Suara Sejati
Topik 17 Tahun (Bagian Pertama)
“Sdri. Jeanny Wongsowidjojo, Gereja cabang Jakarta”
Papa sibuk terus, ia bekerja sampai lupa waktu. Ia lupa batas waktu mendaftarkan aku masuk sekolah TK. Akhirnya tidak sesuai rencana awal. Kakak dan sepupu bisa bersekolah bersama di sekolah itu. Sedangkan aku terpisah, masuk sekolah lain yang namanya Sekolah Kristen Kanaan.
Memang sih, sekolah kami tidak berjauhan. Tapi kan aneh kalau aku jadi satu-satunya anak, dari semua saudara, yang harus masuk sekolah lain.
Tapi kemudian, aku mulai banyak teman di Kanaan. Dari hari ke hari, aku semakin akrab dengan mereka. Aku mulai ikut Sekolah Minggu terkadang di gereja yang ada di sekolahku, yang namanya Gereja Yesus Sejati. Terkadang aku diajak sepupu ke Sekolah Minggu yang dia ikuti.
Suatu kali saat kelas 5 SD, seorang teman mengatakan, beberapa minggu lagi akan ada baptisan. Entah mengapa, aku jadi merasa ingin ikut. Aku ingin terima baptisan. Rasanya itu cara supaya lebih percaya kepada Yesus.
Saat aku minta izin, Papa mengatakan, “Kalau kamu percaya, dan mau dibaptis, boleh saja.” Akhirnya aku menerima baptisan di Gereja Yesus Sejati.
Sejak dibaptis, aku semakin giat mengikuti kebaktian Hari Sabat (Sabtu) dan Sekolah Minggu. Suatu kali saat berdoa, aku merasakan suatu aliran hangat, lalu lidahku mulai bergetar, mengucapkan kata-kata yang tidak aku pahami. Tapi hatiku merasakan suatu sukacita yang besar. Aku menerima Roh Kudus.
Sungguh, aku merasa sangat bersyukur, karena banyak jemaat yang bersaksi bahwa Roh Kudus sangat menolong dalam kesesakan.
Namun ada yang mengganjal di hatiku. Setiap kali mengingat orang tuaku yang belum percaya Yesus, aku selalu merasa sedih dan ingin menangis. Aku terus memohon agar mereka diberi kesempatan untuk mengenal Yesus sebagai Juruselamat.
Suatu hari aku bermimpi. Terlihat Papa sedang sekarat, hendak menarik napas yang terakhir kalinya. Aku bertanya: “Apa Papa percaya Tuhan Yesus?” Tapi sebelum Papa menjawab, aku terbangun! Mimpi itu terus membayangiku.
Setiap kali memikirkannya, hatiku menjadi tidak tenang. Setiap ada kesempatan seperti acara KKR, aku selalu berusaha mengajak Papa. Tapi Papa selalu menolak dengan berbagai alasan.
Waktu terus berlalu. Akhirnya aku menikah dengan seorang pemuda yang baik di gereja. Tuhan pun mengaruniakan seorang anak kepada kami. Suatu malam, setelah menidurkan bayiku yang baru berusia satu bulan, aku berdoa.
Kembali aku memohon, tetapi kali ini dengan protes: “Tuhan, sudah berapa banyak air mata yang kutumpahkan, tapi sampai sekarang Engkau belum mengabulkan. Aku cuma ingin Papa mengenal-Mu. Mengapa Engkau tidak mau mengabulkan? Sekarang Papa malah semakin sering ke tempat ibadah agama lain.”
Orang tuaku menyewa sebuah rumah di daerah Cipanas, Puncak. Mereka nyaman dengan suasana yang tenang dan udara yang sejuk. Rumah itu dekat dengan tempat ibadah agama lain. Setiap malam tertentu Papa pergi sembahyang ke sana.
Suatu kali ada seseorang yang tinggal di wilayah itu berkenalan dengan Papa, lalu mengajaknya ke sebuah gereja. Papa lalu mulai kebaktian di sana. Kemudian Papa dikenalkan dengan seorang pendeta dari denominasi lain yang berjanji akan memberi bimbingan, supaya Papa semakin memahami Alkitab.
Hari itu hujan deras sekali…
Kesaksian ini akan dilanjutkan pada bagian terakhir
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus,
amin.