Suara Sejati
Tiga Bayangan Hitam Disingkirkan (Bagian Pertama)
Sdr. Brusli Chandra, Gereja cabang Jakarta
Selama bulan Juni sampai dengan November tahun 2018, saya menderita sakit penyakit cukup lama. Awal keluhannya, saya sering bersendawa, perut terasa agak kembung dan tubuh cepat lelah. Setelah sekian waktu, gejala tambahan lain yang muncul adalah badan terasa lemas, mata terasa panas, berkeringat dingin, tubuh sering kedinginan dan kepala terasa pusing.
Akibatnya, saya jadi lebih sering berbaring. Namun, pada malam hari saat waktu tidur, saya hampir setiap jam terbangun.
Saya masih bersyukur karena masih dapat makan seperti biasa dan melakukan aktivitas lainnya, walaupun sempat satu kali masuk Instalasi Gawat Darurat di rumah sakit karena seluruh badan tiba-tiba menggigil hebat.
Awal keluhan lainnya muncul setelah saya begadang selama tiga hari berturut-turut karena menonton pertandingan sepak bola piala dunia. Saat itu, dada saya terasa sakit. Pagi harinya, saya coba memeriksakan ke dokter umum dan diberi obat. Tetapi tak kunjung sembuh.
Kemudian, saya memeriksakan diri ke dokter ahli pencernaan dan disuruh oleh dokter untuk melakukan cek darah di laboratorium dan dilakukan endoscopy.
Suster memberikan saya penjelasan dan perkiraan biayanya. Alangkah terkejutnya ketika saya mendengar bahwa biaya cek darah bisa mencapai puluhan juta Rupiah—padahal biaya itu hanya untuk cek Laboratorium saja, belum termasuk tindakan endoscopy. Akhirnya, saya hanya melakukan cek Laboratorium untuk bagian-bagian yang dirasa penting sesudah konsultasi dengan salah satu klinik.
Karena saya ingin mendengar pendapat dokter lain, saya pergi lagi ke dokter ahli pencernaan yang berbeda dengan membawa hasil Lab dan ultrasonografi perut. Hasilnya dinyatakan baik dan pemeriksaan pada organ lambung, hati, dan pankreas pun juga tidak bermasalah.
Selain itu, saya juga memeriksakan diri ke dokter jantung, melakukan tindakan elektrokardiogram (EKG—tes untuk mengukur dan merekam aktivitas jantung), melakukan treadmill, USG, dan secara keseluruhan semuanya dinyatakan baik.
Saya juga memeriksakan diri ke dokter spesialis darah. Hasil cek Lab dinyatakan baik. CT-Scan pada organ paru juga tidak bermasalah. Saya juga melakukan cek Autoimun (sistem kekebalan tubuh) dan hasil menunjukkan bahwa saya masih di ambang batas normal. Di samping itu, saya juga mencoba untuk mengikuti beberapa pengobatan terapi alami.
Sungguh melelahkan, saya pergi ke sekian banyak dokter, tetapi gejala sakit penyakit tetap saja belum sembuh. Berat badan saya turun dari 79 kilogram ke 71 kilogram, kulit wajah pucat dan kulit tangan berwarna kuning. Ada yang bilang bahwa sakit yang saya derita mirip dengan sakit ini dan itu; malah ada yang bilang bahwa saya terkena guna-guna. Namun, yang paling mengerikan adalah ada yang bilang gejala penyakit saya menyerupai dengan gejala temannya yang sakit kanker darah!
Bersyukur pada Tuhan, karena banyak saudara/i seiman datang membesuk, memberikan penghiburan dan kekuatan. Seorang diakenis selama besuk, ia tidak banyak bicara. Saat selesai mau pulang, dia hanya berkata, “Banyak berdoa”. Kata-kata itu sangat melekat di pikiran saya dan langsung memberikan semangat.
Saat besuk, ada juga jemaat yang menceritakan bahwa dia pernah mengalami sakit parah sekali dan hampir meninggal. Tetapi Tuhan menyembuhkannya. Saya dinasehati untuk tetap banyak berdoa dan menyanyikan lagu-lagu Kidung Rohani untuk memberikan kekuatan secara rohani. Selama saya sakit, banyak jemaat yang berdoa untuk saya.
Meskipun demikian, keluhan rasa sakit tetap ada dan tidak hilang. Aktivitas-aktivitas yang bisa saya lakukan sekarang jadi terbatas dan rasanya tidak nyaman.
Pendeta menasehati saya, mungkin sudah waktunya hentikan pengecekan medis, sebab semua hasil pemeriksaan tidak menunjukkan masalah apa-apa. Jika tetap masih tidak bisa tidur, pendeta melanjutkan, kemungkinan pikiran yang sedang sakit. Oleh karena itu, harus menambah lagi doa di dalam Roh Kudus. Pendeta menyarankan agar kami—suami dan istri—berdoa sehati dan sepikiran, memohon damai sejahtera dari Tuhan.
Memang, selama ini, ada satu hal yang selalu mengganggu pikiran saya, yaitu: takut akan kematian.
Sejak konsultasi ke dokter ahli pencernaan, ketakutan saya menjadi bertambah, “Mengapa jadi banyak sekali hal-hal yang harus diperiksa? Saya sakit apa sebenarnya?” pikir saya.
Apalagi, sewaktu berkonsultasi, dokter bertanya-tanya kepada saya perihal “penyakit turunan.” Memang, dahulu ayah saya saat meninggal, perutnya membesar dan terisi oleh cairan. Semua dokter yang merawatnya, tidak ada yang dapat memberitahu kepada keluarga dengan pasti apa penyebab sakitnya ayah. Ada dokter yang bilang kalau ayah sakit liver, ada juga dokter yang berpendapat ayah mengidap tumor, dan pendapat-pendapat lainnya.
Sejak itu, pikiran saya mulai kalut. Saya jadi teringat kondisi ayah saya menjelang kematian. Ada kemiripan antara kondisi ayah dengan saya. Dalam hal kebugaran tubuh, ayah selalu sehat dan kuat. Ia tidak pernah masuk rumah sakit. Tetapi begitu ia jatuh sakit, langsung di rawat inap dan para dokter juga tidak dapat menemukan secara pasti apa penyebab sakit yang dideritanya. Hingga akhirnya ayah meninggal di usia 43 tahun.
Saya berpikir…..
Kesaksian ini akan dilanjutkan pada bagian terakhir
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus
amin