Suara Sejati
Doa Permohonan Tahun Baru Imlek
“Sdr. Chandra Gunawan, Gereja cabang Jakarta”
Seperti kebiasaan tahun-tahun sebelumnya, pada hari pertama Tahun Baru Imlek kali ini pun aku bersama Mei-Mei, istriku, dan juga Grace, putri tunggal kami, bersama-sama berkunjung ke rumah Mama mertua di daerah Muara Karang.
Sudah beberapa tahun ini, Mama dalam kondisi sakit akibat kanker usus besar yang dideritanya. Kesehatan Mama pun kian menurun dari waktu ke waktu.
Menurut diagnosa terakhir, dokter mengatakan sel-sel kanker telah menyebar dan menyerang ke tulang-tulang. Akibatnya, Mama selalu mengeluh pinggangnya sakit.
Setelah diperiksa, tulang-tulang pinggangnya keropos, bahkan sebagian ruas-ruasnya telah patah. Sungguh berat penderitaan Mama. Dokter memberikan obat penahan sakit.
Namun karena berat badan Mama telah turun 35 kg, sehingga bisa dikatakan tidak ada lemak lagi yang melapisi tulangnya, membuat obat yang diberikan hampir tidak ada gunanya, karena obat membutuhkan lemak sebagai tempat untuk melekat.
Sebelumnya, tanggal 1 Januari, aku berkunjung ke rumah Mama. Ketika itu Mama masih bisa duduk. Tetapi tanggal 25 Januari, Mama hanya terbaring tak berdaya di sofa. Ini dikarenakan cedera otot pinggang seusai menjalani psikoterapi untuk mengurangi rasa sakit di pinggangnya. Kami tidak menyangka kondisinya semakin bertambah parah.
Kami tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat selain berdoa, dan berdoa lagi. Aku menganjurkan kepada Mei-Mei agar lebih sering lagi menjenguk mama. Selama masih ada waktu kami ingin gunakan kesempatan yang ada untuk bertemu dengan Mama.
Tetapi sebaliknya, Mama justru menganjurkan agar kami tidak sering-sering datang. Beliau tidak tega melihat kami – yang menyandang disabilitas ini, mengalami kesulitan ketika hendak pulang.
Terkadang mobil online susah untuk dipesan, apalagi kalau sedang hujan. Tapi kesulitan kami tidaklah seberapa bila dibandingkan dengan curahan kasih sayang Mama untuk Mei-Mei, salah satu anaknya yang menjadi tunanetra pada usia tujuh tahun karena demam yang tinggi.
Dahulu, Mama sangat mengkhawatirkan pernikahan kami, sebabnya kami sama-sama menyandang disabilitas. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa selain tunanetra total, aku pun memiliki kekurangan dalam pendengaran, sehingga Mama khawatir bagaimana caranya aku dapat mendampingi Mei-Mei dalam menjalani kehidupan ini.
Namun kini kekhawatiran tersebut sirna sudah, setelah Mama menyaksikan kami mampu mencapai usia hampir 21 tahun pernikahan. Tuhan tidak pernah salah merancangkan hari depan setiap anak-anak-Nya!
Tanggal 25 Januari ini adalah hari paling ramai di rumah Mama. Setelah anak-anak, para menantu, juga semua cucunya pulang, rumah Mama kembali sepi. Hanya perawat yang menemaninya dan mendengar Mama sesekali mengeluh, ketika rasa sakit di pinggangnya tak tertahankan.
Satu hal yang aku mohonkan kepada Tuhan dalam setiap doa, semoga hati Tuhan tergerak oleh belas kasihan, sehingga tidak membiarkan Mama bergumul sendirian. Kami percaya Tuhan selalu berada di sisi Mama.
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus,
amin.