Berani Melangkah Seri Injil Matius (Bag 5)
Kumpulan Renungan Sauh Bagi Jiwa yang ditulis oleh pendeta, penginjil, siswa teologi dan jemaat Gereja Yesus Sejati di Indonesia
6. Perdebatan Tentang Tradisi
“Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.” (Matius 15:7-9)
Setiap kelompok masyarakat biasanya mempunyai tradisi atau adat istiadat masing-masing. Apalagi kita yang berada di Indonesia yang kaya sekali dengan keragaman suku dan budaya. Setiap suku mempunyai tradisi atau adat istiadatnya masing-masing. Sehingga ada sebuah peribahasa mengatakan, “Lain ladang, lain belalang, lain lubuk lain juga ikannya.” Pada umumnya, tradisi diartikan sebagai sebuah kebiasaan yang terus dilakukan secara turun-temurun di dalam suatu kelompok tertentu. Dan kebiasaan itu sudah diterima dan disepakati secara bersama, sehingga ketika ada seseorang tidak melakukan seperti kebiasaan yang ada, maka dianggap melanggar aturan kebiasaan yang ada.
Demikian juga dengan apa yang terjadi pada Tuhan Yesus dan murid-murid pada waktu itu. Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat mempermasalahkan murid-murid Tuhan Yesus yang tidak mencuci tangan terlebih dahulu ketika makan. Sedangkan dalam tradisi dan kebiasaan bangsa Yahudi, adalah sebuah keharusan untuk mencuci tangan terlebih dahulu sebelum mereka makan. Peristiwa ini lalu digunakan oleh orang Farisi dan para ahli Taurat untuk menyerang Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya.
Tetapi Tuhan Yesus juga menggunakan serangan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat untuk menegur dan mengingatkan mereka yang lebih mengutamakan tradisi atau adat istiadat daripada melakukan perintah Tuhan. Malah mereka sesungguhnya melakukan hal yang lebih parah lagi jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh murid-murid (Mat. 15:1-3). Mereka mengesampingkan perintah Tuhan demi melakukan tradisi turun temurun yang telah mereka buat sendiri. Tradisi yang ada pada saat itu, apabila seseorang telah memberikan persembahan kepada Tuhan, maka ia tidak perlu lagi memelihara orang tuanya. Dan tradisi ini dijadikan sebuah patokan kebenaran. Sedangkan dalam Sepuluh Hukum Tuhan, pada hukum yang kelima, sangat jelas dikatakan bahwa kita harus menghormati orang tua (Mat. 15:4-6; Kel. 20:12). Oleh karena itu, Tuhan Yesus mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang munafik yang seolah-olah melakukan perintah Tuhan, tetapi sesungguhnya yang mereka lakukan adalah perintah manusia; perintah yang mereka tetapkan sendiri menurut keinginan manusia (Mat. 15:7-9). Lalu bagaimana dengan kita?
Dalam setiap suku, budaya, dan daerah, pastilah terdapat tradisi dan kebiasaan yang sudah berlangsung secara turun temurun. Ketika kita lebih mengutamakan tradisi yang berlaku dibandingkan dengan perintah Tuhan, apa bedanya kita dengan orang-orang Farisi dan ahli Taurat? Lebih parah lagi, ketika tradisi dijadikan patokan kebenaran mutlak untuk dilakukan, sedangkan perintah Tuhan tidak kita pegang dengan baik. Seharusnya kita bisa memegang erat perintah-perintah Tuhan dan menjadikannya sebagai tradisi dan kebiasaan dalam kehidupan kita. Dengan demikian, kebiasaan yang kita bangun adalah sesuai dengan Firman Tuhan yang ada dalam kehidupan kita.
