Kata Pengantar
I. Arti Kitab Wahyu
Kitab Wahyu, yang berarti kitab ilham, diterjemahkan bahasa Yunani Ἀποκάλυψις (apokalipsis). “Apo” berarti: membuka atau dijauhkan dari, sedangkan “kalipsis” berarti: kerudung atau penutup. Gabungan kedua kata ini mengandung arti “membuka kerudung”, yaitu menyingkap kerudung yang menutupi muka sehingga muka terlihat.
Dalam bahasa Inggris, kitab ini disebut sebagai Revelation, yang berarti membuka rahasia atau penampakan. Bahasa Inggris Apocalypse merupakan adaptasi dari kata Yunani.
Telah Dinyatakan
Di awal kitab ini tertulis, “Inilah wahyu Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepada-Nya, supaya ditunjukkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya apa yang harus segera terjadi. Dan oleh malaikat- Nya yang diutus-Nya, Ia telah menyatakannya kepada hamba-Nya Yohanes. Yohanes telah bersaksi tentang firman Allah dan tentang kesaksian yang diberikan oleh Yesus Kristus, yaitu segala sesuatu yang telah dilihatnya” (Why. 1:1, 2).
Ayat ini menjelaskan sumber, tujuan, dan cara pengungkapan Kitab Wahyu. Yohanes hanya berperan sebagai pencatat yang tidak memegang hak cipta. Karena itu kitab ini tidak dapat disebutkan sebagai Kitab Wahyu Yohanes, tetapi Kitab Wahyu Yesus Kristus.
Misteri Perjanjian Lama adalah kehendak Allah, yang merupakan bayangan dari hal yang akan datang, yaitu Perjanjian Baru yang merupakan wujud sesungguhnya. Kitab Wahyu adalah penggenapan terakhir Perjanjian Baru. Kitab ini adalah catatan kesaksian Yohanes, ketika Yesus Kristus mengutus malaikat-Nya untuk menyatakan wahyu ini kepadanya, kitab nubuat satu- satunya dalam Perjanjian Baru yang sangat penting di akhir zaman ini.
Yang Dilihatnya
Dalam menulis kitab ini, Yohanes menuliskannya bersamaan sembari menyaksikan wahyu Allah, bukan menuliskannya setelah ia melihat. Wahyu yang dinyatakan Allah muncul beriringan, sehingga apabila Yohanes tidak segera menulisnya, urutan wahyu Allah mungkin tidak dituliskan dengan benar, sehingga tidak sesuai dengan penentuan Allah, sehingga penggenapan nubuatnya menjadi tidak tepat.
Yohanes berkata, “Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh dan aku mendengar dari belakangku suatu suara yang nyaring, seperti bunyi sangkakala, katanya: “Apa yang engkau lihat, tuliskanlah di dalam sebuah kitab dan kirimkanlah kepada ketujuh jemaat ini: ke Efesus, ke Smirna, ke Pergamus, ke Tiatira, ke Sardis, ke Filadelfia dan ke Laodikia”” (Why. 1:10, 11). Ia juga menyebutkan, “Karena itu tuliskanlah apa yang telah kaulihat, baik yang terjadi sekarang maupun yang akan terjadi sesudah ini” (Why. 1:19).
Kedua ayat ini adalah perintah Allah, bukti bahwa Ia menyuruh Yohanes untuk menuliskan apa yang ia saksikan, jadi kitab ini bukanlah karangan Yohanes sendiri. Karena itu, penglihatan yang dinyatakan dalam kitab ini mempunyai urutan yang telah ditentukan, bersambung dari atas ke bawah, dan depan-belakang saling berhubungan, sedikit pun tidak kacau.
Yohanes berkata, “Dan sesudah ketujuh guruh itu selesai berbicara, aku mau menuliskannya, tetapi aku mendengar suatu suara dari sorga berkata: “Meteraikanlah apa yang dikatakan oleh ketujuh guruh itu dan janganlah engkau menuliskannya!” (Why. 10:4).
Dari ayat ini nyatalah bahwa Yohanes menuliskannya sembari menyaksikan penglihatan Allah secara langsung.
Lagi pula, apa yang dicatat Yohanes tidak dapat sembarangan ditambahkan atau dikurangi; barangsiapa menambahkan atau mengurangi firman Allah, ia akan mendapatkan kutukan yang mendatangkan malapetaka (Why. 22:18-19). Ini menunjukkan pentingnya kitab ini. Karena itu, ketika Yohanes menerima perintah untuk mencatat kitab ini, ia tentu melakukannya dengan hati-hati.
