“Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.” (Lukas 15:24)

Seiring bergantinya tahun, aku mulai menyadari bahwa orangtuaku mulai mengurangi andil mereka dalam apa yang aku lakukan. Aku mulai merasa lebih superior, seakan aku sudah sepenuhnya dewasa, dan tidak lagi membutuhkan orangtuaku. Tetapi aku menyadari bahwa orangtuaku-lah yang senantiasa menyertaiku ketika yang lain meninggalkanku. Mereka menolongku walaupun aku menolak pertolongan mereka. Mereka memaafkanku atas hal-hal yang aku lakukan tanpa batasan. Mereka tidak pernah lepas tangan. Aku belajar bahwa pengampunan yang tiada akhir merupakan bagian penting dalam kasih. Kasih yang terbesar adalah kasih yang disertai dengan kemurahan hati.

Ayah dalam perumpamaan anak yang hilang ini mengampuni anaknya yang muda karena Ia mengasihi dan memperhatikan anak-Nya. Walaupun ia meninggalkan-Nya, Ayahnya mengampuninya dari kesalahan-kesalahannya dan menerimanya kembali sebagai anak. Si anak mengetahui bahwa ia tidak layak untuk dipanggil sebagai anak. Tetapi Ayahnya berkata kepada hamba-hambanya, “Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita.” (Luk. 15:22-23). Si Ayah tidak hanya mengampuni anak-Nya, tetapi juga merayakan kepulangan anak-Nya kepada jalan yang benar.

Setiap hari Allah mengampuni kita. Sudah berapa kali kita bertobat, hanya untuk jatuh lagi pada kesalahan yang sama? Renungkanlah berapa banyak Ia mengampuni kita karena kasih-Nya yang Ia curahkan kepada kita. Kita adalah anak-anak-Nya. Setiap hari Allah memperhatikan kita, dengan harapan bahwa kita akan mengambil pilihan yang tepat, dan ketika kita tersandung, Allah berduka. Dengan sabar ia mengharapkan agar kita sungguh-sungguh kembali dan tidak lagi tersesat.

Jadi ketika tampaknya tidak ada lagi harapan, ingatlah bahwa bila kita bertobat dengan sepenuh hati, Allah akan mendengarkan, karena Ia mengasihi kita, dan bila kita tersesat, Ia menunggu kita kembali di depan pintu.

Renungan:
Apakah Anda adalah anak yang hilang, yang perlu sungguh-sungguh bertobat dan kembali kepada Allah? Langkah-langkah nyata apakah yang dapat Anda ambil untuk kembali ke jalan yang benar?