Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku.
Mazmur 131:2
Bayi yang masih menyusui adalah sebuah gambaran ketenangan dan kedamaian yang tak terkira. Ia adalah bayi yang paling senang di dunia. Tidak ada kenyamanan fisik dan perasaan yang lebih besar bagi seorang anak melebihi menerima susu dari ibunya sendiri. Mengapa pemazmur menggunakan analogi anak yang disapih, dan bukan anak yang menyusui? Namun di sinilah keindahan mazmur ini.
Pemazmur menyamakan kedamaian jiwanya seperti “anak yang disapih berbaring dekat ibunya.” Ketika anak disapih dan dapat beristirahat di dekat ibunya, kita mempunyai gambaran ketenangan dan kedamaian yang melampaui segala kenyamanan di bumi. Keterikatan antara ibu dengan anak melampaui segala kepuasan fisik dan perasaan saat menyusui. Keinginan si anak adalah ibunya, bukan dengan apa yang dapat diberikan ibunya. Kedamaiannya berasal dari dekat dengan ibunya.
Ada dua jenis kedamaian dari kedekatan dengan Allah. Satu berasal dari bersama-sama dengan Allah dan mendekatkan diri pada pemeliharaan-Nya, atau mendapati dirinya dipuaskan. Satu lagi berasal dari semata-mata karena dekat dengan Allah.
Dalam ibadah kita, apakah kita seperti bayi yang menyusui, atau bayi yang disapih? Apakah kita mendekatkan diri kepada Allah karena kita harus mendapatkan dari-Nya sesuatu yang memuaskan diri kita, atau apakah kita mendekatkan diri kepada Allah karena yang kita inginkan adalah diri-Nya semata-mata?
Jiwa kita masih tetap mengetahui bahwa Allah mengatur segala sesuatu dan Ia tidak akan menahan hal yang baik dari kita selama Ia menghendakinya. Namun kedamaian yang lebih besar menantikan kita, kedamaian yang bukan dikarenakan keinginan kita dipenuhi, tetapi kedamaian karena berada dekat dengan Dia.