Di dunia ini, kesetaraan identik dengan keadilan, kelayakan, dan “hak” individu. Kita berharap bahwa sebagai anggota masyarakat, masing-masing dari kita berhak atas kesempatan dan hak yang sama seperti yang lainnya. Bila kita tidak mendapatkan kesetaraan, kita sering merasa dicurangi dari sesuatu yang seharusnya menjadi hak kita. Tidak mengherankan jika kita menyimpan ketidak puasan di dalam hati kita dan bahwa kita cenderung melihat cangkir itu setengah kosong daripada setengah penuh. Dalam dunia di mana slogan itu adalah “yang kuat akan bertahan” kesetaraan menjadi perlindungan dan keamanan kita: Hal ini memberi kita kesempatan untuk melepaskan diri dari kenyataan hidup. Kita mengandalkan hal itu disaat kita harus mengandalkan Tuhan.
Konsep kesetaraan yang Alkitab ingin kita pelajari sangat berbeda dari persamaan seperti yang dipahami di masyarakat. Dalam Alkitab, kesetaraan sama dengan kemurahan hati dan sikap memberi. Sementara dunia mengajarkan kita untuk menjaga diri kita sendiri, Alkitab mengajarkan kita untuk saling menjaga satu sama lain, untuk menegur dan saling menguatkan dengan kasih dan belas kasihan. Kesetaraan, seperti yang Paulus bagikan kepada kita dalam
Tidak semua dari Kita kuat pada saat bersamaan. Itulah dinamisnya iman Kristen, dan dialog kasih. Kita memberi saat kita memiliki banyak dan dengan patuh menghargai keberagaman orang lain pada saat kita membutuhkannya. Karena itu, kita tidak pernah memerlukan terlalu banyak hal saat kita mengikuti Kristus. Kita hanya perlu cukup agar kita selalu terpuaskan dalam Tuhan. Kemudian, dalam kepuasan kita, kita dapat belajar kemurahan hati, untuk saling mengenal satu sama lain dalam Kristus Yesus, dan yang terpenting, untuk mengucap syukur kepada Tuhan.
Seperti ada tertulis: “Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan.””(2 Kor 8:15)