II. Tujuan Penulisan Kitab Wahyu
Di pembukaan Kitab Wahyu, Yohanes dengan jelas menyatakan bahwa kitab ini adalah wahyu Yesus Kristus yang Ia dapatkan dari Allah, untuk dinyatakan kepada hamba-hamba-Nya tentang apa yang harus segera terjadi (Why. 1:1). Ayat ini menjelaskan narasumber dan tujuan kitab ini.
Kehendak Allah
Semua hamba Allah yang setia patut menyelidiki kitab ini dan berusaha memahami apa yang dinyatakan oleh Allah.
Apabila kita tidak mengetahui kehendak Allah, bagaimanakah kita dapat melakukan pekerjaan kudus bagi-Nya? Apabila kita menafsirkannya menurut kehendak kita sendiri, atau bahkan tidak membacanya, jika apa yang kita kerjakan tidak sesuai dengan kehendak Allah, maka tanggung jawab kita sebagai hamba tidak kita penuhi dengan baik.
Keinginan Telinga
Alkitab menyatakan, “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng” (2Tim. 4:3-4). Ini adalah sebagian nubuat yang dituliskan Paulus kepada Timotius dan sekarang telah digenapi.
Di masa sekarang, orang-orang lebih suka mendengarkan berbagai macam pandangan teologis yang dibentuk berdasarkan hikmat manusia. Iblis menggunakan ilmu-ilmu pengetahuan seperti ini untuk mengacaukan kebenaran. Pengetahuan ini dibuat berdasarkan hikmat manusia, tetapi Alkitab berasal dari Allah. Alkitab menyatakan, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2Tim. 3:16-17).
Jadi, ajaran sehat dalam Alkitab tidak lagi diterima oleh orang di akhir jaman, apalagi Kitab Wahyu yang sulit dimengerti. Jangankan jemaat biasa, pemberita firman juga banyak yang tidak mempelajari kitab ini, bahkan ada denominasi gereja yang menyingkirkan Kitab Wahyu dari Alkitab dan tidak dimasukkan dalam pelajaran Alkitab karena dianggap tidak berguna bagi jemaat.
Berkat Dijanjikan
Allah mengetahui bahwa ketika waktunya sudah dekat, manusia tidak suka membaca kitab ini. Maka Ia menjanjikan berkat bagi mereka yang membaca, mendengarkan, dan menaati apa yang tertulis di kitab ini (Why. 1:3). Karena tujuan kitab ini adalah ketika waktunya sudah dekat, Allah memberitahukan keadaan gereja sejati sekarang ini kepada hamba-hamba Allah dan apa yang akan kelak terjadi, bukan menunjukkan peristiwa sejarah yang telah berlalu.
Di pasal terakhir kitab ini dinyatakan, “Sesungguhnya Aku datang segera. Berbahagialah orang yang menuruti perkataan-perkataan nubuat kitab ini!” (Why. 22:7) Jadi jelaslah bahwa hanya mereka yang menuruti kata-kata nubuat ini yang dapat disebut sebagai hamba-hamba Allah (Why. 22:9). Mereka yang hanya sekadar membaca atau mendengarkan tetapi tidak mengikutinya, tidak akan mendapatkan berkat ini.
III. Cara Penyampaian Kitab Wahyu
Cara penyampaian wahyu dalam kitab ini telah diuraikan di bagian depan, di mana Yesus mengutus malaikat-Nya untuk menyatakan wahyu-Nya kepada Yohanes melalui penglihatan, dan Yohanes mencatat apa yang disaksikan dan didengarnya, menyatakan kebenaran wahyu ini. Lalu kitab ini disimpan hingga masa akhir zaman, dan kemudian dinyatakan kepada hamba- hamba Allah.
Versi Terjemahan
Alkitab terjemahan mandarin versi Heheben (Chinese Union Version—CUV) menerjemahkan Wahyu 1:1b sebagai berikut, “Dia mengutus malaikat-Nya untuk menyatakannya kepada hamba- Nya, Yohanes.” Kata kerja “menyatakan” dan “menunjukkan” memiliki arti yang serupa.
