“Orang yang haus akan Kuberi minum dengan cuma-cuma dari mata air kehidupan.”
Wahyu 21:6b

Beberapa bulan yang lalu ketika aku berjalan-jalan ke Yunani, aku minum banyak sekali air, setelah aku berjalan lebih dari sepuluh jam sehari dan melakukan banyak kegiatan fisik. Aku minum langsung dari botol, dan aku hanya berhenti minum untuk mengambil napas, dan setelah itu aku kembali minum. Saat itu, tidak ada hal lain yang lebih kuinginkan.

Minum air putih – air yang tawar, murni, tidak terkontaminasi – adalah satu-satunya kesukaanku saat itu.

Setelah selesai berjalan-jalan, aku kembali ke rumah. Ketika aku kembali ke sekolah dan menghabiskan waktu di perpustakaan yang dingin karena nyala AC, aku kembali dalam kegiatan-kegiatan yang rata-rata tidak membutuhkan banyak tenaga. Saat itu aku tidak banyak minum air. Keindahan beningnya air tawar yang jernih menjadi sesuatu yang tidak kuinginkan.

Begitulah bagaimana aku kehilangan rasa haus akan air tawar. Begitu juga bagaimana aku kehilangan rasa haus akan air rohani. Rasanya konyol seseorang dapat kehilangan minat dengan air kehidupan yang sangat berharga, yang untuk mendapatkannya, Tuhan Yesus harus mati. Tapi itu terjadi.

Ini seperti aku berhenti meminum air ketika aku tidak lagi melakukan kegiatan tubuh atau olahraga. Sama halnya, aku berhenti minum air rohani ketika aku berhenti melakukan kehidupan yang kudus. Aku berhenti melakukan tindakan secara sadar untuk menjaga lidahku dari kata-kata yang tidak baik, menjaga otakku dari pikiran-pikiran kotor, atau bertindak dengan lembut kepada orang lain.

Ketika aku berhenti mencoba hidup kudus, aku menemukan bahwa berdoa itu sangat menjemukan dan terlalu lama. Membaca alkitab terasa seperti membaca kode rahasia dan rasanya kering. Bahkan ketika aku memaksakan diriku untuk mendengarkan khotbah, aku tidak dapat memperhatikannya, dan apa yang kudengar keluar lagi dari telinga yang sama. Apa saja yang kulakukan, aku tidak merasakan haus akan air rohani.

Aku kembali dapat minum air putih yang banyak, hanya ketika aku mulai melakukan kegiatan fisik. Secara fisik dan rohani, aku harus mengambil waktu untuk melakukan kegiatan dan olahraga, bangkit dari “sofa” yang nyaman dan berjalan-jalan, menjadi aktif dan berkeringat. Aku sungguh-sungguh harus berusaha keras untuk hidup bagi Kristus, terlepas dari segala kekuranganku.

Hanya dengan demikianlah aku kembali haus akan air. Saat itu barulah aku kembali ingat nikmatnya minum air putih. Dan ketika aku haus, air yang memberikan hidup, memperbarui tenaga dan menyucikan jiwa – rasanya sangat indah.

Renungan:
Bagaimana caranya agar kita dapat melakukan olahraga rohani – selain fisik, dalam keseharian kita, agar menjaga rasa haus akan Allah secara sehat?