“Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan…namun aku akan bersorak-sorai di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.”
Habakuk 3:17-18

Ketika mengamati seorang jemaat gereja yang sudah hampir mendekati ajalnya karena penyakit kanker, aku telah melihat puncak iman, rangkuman dari “bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Suatu sikap yang sangat bertentangan dalam dunia–meskipun kesakitan ada pada tubuhnya di setiap saat, jiwanya tetap kuat dan memuliakan Allah.

Puncak iman tidak dipengaruhi oleh berbagai macam cobaan dan penderitaan. Melainkan, akan tetap kokoh meskipun Tuhan tidak mencurahkan berkat-berkatNya. Suatu semangat yang tidak berputus-asa akan harapan yang telah dipercayaiya.

Dengan ancaman akan dilempar ke dalam perapian yang menyala-nyala, ketiga sahabat Daniel meneladani iman yang tak berkompromi. Menghadapi bahaya dan kematian, mereka sanggup untuk menolak raja dan mengikuti perintah-perintah Tuhan. Mereka berkata,

“Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu” (Dan. 3:17-18).

Pernyataan mereka menunjukkan keyakinan yang sama seperti doa nabi Habakuk. Ketiga sahabat Daniel yang masih muda itu sadar akan ke-Maha-Kuasa-an Tuhan, bahwa Ia memiliki kemampuan untuk melepaskan mereka dari api. Meskipun mereka tidak mengetahui rencana Tuhan untuk mereka, mereka tetap berkeyakinan untuk menjaga iman mereka–sekalipun Tuhan tidak menyelamatkan mereka. Jemaat yang menderita kanker ini masih belum menerima kesembuhan dari Tuhan; meskipun demikian, imannya tetap kokoh dan ia tetap memiliki keinginan untuk bekerja bagi Tuhan walaupun menderita.

Inilah iman yang harus kita capai di dalam Kristus. Karena jika iman kita hanya dibangun atas dasar berkat-berkat, ketika berkat-berkat itu tidak ada lagi, demikian pulalah iman kita. Marilah kita letakkan kepercayaan kita pada Tuhan apapun yang terjadi, tetap memegang firmanNya. Kita memohon pada Tuhan agar kiranya diberikan kekuatan, dan melalui pengalaman-pengalaman yang kita lalui, akhirnya dimurnikan seperti emas. Dan pada akhirnya kita dapat “beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.”