Namun, terjemahan mandarin versi Lü Chen Chung (Luzhenzhong— Today’s Chinese Version—TCV) menerjemahkannya menjadi, “Dan oleh malaikat-Nya yang diutus-Nya, Ia telah memberitahukannya kepada hamba-Nya Yohanes dengan tanda.” Perbedaan TCV dengan versi CUV ditandai dengan huruf tebal.
Disingkapkan
Kata “menunjukkan” dalam bahasa Yunani ἐσήμανεν (esimanen) berarti: menyatakan, memperlihatkan, menyingkapkan. Dengan demikian, cara “menunjukkan” adalah dengan menyingkapkannya kepada Yohanes melalui penglihatan yang memiliki arti. Lalu, arti dari tanda penglihatan hanya sebagian kecil saja diungkapkan dengan jelas.
Sedangkan, sebagian besar dari rahasia tanda masih tersembunyi, sebelum waktunya tiba untuk diungkapkan. Oleh karena itu, penglihatan berupa tanda tidak dapat dijelaskan dengan contoh konkret yang ada saat ini. Hanya pengajaran yang tertulis dengan jelas di dalam kitab inilah yang dapat digunakan untuk mengingatkan kita agar selalu waspada terhadap tanda akhir jaman.
“Mata Rohani”
Kitab ini adalah catatan dari hal-hal yang dilihat dan didengar oleh Yohanes di dalam dunia roh. Maka, pemahaman terhadap kitab Wahyu harus pula dipahami dengan “mata rohani,” sehingga kita barulah dapat mengerti rahasia yang terkandung di dalamnya.
Penglihatan dalam kitab ini berlangsung secara berurutan. Setiap peristiwa bermunculan satu per satu. Di antara peristiwa- peristiwa tersebut, disisipi dengan isyarat penting yang bertujuan untuk menekankan para pembaca akan pentingnya pesan yang ingin disampaikan. Isyarat-isyarat tersebut antara lain: Peralihan berlangsungnya suatu peristiwa atau pemberian keterangan yang lebih rinci akan suatu hal—agar pembaca dapat lebih memahami lebih seksama.
Di masa lampau, orang-orang yang menyelidiki kitab Wahyu memiliki keterbatasan melalui “mata jasmani” serta pemikiran- pemikiran ataupun hikmat dunia yang mereka miliki. Melalui keterbatasan tersebut, meskipun mereka telah mencurahkan segenap tenaga di dalam penyelidikan, hal-hal rahasia yang telah dinyatakan oleh Roh Allah tetap tidak dapat mereka ungkapkan.
Hal-Hal Rohani
Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat Korintus, hanya manusia rohani yang dapat menafsirkan hal-hal rohani (1Kor. 2:13-15)—yaitu: menafsirkan isi Alkitab sesuai dengan dukungan ayat-ayat yang terkandung dalam Firman Tuhan. Dengan demikian, barulah kita dapat memperoleh penafsiran yang tepat.
Kitab Wahyu mengandung kehendak Allah yang konsisten dan berlangsung secara sistematik—mulai dari awal sampai akhir, setiap penglihatan bermunculan susul-menyusul untuk menyempurnakan rencana keseluruhan Allah. Oleh karena itu, kitab Wahyu tidak dapat ditafsirkan dengan cara mengutip sepotong ayat demi ayat tanpa disertai dukungan konteks secara keseluruhan.
IV. Masa Penyingkapan Kitab Wahyu
Kitab Wahyu dinyatakan oleh Allah kepada Yohanes pada masa akhir zaman rasul-rasul— yaitu beberapa puluh tahun setelah Roh Kudus hujan awal diturunkan. Setelah masa itu, Gereja cenderung menjadi duniawi, jemaat saling berselisih paham satu dengan yang lainnya, serta kasih dan iman kebanyakan jemaat menjadi tawar.
Keadaan jemaat di saat-saat demikian dapat diketahui dari gambaran surat kepada tujuh jemaat dalam kitab Wahyu pasal yang ke-2 dan ke-3. Terdapat begitu banyak hal yang dicela, dinasehatkan dan diperingatkan oleh Tuhan kepada ketujuh jemaat. Namun, terdapat sedikit sekali pujian. Keadaan tujuh jemaat mewakili seluruh Gereja di zaman akhir para rasul.
Ketujuh Jemaat
Kitab Wahyu adalah kitab nubuat yang menubuatkan akan hal-hal yang segera harus terjadi pada akhir zaman, dengan tujuan agar hamba-hamba Allah dapat mengetahuinya. Dengan demikian, kitab Wahyu bukanlah kitab perihal catatan sejarah Gereja.
