Suara Sejati
Di Luar Kendali Manusia
“Sdri. Daisy Ivana Wiratama, Gereja cabang Malang, Jawa Timur”
Pada tahun 2016, aku masih duduk di kelas 1 SMA. Suatu hari pada saat pulang sekolah dan sesampainya di rumah, secara tiba-tiba kepalaku terasa pusing sekali yang rasanya seperti habis terbentur.
Kemudian aku mengonsumsi obat pereda sakit. Tetapi sesudah 2 jam berlalu, rasa pusing itu tidak kunjung berkurang sama sekali. Akhirnya, Papa mengantarku ke klinik untuk diperiksa.
Setelah diperiksa, dokter mendiagnosa bahwa aku terkena Typhus. Sepulangnya dari klinik, aku mengonsumsi beberapa jenis obat sesuai resep dokter dan mencoba untuk tidur. Tetapi usaha tersebut tidak berhasil karena masih terasa pusing sekali.
Obat yang sebelumnya dikonsumsi termuntahkan dan badanku lemas sekali. Rasa pusing yang sangat menyiksa ini tidak berkurang sejak pukul 1 siang hingga 10 malam. Pada akhirnya, orangtua membawaku ke rumah sakit.
Aku pun ditangani di rumah sakit. Setelah disuntik analsik, rasa pusing itu barulah menghilang. Tetapi besok paginya, rasa pusing yang hebat kembali datang. Sakit sekali, sampai aku tidak kuat dan menangis berkali-kali.
Jangankan pergi ke toilet, untuk bisa duduk saja, aku tidak sanggup. Kemudian aku kembali disuntik analsik. Setiap kali rasa pusing hebat itu datang, aku pun kembali disuntik analsik untuk meredakannya. Demikian hal itu dijalani berkali-kali. Analsik adalah obat yang termasuk golongan psikotropika, untuk meringankan rasa nyeri sedang hingga berat.
Sesuai dengan saran dokter, aku menjalani CT Scan dan MRI. Tentunya aku merasa amat kuatir dan berharap hasilnya nanti bukanlah penyakit yang berat. Sejak kecil, kepalaku tidak pernah mengalami benturan hebat.
Dalam pikiranku berkecamuk, “Bagaimana kalau nanti dinyatakan tumor, kanker otak, dan lain sebagainya? Tentu aku tidak mau begitu, sungguh, ini sangat menakutkan.”
Setelah dilakukan CT Scan dan MRI, ternyata dokter tetap tidak mengetahui penyakit yang kuderita. Kata dokter, hasil CT Scan dan MRI menunjukkan otakku tidak ada masalah dan semua tampak normal.
Oleh karena itu, para dokter memutuskan untuk memberi berbagai macam cara penanganan. Salah satunya, aku menjalani konsultasi dengan psikolog karena diduga mengalami stress. Lalu dibantu terapi oleh dokter saraf karena diduga ada posisi saraf yang bermasalah. Akan tetapi, semua itu tidak berhasil mengobati dan keluhanku tetap sama.
Saat itu aku merasa tidak berdaya, mentalku jatuh dan tidak tahu apalagi yang harus kulakukan. Kami sekeluarga hanya bisa membawa ini dalam doa. Kami mengucapkan permohonan dalam nama Yesus.
Aku merasa sangat terhibur karena Mama menemaniku saat itu. Mama seorang pekerja kantoran yang sibuk dari pagi sampai malam. Dikarenakan tuntutan pekerjaan, Mama sering bertugas ke luar kota dan luar negeri dalam waktu yang lama.
Tetapi puji Tuhan, saat itu Mama rela mengambil cuti agar bisa menemaniku selama 24 jam. Aku sangat bersyukur memiliki saat berharga bersama Mama.
Selama di rumah sakit, setiap hari teman-teman berkunjung. Keluarga besar dari luar kota juga menjenguk dan memberikan perhatian. Om dan tante berusaha memberikan solusi. Pendeta dan jemaat Gereja Yesus Sejati juga berkunjung dan mendoakan kesembuhanku. Hal itu menjadi obat kasih bagiku.
Aku merasa terharu karena dipedulikan dan mendapat banyak perhatian. Seakan Tuhan ingin memberitahu, saat aku terpuruk, Dia tetap menyertaiku melalui orang-orang terdekat. Kasih ini sungguh menyentuh dan membuatku bersukacita.
Pada hari ke-5 di rumah sakit, aku tidak lagi merasa pusing dan bergantung pada suntikan analsik. Saat itu, aku mengira karena hatiku bersukacita, maka aku menjadi sembuh. Sungguh, hal ini merupakan obat sukacita bagiku. Kemudian dokter mengizinkanku untuk pulang karena sudah sembuh.
Setelah sekian waktu berlalu, tepatnya setahun kemudian, aku berkunjung ke negeri jiran dan mencoba menjalani check- up. Dokter di sana melihat hasil CT Scan dan MRI sebelumnya di Indonesia.
Ternyata, dokter menemukan sesuatu pada otakku. Akan tetapi, dokter tidak mau cepat-cepat menarik kesimpulan dan aku diminta menjalani CT Scan dan MRI kembali.
Kemudian dokter menjelaskan, berdasarkan CT Scan dan MRI dari rumah sakit di Indonesia, terlihat adanya virus dalam otakku.
Dokter menunjukkan bagian kecil di otak sebelah kiriku yang agak mengerut, karena virus yang “menggerogoti” otak. Walaupun sangat kecil ukurannya, tetapi efeknya luar biasa.
Kemudian dokter menunjukkan hasil MRI-ku yang baru saja dilakukan. Bentuk otakku berangsur normal seperti bentuk otak pada umumnya. Hal ini menjadi tanda bahwa virus itu sudah hilang dan badanku mengalami pemulihan sendiri. Betapa terkejutnya aku, sungguh, aku sangat bersyukur kepada Tuhan Yesus.
Setahun sebelumnya, aku sebenarnya tidak mendapatkan penanganan yang berarti. Padahal ada virus yang menyerang otakku. Ini membuktikan bahwa aku sembuh, murni karena kemurahan Tuhan.
Sungguh, tidak ada usaha apa pun yang keluarga kami lakukan selain berdoa. Ternyata banyak hal di luar kendali manusia, namun Tuhan Yesus akan selalu mendengar doa umat-Nya serta memberi jalan keluar yang mungkin tidak terpikirkan.
“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” (1 Petrus 5:7)
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus,
amin.