Suara Sejati
Tiga Bayangan Hitam Disingkirkan (Bagian Terakhir)
Sdr. Brusli Chandra, Gereja cabang Jakarta
Saya berpikir bahwa sekarang saya mengalami kondisi serupa seperti ayah. Tubuh saya sehat dan bugar. Saya sendiri sering berolahraga dan jarang sekali sakit. Namun, sekarang saat saya jatuh sakit, keluhan-keluhannya tidak kunjung sembuh. Dan para dokter pun tidak dapat memberikan diagnosa yang pasti tentang penyakit yang saya derita ini.
Berikutnya, hal yang semakin membuat saya takut adalah usia yang sudah mendekati tahun ke-43. Usia tersebut sama seperti ayah yang meninggal di usia itu.
Selain itu, hal lain yang menambah ketakutan saya terhadap kematian adalah persamaan nama saya, Brusli, dengan aktor kungfu terkenal, Bruce Lee, yang meninggal di usia muda. Hal ini menjadi beban pikiran tersendiri.
Kekhawatiran pun semakin memuncak. Saya berpikir, “Jikalau saya tidak bisa sembuh, penyakit semakin memburuk bahkan akhirnya saya meninggal dunia, bagaimana nasib istri dan ke-3 anak saya yang masih kecil-kecil itu?”
Selama saya mengidap penyakit ini, kami sekeluarga berdoa terus. Istri saya yang selama ini juga turut menderita, sampai sering menangis, turut memohon kesembuhan bagi saya.
Dalam doa, saya memohon agar kiranya Tuhan Yesus-lah yang menjadi dokter saya—karena saya sudah merasa takut untuk kembali memeriksakan diri ke dokter, akibat dari hasil-hasil diagnosa yang selama ini telah membuat trauma serta resiko-resiko dalam tindakan medis yang disarankan.
Saya begitu menginginkan Tuhan Yesus sendiri yang menyembuhkan saya melalui doa. Maka, setiap kali saya berdoa, saya memohon agar kiranya Tuhan meringankan keluhan-keluhan yang saya derita.
Pernah suatu kali, saya mengalami peristiwa unik. Suatu ketika, saya merasakan bahwa Tuhan sedang menguatkan saya melalui sebuah kalimat yang tiba-tiba terlintas, “Jangan takut, Aku bersamamu…” Langsung saya merasakan suatu kekuatan yang menopang saya, sehingga saya memiliki kekuatan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Saya teringat sebuah ayat yang begitu menguatkan, “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang” (Amsal 17:22).
Ternyata, nasihat dalam kitab Amsal adalah salah satu resep manjur dari Tuhan: Beban pikiran akan membuat penyakit yang diderita semakin berat. Oleh karena itu, hati saya harus ada rasa gembira, agar tubuh menjadi kuat kembali—melalui puji-pujian dan doa. Dengan demikian, sukacita dan dukacita berjalan bersamaan. Meskipun secara fisik saya begitu lemah, di dalam roh saya dikuatkan melalui kuasa Roh Kudus.
Suatu malam, setelah siang harinya saya dibesuk oleh seorang pendeta, saya bermimpi. Di dalam mimpi itu, saya melihat ada tiga bayangan hitam mendekati saya dan berusaha untuk mencekik saya. Dengan ketakutan, saya meminta pertolongan Tuhan Yesus dan dengan suara keras saya berseru, “Haleluya.” Seketika itu juga, tiga bayangan itu menjauh dan menghilang.
Saya terbangun dari mimpi dengan tubuh penuh keringat. Namun, sejak saat itu, tubuh terasa lebih ringan. Dan saat saya bercerita ke kakak kandung saya perihal rasa takut akan kematian karena tiga alasan di atas (kondisi saya yang serupa dengan ayah sebelum meninggal, usia saya yang mendekati usia ayah saat ia meninggal, dan kemiripan nama saya dengan aktor legendaris yang meninggal dunia di usia muda), saya sudah dapat bercerita sambil tertawa dan dengan santai, sambil memandang ketiga alasan tersebut dari sisi humornya. Padahal selama ini, ketakutan demi ketakutan tersebut saya terus simpan di dalam hati.
Setelah menceritakan pengalaman tersebut, hati saya semakin terasa lega. Apakah ketiga bayangan hitam itu adalah: kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan—yang selama ini saya derita?
Dahulu, isi doa saya tidak lain adalah memohon hal-hal yang saya inginkan, yaitu: Agar cepat sembuh, karena saya takut meninggal di usia muda. Tetapi puji Tuhan bahwa melalui pengalaman yang saya lewati, tangan Tuhan selalu menopang diri saya yang lemah ini. Sekarang, saya berdoa dengan menyerahkan segala sesuatunya ke dalam tangan Tuhan. Sebab saya tidak takut lagi.
Dan seiring dengan berjalannya waktu, kesehatan tubuh saya berangsur-angsur pulih.
“Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban” (2 Timotius 1:7).
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus
amin