Lalu, mengapa ketujuh jemaat pada zaman akhir para rasul diungkapkan di bagian awal kitab ini? Apa kaitannya dengan hal yang segera harus terjadi di akhir zaman? Jawaban dari pertanyaan- pertanyaan di atas akan berfungsi sebagai penghubung di dalam penyelidikan kita terhadap kitab Wahyu.
Tentunya, jawaban tersebut akan dijabarkan secara lebih rinci pada saat pembahasan ketujuh jemaat. Namun, karena ketujuh jemaat berhubungan erat dengan masa penyingkapan kitab Wahyu, pembahasan akan diulas secara ringkas agar pembaca dapat memahami makna dari pesan-pesan kepada tujuh jemaat.
Pada zaman akhir para rasul, keadaan ketujuh jemaat di kitab Wahyu melambangkan keadaan gereja sejati di akhir zaman— yaitu pada waktu Roh Kudus hujan akhir dicurahkan dan sebelum Tuhan Yesus datang kembali untuk yang kedua kalinya.
Perlambangan
Ketujuh jemaat melambangkan seluruh Gereja sejati akhir zaman yang disertai oleh Roh Kudus. Saat ini, terdapat begitu banyak denominasi kekristenan. Tetapi rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma menuliskan, “Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus” (Rom. 8:9).
Walaupun Gereja sejati memiliki penyertaan Roh Kudus, di akhir zaman ini, permasalahan tantangan hidup semakin rumit dan tantangan rohani di dalam memelihara firman Tuhan juga semakin besar; sehingga jemaat tidak luput dari berbagai macam bujukan dan godaan yang dapat membuat iman kerohanian menjadi tawar. Dan akhirnya, kondisi kerohanian akan semakin terpuruk, serupa dengan kondisi kerohanian ketujuh jemaat di zaman akhir para rasul yang ada di kitab Wahyu.
Mengerjakan Keselamatan
Dengan demikian, Gereja sejati yang disertai Roh Kudus haruslah terus mengevaluasi pertumbuhan rohani—apakah jemaat sedang berada dalam kondisi lemah iman dan tawar hati ataukah berada dalam kondisi iman yang bertumbuh?
Di dalam mengevaluasi diri, kiranya kita juga menggunakan kesempatan tersebut untuk melakukan penghakiman pada diri sendiri—seperti yang dituliskan dalam surat
Pesan Tuhan kepada ketujuh jemaat merupakan pesan kepada diri kita sendiri juga, “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat- jemaat” (Why. 2:7). Pesan-pesan tersebut bukan hanya ditujukan kepada ketujuh jemaat di kitab Wahyu, melainkan juga kepada para pembaca kitab Wahyu.
Gereja Yesus Sejati adalah Gereja zaman rasul-rasul yang telah bangkit. Sejak berdirinya, Gereja Yesus Sejati disertai oleh Roh Kudus dan berbagai tanda mujizat—yang adalah bukti bahwa Roh Kudus turut bekerja.
Pesan yang ditujukan kepada ketujuh jemaat yang dicatatkan pada bagian awal kitab Wahyu bertujuan untuk memperingatkan Gereja yang disertai oleh Roh Kudus sekarang ini untuk bertobat dari keadaannya yang sedang tawar hati maupun yang sedang lemah imannya; mengerjakan keselamatan dan menuju pada kesempurnaan seperti Bapa di Surga.
Setelah masa ketujuh jemaat berlalu, hal-hal yang segera harus terjadi akan disingkapkan. Dan kepada kita, telah diberi petunjuk agar kita dapat mengetahui dan memahami bahwa: Kelak, saat menghadapi kesusahan besar, kita dapat bertahan untuk menghadapi dan menerimanya.
Berangsur-Angsur
Penyingkapan wahyu Tuhan dalam kitab Wahyu akan dilakukan secara berangsur-angsur, saat waktunya sudah dekat—yaitu sebelum Tuhan datang kembali untuk yang kedua kalinya. Setiap nubuat yang dituliskan belum terjadi. Namun, apabila waktunya sudah tiba, barulah nubuat tersebut akan digenapi. Dengan demikian, jika waktunya belum tiba, tiada seorangpun yang dapat mengetahuinya. Mengenai hal tersebut, nabi
Yesaya pernah menyampaikan dalam kitab Yesaya, “Nubuat- nubuat yang dahulu sekarang sudah menjadi kenyataan, hal-hal yang baru hendak Kuberitahukan. Sebelum hal-hal itu muncul, Aku mengabarkannya kepadamu” (Yes. 42:9).
