“Ada orang-orang datang membawa kepadaNya seorang lumpuh, digotong oleh empat orang.” (Markus 2:3)
Markus 2:1-5 adalah perikop yang seringkali dikutip untuk menjelaskan pentingnya memiliki teman-teman rohani. Bagaimanapun juga, sangat mengharukan melihat bagaimana ke-empat orang ini berusaha untuk menggotong si orang lumpuh kepada Yesus, apapun juga resikonya. Namun, apakah ke-empat orang ini adalah teman dari si orang lumpuh?
Alkitab tidak mengatakan demikian. Yang kita tahu, ke-empat orang ini mungkin hanya kenalan atau bahkan orang asing, yang juga bersama-sama ingin melihat Yesus, kemudian melihat si orang lumpuh dan dengan kemurahan hati mereka memutuskan untuk membantunya. Berdasarkan konteks ini, kita dapat mengambil sebuah pengajaran yang berbeda.
Setelah selesai sebuah khotbah, sang pembicara biasanya membacakan permintaan-permintaan doa, yang di antaranya termasuk pula mereka yang sakit secara jasmani atau rohani dan mereka yang jarang atau bahkan tidak pernah berkebaktian di gereja. Ketika saya mengunjungi Gereja Yesus Sejati di kota-kota lain, saya selalu mendengar banyak nama disebut, dan tidak mengenal mereka satupun. Sayapun tidak memberikan banyak perhatian akan mereka dalam doa. Seringkali saya berpikir, “Jemaat yang sakit atau tidak berkebaktian di kota ini, bukan masalah saya; mereka seharusnya menjadi tanggung jawab dari teman-teman dekat mereka.”
Sekalipun demikian, si orang lumpuh digotong, kemungkinan oleh empat orang asing yang tak dikenal. Empat orang yang membawanya naik ke atap, membuka atap, dan menurunkannya di hadapan Yesus. Dan saya? Saya adalah salah satu dari orang banyak yang melewati si orang lumpuh dan tidak melakukan apa-apa, seperti imam dan orang Lewi yang melihat seorang luka di jalan dan berusaha melewatinya dari seberang jalan. Tetapi ke-empat orang ini, yang bertepatan bertemu dengan si orang lumpuh, berbelas kasihan. Mereka menghidupi teladan dari orang Samaria yang murah hati.
Ketika kita mendengar daftar permintaan-permintaan doa, kita bagaikan melihat seorang saudara yang sedang membutuhkan di tengah jalan. Seberapa sungguh-sungguh kita mendoakannya? Seberapa jauh niat kita untuk membantu mereka? Mereka yang sakit, tidak berkebaktian ataupun lumpuh rohani–orang asing tak dikenal maupun teman–semuanya adalah tanggung jawab kita. Kita dapat menjadi orang banyak yang melewati mereka, atau menjadi beberapa orang Samaria yang murah hati. Marilah kita memilih untuk berbelas kasihan.
Renungan:
Kapan terakhir kali Anda mendoakan orang lain yang tidak dekat dengan Anda?