Suara Sejati
Suspek Maligna
Sdri. Dewi Widjaja, Gereja cabang Jakarta
Tanggal 27-Juli-2017, saya menjalani pemeriksaan papsmear dan payudara. Hasilnya baik, cuma ada sedikit benjolan di payudara, yang menurut suster itu hanyalah benjolan dari kelenjar. Namun, saya dipesan untuk terus memperhatikan bila merasakan sakit atau benjolan tersebut bertambah besar. Kejadian tersebut sudah berlalu cukup lama dan saya tidak memikirkannya lagi.
Pada awal tahun 2018, saya merasakan ada sedikit nyeri di benjolan itu pada waktu malam. Tetapi saya tidak memberitahukan suami, sebab saya berpikir bahwa tentu rasa sakit itu bukanlah hal serius dan lagipula saya tidak mau membuat hati suami merasa tidak tenang.
Namun, pada bulan Juni 2018, di suatu malam: kembali benjolan itu terasa mengeras dan saya merasakan nyeri yang amat sangat, sampai-sampai saya meringis. Akhirnya, saya ceritakan juga peristiwa itu kepada suami.
Pada tanggal 28 juni 2018, suami membawa saya ke Rumah Sakit. Setelah menjalani berbagai pemeriksaan, dokter mengatakan bahwa benar ada tumor dan dari bentuk benjolannya, diduga kanker. Saya dan suami kaget sekali.
Dokter menjadwalkan kami untuk melakukan operasi pengangkatan tumor pada tanggal 3 Juli dan akan di biopsi untuk memastikan apakah tumor tersebut jinak atau ganas. Hati kami terasa hancur mendengar penjelasan dokter.
Sepulang dari Rumah Sakit, kami memutuskan untuk berdoa di Gereja sebelum pulang ke rumah. Kami berdoa dengan perasaan yang bercampur-aduk, karena:
- Di satu sisi, kami merasa senang atas “hadiah” yang kami dapatkan, yaitu: sebuah kabar bahwa putri kami yg kedua, pada hari itu dinyatakan telah menerima Roh Kudus dalam sebuah kegiatan Remaja di Gereja Sunter. Suami saya dan anak yang sulung serta bungsu belum ada yang menerima Roh Kudus, walaupun mereka sudah beribadah cukup lama
- Di sisi lain, jujur, kami merasa luar biasa sedih dan takut setelah didiagnosa oleh dokter bahwa saya diduga menderita kanker
Di akhir doa, kami menyerahkan semuanya kepada Tuhan Yesus.
Keesokan harinya, saya kembali ke Rumah Sakit untuk menjalani pemeriksaan darah dan rontgen bagian toraks (dada). Setelah itu, saya berkonsultasi ke dokter Jantung dan dokter Anestesi, sebagai persiapan untuk operasi.
Sambil menunggu tibanya jadwal operasi di tanggal 3 Juli, saya dan suami setiap hari berdoa dengan sungguh-sungguh. Suatu malam, seorang saudari seiman menelepon dan menyarankan untuk mencari opini kedua, yaitu mendengarkan pendapat dari dokter lain.
Tanggal 2 Juli, kami pun mencoba untuk berkonsultasi ke seorang dokter Onkologi di Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo. Setelah melihat dengan seksama hasil pemeriksaan kami sebelumnya, ia menjelaskan dengan rinci hasil foto beserta bagian kesimpulan dengan kalimat “suspek maligna,” yang berarti: “dicurigai ganas.”
Dokter pun dengan rinci menjelaskan kepada kami perbedaan antara kista, tumor dan kanker; sehingga kami dapat memahami lebih mendalam mengapa dari hasil tampilan foto dapat dicurigai sebagai kanker. Ia juga menyarankan agar benjolan yang ada segera dibuang dan dilakukan biopsi untuk memastikan apakah tumor tersebut jinak atau ganas.
Setelah mendengarkan penjelasan rinci dari dokter Onkologi, saya merasa lebih mantap untuk melakukan tindakan operasi yang sudah dijadwalkan keesokan harinya. Malam hari, tanggal 2 Juli, saya menginap di Rumah Sakit.
Keesokan paginya, sebelum saya dimasukkan ke ruang operasi; saya beserta suami dan seorang saudari seiman bersama-sama berdoa, memohon kekuatan Tuhan. Puji Tuhan, operasi berjalan dengan lancar.
Sesudah siuman dari pengaruh obat bius, sore itu juga saya mendapatkan “hadiah” yang ke-2, yaitu: Sebuah kabar bahwa putri sulung kami akhirnya diterima kuliah di sebuah Perguruan Tinggi Negeri favorit masyarakat pada umumnya, Universitas Indonesia, dengan jurusan yang ia inginkan.
Sangat lega rasanya, karena putri kami mendaftarkan diri melalui jalur ujian tulis nasional (UMPTN), yang umumnya persentase lolos calon mahasiswa tidak sampai 5%.
Kami sangat bersyukur kepada Tuhan Yesus, karena saat itu kami tidak mengambil cadangan universitas swasta manapun. Perihal kuliah putri sulung kami, sesungguhnya kami sekeluarga sudah bergumul dalam doa sejak lima bulan lalu.
Seusai operasi, saya masih harus menjalani rawat inap di Rumah Sakit selama 3 hari. Kemudian, kami dijadwalkan kembali untuk bertemu dokter pada hari Senin tanggal 9 Juli, untuk mendengarkan penjelasan beliau mengenai hasil operasi dan hasil biopsi.
Kami harus menunggu beberapa sebelum hasil biopsi tersebut keluar. Begitu menegangkan rasanya. Setiap malam kami berdoa agar Tuhan kiranya memberikan jalan keluar bagi kami keluarga.
Ketika kami berada di masa penantian, ternyata kami mendapatkan “hadiah” ke-3, yaitu: sebuah kabar bahwa hasil karya tulisan putri bungsu kami akhirnya diterbitkan dan dijual di toko buku Gramedia. Puji Tuhan!
Jadwal untuk berkonsultasi pada dokter akhirnya tiba. Hari Senin tanggal 9 Juli, kami kembali mengunjungi Rumah Sakit. Dengan perasaan tegang, kami memasuki ruang dokter. Sambil membaca dan mendengarkan penjelasan dokter atas hasil biopsi saya. Dokter mengatakan bahwa benjolan tersebut adalah tumor jinak. Inilah “hadiah” terakhir bagi kami pada masa itu. Puji syukur kami panjatkan pada Yesus Kristus yang telah memberikan kelegaan pada kami semua.
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus
amin