Daniel pernah mendapatkan penglihatan yang berhubungan dengan akhir zaman. Walaupun ia melihatnya, ia tetap tidak mengerti. Tuhan memberitahukan kepadanya bahwa penglihatan tersebut masih tersembunyi, belum disingkapkan (Dan. 8:26). Tuhan bahkan memerintahkan Daniel, “Tetapi engkau, Daniel, sembunyikanlah segala firman itu, dan meteraikanlah Kitab itu sampai pada akhir zaman…Banyak orang akan disucikan dan dimurnikan dan diuji, tetapi orang-orang fasik akan berlaku fasik; tidak seorangpun dari orang fasik itu akan memahaminya, tetapi orang-orang bijaksana akan memahaminya” (Dan. 12:4, 9, 10).
Di masa lampau, banyak orang yang berusaha untuk menyelidiki Kitab Suci, bahkan sampai seumur hidup—terus berusaha, memaksakan diri untuk berusaha mengerti, memahami dan menghasilkan pandangan-pandangan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dan oleh karenanya, salah menafsirkan firman Tuhan sehingga justru tanpa sadar telah membelokkan kebenaran yang ada. Padahal firman Tuhan dengan jelas menegaskan bahwa jika masanya belum tiba, dan selubung masih belum disingkapkan, tidak ada seorang pun dapat memahami.
Fajar Menyingsing
Rasul Petrus di dalam suratnya menuliskan, “Dengan demikian kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi. Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu. Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat- nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah” (2Ptr. 1:19-21).
Dari pesan yang disampaikan oleh rasul Petrus, kita dapat memahami bahwa seluruh kitab nubuat dihasilkan oleh dorongan Roh Kudus, demikianlah mereka dapat mengabarkan kehendak Allah.
Selain itu, pesan dari surat
Maka, apabila waktunya telah dekat, penyingkapan atas nubuat kitab Wahyu akan diberitahukan secara berangsur-angsur kepada kita melalui pimpinan Roh Kudus. Sebab kitab Wahyu dituliskan untuk hamba-hamba Tuhan pada akhir zaman. Walaupun sekarang ini, kita belum dapat memahami seluruh makna dari pesan-pesan yang terkandung di dalamnya, niscaya pada saat menjelang kedatangan Tuhan kembali, kita akan memahami segala sesuatunya secara menyeluruh (Why. 1:1, 3, 22:6, 10).
V. Waktu dan Tempat Penulisan Kitab Wahyu
Berdasarkan dari sumber-sumber referensi yang ada, secara umum para teologis berkesimpulan bahwa penulis kitab Wahyu adalah rasul Yohanes—karena di antara para rasul lainnya, Yohanes-lah yang masih tetap hidup pada jaman itu, sedangkan rasul-rasul lainnya telah mati karena firman Tuhan.
Kitab Wahyu dengan jelas mencatatkan nama Yohanes. Selain itu, tidak ada tokoh lain yang memiliki nama serupa dan juga yang dapat dipercayakan Tuhan untuk menuliskan kitab tersebut.
Waktu Penulisan
Secara umum, para teolog dan akademis menyimpulkan dua pilihan waktu penulisan kitab Wahyu.
Yang pertama, yaitu pada tahun 54-68 Sesudah Masehi bertepatan dengan masa Kaisar Nero berkuasa. Atas dasar ini pula, para teolog menafsirkan bahwa kitab Wahyu dituliskan oleh rasul Yohanes untuk menghibur orang-orang Kristen yang menderita penganiayaan oleh Kaisar Nero. Namun, tafsiran ini banyak kelemahan dan tidak didukung oleh bukti-bukti maupun tujuan utama dari kitab Wahyu sendiri.
Yang kedua, yaitu pada tahun 80-96 Sesudah Masehi dan bertepatan dengan masa pemerintahan Kaisar Domitian. Pilihan kedua secara umum diterima dan digunakan oleh para teolog dan akademis. (1)
Tempat Penulisan
Rasul Yohanes menerima penglihatan-penglihatan dari Tuhan saat ia berada di pulau Patmos (Why. 1:9-10). Pulau tersebut berada di bawah kekuasaan Roma dan lokasinya dekat Asia Kecil—kira-kira 60 mil dari Efesus. Luas pulau tersebut dari bagian Utara sampai ke Selatan kira-kira sepanjang 16 kilometer dan dari arah Barat sampai Timur kira-kira 8 kilometer. Patmos adalah pulau terpencil yang terbentuk dari semburan lahar gunung berapi.
