Suara Sejati
Bangkit Dari Kematian
“Sdr. Didik Rantonius, Gereja cabang Surakarta, Jawa Tengah”
Senangnya saat aku menjadi seorang ayah. Aku akan berusaha memberikan yang terbaik untuk anakku ini. Kuberi dia nama Dicky Satriawan Aryono, dengan harapan dia tumbuh menjadi pribadi yang berani, berjiwa satria.
Dicky tumbuh menjadi anak kesayangan keluarga kami. Aku tidak ajak dia ke gereja. Istriku bukan orang Kristen. Sedangkan aku, walau sejak kecil dibesarkan dalam keluarga Kristen, sudah lama aku tidak ibadah ke gereja, apalagi membaca Alkitab. Itu bukan gaya hidupku saat itu.
Suatu hari saat usianya sekitar dua tahun, Dicky demam. Badannya panas sekali. Kami sudah mencoba berbagai cara tradisional. Minum kunyit asam, tetap tidak manjur. Dipijat dengan minyak kelapa campur bawang merah, juga tidak manjur.
Karena demamnya sangat tinggi, kami bawa Dicky ke dokter. Namun, sesudah memakan obat dokter pun, anak kami tetap tak kunjung sembuh. Malam itu sekitar jam 22:30, sakit Dicky semakin menjadi-jadi dan semakin parah. Badannya panas sekali, lalu Dicky mulai kejang-kejang (step). Kami pun panik!
Kejadian itu berlangsung cepat sekali. Tahu-tahu tubuh Dicky sudah lemah lunglai dan tidak bernafas! Anak kami meninggal! Keluarga besar kami yang sedang berkumpul jadi panik sekali.
Istriku berteriak dan menangis sejadi-jadinya. Sedangkan aku langsung lemas, rasanya mau pingsan. Sungguh pahit kenyataan ini. Dia anak pertama kami, tetapi sudah meninggal.
Kakakku lalu pergi ke Gereja Yesus Sejati, bermaksud memanggil pendeta untuk datang. Orang tua kami mengizinkan hal itu. Padahal rumah kami sudah dibersihkan, menurut adat istiadat kami orang Jawa. Jenazah Dicky sudah dibaringkan di atas meja.
Memang kakakku ini sering berdoa. Dengan polosnya dia percaya bahwa berdoa bersama hamba Tuhan, pasti Tuhan akan turut bekerja.
Saat itu sekitar pukul tiga subuh. Hamba Tuhan yang sedang tidur di Gereja Yesus Sejati berhasil dibangunkan. Beliau bukan pendeta, tapi seorang guru agama yang diutus dari gereja pusat. Anehnya, hamba Tuhan itu seperti digerakkan, mau-maunya datang pagi-pagi buta untuk membantu doa. Saat beliau datang ke rumah kami, ada tetangga yang menyeletuk, “Mana mungkin hidup lagi, wong anaknya sudah mati.” Tapi kakak dan hamba Tuhan itu tetap percaya bahwa Tuhan Yesus berkuasa.
Saat masuk rumah kami, banyak orang yang sedang menangis. Keluarga besar kami memang terdiri dari berbagai macam aliran kepercayaan.
Sambil memandang berkeliling, hamba Tuhan mengajak semua orang yang hadir di tempat itu untuk berdoa bersama. Beliau berkata, “Aku tidak akan berhenti berdoa, sebelum anak ini menangis!”
Demikianlah jam tiga subuh itu, semua yang hadir di rumah kami untuk melayat, malah diajak berdoa; baik yang beragama Kristen maupun yang bukan Kristen.
Setelah kami berdoa bersama hamba Tuhan sekitar sepuluh menit, terdengar suara tangisan. Saat kami membuka mata, jenazah Dicky terlihat bergerak. Ternyata dia yang tadi menangis! Kami takjub bercampur takut melihat hal sebesar itu terjadi. Apalagi saat mendengar anak itu mengucapkan kata pertama, yaitu “Haleluya!”
Istriku langsung menangis sambil memeluk anak kami. Dia hidup kembali sesudah meninggal tiga jam! Padahal selama sekian jam itu Dicky benar-benar sudah tidak bernafas!
Walaupun kami merasa senang luar biasa, hal ini sulit dicerna akal sehat kami. Apalagi mendengar kata “Haleluya” meluncur keluar dari mulut mungilnya. Bukankah aku jelas- jelas belum pernah mengajaknya ke gereja! Kampung kami gempar! Banyak orang di wilayah pemukiman kami pun percaya kepada Yesus.
Jam lima subuh, Dicky meminta diajak ke gereja. Karena hari itu Sabat, keluarga kami yang tidak mengenal Gereja Yesus Sejati pun datang ikut beribadah.
Selesai khotbah, ayahku meminta waktu untuk bersaksi. Ayah kemudian menceritakan rincian kejadiannya bahwa bola mata cucunya sudah terbalik, lalu menghembuskan nafasnya terakhir.
Jemaat mungkin terheran-heran, karena melihat anak yang sedang disaksikan, terlihat sehat-sehat saja, malahan berjalan-jalan dekat mimbar gereja.
Setelah kejadian itu, banyak anggota keluargaku yang dibaptis di Gereja Yesus Sejati. Istriku, seorang yang bukan Kristen, yang sangat konsisten dengan agamanya, dia pun langsung percaya Yesus dan menjadi Kristen.
Kesaksian ini benar-benar terjadi pada tanggal 31 Maret 1984. Banyak orang yang jadi saksi di sana. Yesus sungguh Tuhan! Saat kami berdoa di dalam nama-Nya, Kuasa-Nya mengalir keluar, mampu melakukan segala perkara.
Sesudah 36 tahun berlalu, Dicky tumbuh sehat dan normal. Saat ini dia sudah berkeluarga. Dia menjadi saksi hidup, yang mengingatkan akan kisah serupa di Alkitab, yaitu: Anak janda Sarfat (1Raj 17:17-24), anak Yairus (Luk 8:49-56), dan Lazarus (Yoh 11). Mereka semua mengalami anugerah mujizat yang sama, yaitu bangkit dari kematian.
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus,
amin.