Suara Sejati
Dari Bandung Menepis Mendung
“Sdr. Yonathan Oei, Gereja cabang Cibaduyut, Bandung”
Memiliki sebuah hunian di kota Bandung adalah salah satu impian kami. Selain karena hawanya sejuk, sarana pendidikan yang baik untuk anak-anak juga tersedia.
Ada peribahasa “seperti menepis mendung” yang artinya sesuatu yang sulit sekali dilakukan, hampir mustahil. Harga sebuah rumah di Bandung sangatlah mahal. Saya dan istri cuma sepasang guru dan gaji kami tidak besar. Namun kami bawa hal ini dalam doa.
Setelah sekian waktu, dari hasil penjualan rumah di Solo, ditambah dengan tabungan hasil kerja kami selama 10 tahun menjadi guru di Sekolah Kanaan Banjarmasin, maka di bulan Desember 2003 kami mulai memberanikan diri mencari rumah di Bandung. Ada sebuah hunian kecil siap pakai dan lokasinya dekat dengan gereja di Kopo. Kebetulan harganya lumayan terjangkau dengan tabungan kami.
Namun kami disarankan seorang saudara seiman untuk melihat sebuah perumahan lain. Sampai di lokasi itu, kami lihat kantor pemasarannya mewah. Saya langsung berpikir: “Ini bukan untuk kami. Harganya tidak akan terjangkau.” Seperti menepis mendung…
Di perumahan mewah itu ada sebidang tanah yang letaknya di belakang. Kami diantar untuk melihat-lihat. Ternyata harganya terjangkau dengan tabungan kami. Tetapi itu hanya sebidang tanah kosong, tanpa bangunan.
Setelah diskusi dengan keluarga di Cianjur, saudara kami yang membuka toko bahan bangunan, menyarankan untuk membeli tanah itu. Katanya, bahan bangunan nanti boleh ambil di toko mereka, dan dibayar kemudian dengan cara dicicil. Setelah berdoa bersama, kami akhirnya yakin dan membeli tanah itu. Setelah 3 tahun berlalu, kami kembali bekerja di kota Banjarmasin. Rumah itu dikontrakkan ke orang lain. Cicilan ke toko bangunan pun perlahan-lahan dapat dilunasi.
Komplek hunian itu terus berkembang menjadi pemukiman asri, tenang, bersih. Lokasi itu memang dibuat dengan perencanaan yang matang yaitu dengan sistem drainase yang baik, listrik ditanam di bawah tanah, dan ada kali kecil mengalir di tengah. Bagi orang pada umumnya, mereka akan beranggapan bahwa ini sebuah pemukiman yang nyaman. Sungguh, bisa memiliki hunian yang demikian merupakan berkat dari Tuhan.
Suatu hari seorang kenalan bertanya, “Kakak kerja di bidang apa? kok bisa punya rumah di komplek itu?” Pertanyaan itu semakin menyadarkan kami akan kemurahan Tuhan. Kenyataannya, memang kami tidak bekerja mati-matian mencari uang untuk membeli rumah itu. Kami hanya sepasang guru, hidup sederhana, menabung sedikit demi sedikit, dan setiap bulan kami tidak pernah lupa membayar perpuluhan. Tuhan Yesuslah yang menambahkan dengan yang tidak kami pikirkan (Matius 6:33, Maleakhi 3:10).
Kebahagiaan kami semakin lengkap setelah bulan Februari 2019, Gereja Yesus Sejati membeli sebuah bangunan di kompleks pemukiman itu, untuk dijadikan Pos Pelayanan. Tiap pergi ibadah, kami cuma butuh waktu sekitar 7 menit kalau berjalan kaki. Kalau berkendara akan lebih singkat waktunya. Kami merasa sangat bersyukur karena Tuhan sudah membantu kami menepis mendung.
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus,
amin.