Di tengah-tengah pulau, terdapat sebuah gunung, Gunung Elias, yang tingginya mencapai 240 meter dari permukaan laut. Kemudian pada abad ke-11 Sesudah Masehi, di pulau Patmos, didirikanlah sebuah biara, yang pernah menampung ribuan biarawan ataupun biarawati sejak bangunan tersebut berdiri, sebagai peringatan bagi rasul Yohanes.2
Catatan Kaki (1):
1 Elwell, Walter A., and Barry J. Beitzel. (1988). “Revelation, Book Of.” Baker encyclopedia of the Bible. Baker Book House Company. Edisi Elektronik.
2 Carroll, Scott T. (1992). “Patmos (Place).” Ed. David Noel Freedman. The Anchor Yale Bible Dictionary. Doubleday Dell Publishing Group, Inc. Edisi Elektronik.
VI. Pembagian Kitab Wahyu
Para teolog memiliki pandangan berbeda tentang pembagian kitab Wahyu dan pembagian tersebut bergantung dari penafsiran yang telah mereka tetapkan. Namun secara mendasar, sesungguhnya pembagian kitab Wahyu sudah dirincikan pada pasal 1 ayat 19, “Karena itu tuliskanlah apa yang telah kaulihat, baik yang terjadi sekarang maupun yang akan terjadi sesudah ini.”
Tiga Bagian
Jika kita menggunakan acuan terjemahan Heheben (Chinese Union Version—CUV) maka pembagian kitab Wahyu harus dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
- “Tuliskanlah apa yang telah kaulihat” merujuk pada pasal 1,
- “Yang terjadi sekarang” merujuk pada ketujuh jemaat dalam pasal 2 dan 3,
- “Yang akan terjadi sesudah ini” merujuk pada hal-hal yang segera harus terjadi dalam pasal 4 dan seterusnya.
Dua Bagian
Namun, dibandingkan dengan Alkitab terjemahan versi bahasa Inggris ataupun Jepang, pada umumnya pembagian kitab Wahyu hanya dibagi menjadi dua bagian.
Seperti halnya, terjemahan Lü Chen Chung (Luzhenzhong—Today’s Chinese Version—TCV) berbunyi sebagai berikut, “Oleh sebab itu apa yang telah kaulihat, baik yang terjadi sekarang maupun yang akan terjadi sesudah ini, tuliskan semua.”
Terjemahan Zhu Bao Hui (dengan menggunakan edisi teks Yunani sebagai acuan)1 juga memiliki pembagian serupa.
Kemudian, terjemahan Samuel ‘Joseph’ Schereschewsky2 dengan versi bahasa mandarin sederhana menuliskan sebagai berikut, “Apa yang kau lihat, baik yang terjadi sekarang maupun yang akan terjadi sesudah ini, tuliskan di dalam kitab ini.”
Penulis berkesimpulan bahwa versi terjemahan-terjemahan di atas sesuai dengan makna awal dalam kitab Wahyu 1:19, yaitu pembagiannya terdiri dari dua bagian.
Dari kalimat “apa yang telah kau lihat,” maka hal-hal tersebut mencakup seluruh penglihatan dalam kitab Wahyu, yang terdiri dari:
- Hal-hal yang terjadi pada masa sekarang, yaitu pesan yang ditujukan kepada ketujuh jemaat di pasal 1-3,
- Hal-hal yang akan terjadi sesudahnya, yaitu peristiwa- peristiwa yang akan terjadi dalam pasal 4 dan seterusnya.
Catatan Kaki:
1 Liang, Her-Wu. (2008). Chinese Bible Translation With Special Reference To Greek Verbal Aspect. McMaster Divinity College. Hamilton, Ontario. Hal. 34-35. 2 Doyle, G. Wright. (2021). Biographical Dictionary of Chinese Christianity. From: Muller, James Arthur. (2015). Apostle of China: Samuel Isaac Joseph Schereschewsky 1831-1906. Facsimile Publisher. Diunduh tanggal 18-Februari-2021 dari situs [http://bdcconline.net/en/stories/samuel-isaac- joseph-schereschewsky]