jawabannya, Tuhan telah memberikan kesembuhan yang justru kumohonkan untuk sang pendeta.
Besoknya aku mengirim SMS kepada istri sang pendeta, menanyakan kabar. Puji Tuhan, ternyata pendeta telah kembali bertugas di Gereja Yesus Sejati—Sukabumi.
Dari peristiwa ini, aku jadi paham satu hal penting, yaitu: Ketika kita mendahulukan kepentingan orang lain dalam doa, dibanding permohonan pribadi kita, Tuhan akan memberikan perhatian untuk kepentingan kita.
“Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya”—Yakobus 5:16
Marilah kita saling mendoakan. Pasti berkat doa dari saudara-saudari sekalian, aku dapat sembuh total dalam waktu dua bulan, lebih cepat dari perhitungan dokter dan sinshe.
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus
amin