Pernahkah Saudara-saudari melihat sebuah gelas yang berisi air hanya separuh, sebagian terisi dan sebagian belum? Pernahkah Anda melihatnya dari dua sudut pandang yang berbeda? Bagian manakah yang Anda perhatikan, yang lebih menarik bagi Anda: yang kosong atau yang berisi? Bila kita berpikir dari sudut pandang positif, kita akan bersyukur karena gelas ini sudah terisi setengah; akan tetapi bila kita berpikir dari sudut pandang negatif, kita akan bersungut-sungut karena gelas itu masih kosong setengah.

 

Pada saat ini saya akan mengajak Saudara dan Saudari untuk melihat gelas ini sebagai perbandingan. Manusia sering berkeluh-kesah ketika menghadapi masalah demi masalah yang menghampiri, dan tidak jarang timbul perasaan bahwa Allah meninggalkan, tidak memberkati, tidak mengasihi, dan lain sebagainya. Berkat-berkat dari Tuhan yang selama ini diterima tidak kita perhitungkan, padahal Allah sudah berulang kali turut campur tangan dalam mengatasi setiap permasalahan kita. Tapi pada saat menghadapi tekanan, berkat-berkat itu seolah-olah musnah, tak meninggalkan bekas sedikit pun, seperti kata pepatah: “Panas setahun sirna karena hujan sehari”.

 

Seperti digambarkan di atas, kelemahan kita sebagai manusia saat menghadapi masalah adalah cenderung hanya melihat bagian gelas yang kosong. Padahal kalau kita mau merenungkan, kita akan menyadari bahwa berkat Tuhan itu senantiasa tercurah bagi setiap manusia. Bahkan untuk setiap hembusan nafas yang kita hirup pun sepatutnya kita mengucap syukur kepada Allah. Kita mungkin menganggapnya sepele, tapi hal yang tampak sepele itu punya pengaruh yang besar sekali. Coba bayangkan bila suatu saat kita terbangun dalam keadaan tidak perlu bernafas lagi—roh kita sudah terpisah dari raga dan kita sudah berada di tempat lain; apa yang akan kita perbuat? Itu baru sebagian kecil saja dari berkat yang diberikan Tuhan kepada kita. Masih banyak lagi berkat lain yang sulit digambarkan dan tak habis diceritakan dengan kata-kata, akan tetapi seringkali dilupakan.

 

Sebagai umat Kristen sepatutnyalah kita menyadari bahwa apa pun yang terjadi di dunia ini, dan khususnya apa pun yang terjadi pada diri kita, itu adalah berkat dari Tuhan. Entah berkat itu berupa jasmani yang sehat, harta yang berlimpah, sakit-penyakit, atau kemiskinan, kita yakin dan percaya bahwa semuanya itu mengandung maksud dan tujuan tersendiri dari Tuhan. Yang pasti, tidak ada satu pun rencana Tuhan untuk membuat manusia—khususnya umat-Nya—binasa, jasmani maupun rohani. Tuhan senantiasa ingin agar manusia berjalan dalam kebenaran Firman dan tidak mudah terbujuk oleh si iblis. Tuhan mengharapkan agar manusia dapat hidup taat seperti Nuh, saleh seperti Ayub, dan setia seperti Daniel, yang dipandang benar di hadapan Allah (Yeh. 14:14). Tentunya kita pun ingin dipandang benar di hadapan Allah. Maka berbuatlah seperti mereka.

 

Lukman Santoso

Warta Sejati 67