Berani Melangkah Seri Injil Matius (Bag 5)
Kumpulan Renungan Sauh Bagi Jiwa yang ditulis oleh pendeta, penginjil, siswa teologi dan jemaat Gereja Yesus Sejati di Indonesia
23. Disesatkan dan Menyesatkan
“Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut.” (Matius 18:6)
Pada ayat sebelumnya Yesus berkata bahwa kita tidak akan dapat masuk ke dalam kerajaan surga jika kita tidak merendahkan diri dan menjadi seperti seorang anak kecil. Yang dimaksud dengan anak kecil adalah orang-orang yang memiliki pikiran yang polos dan sederhana dan bersikap rendah hati, sehingga mudah diajar. Orang-orang yang lemah juga dapat dikategorikan sebagai anak kecil. Karena pikirannya yang polos dan sederhana, orang-orang seperti ini cenderung mudah dinasehati. Sama seperti anak-anak, yang jika kita ajarkan hal-hal yang baik, mereka akan tumbuh menjadi anak yang baik, demikian pula sebaliknya. Jadi orang yang mengajarkan dan pengajarannya sangat besar dampaknya terhadap orang-orang seperti ini.
Apabila kita dengan sengaja memberikan pengaruh dan ajaran yang keliru terhadap ‘anak-anak kecil’, apalagi jika berkaitan dengan keselamatan dan kehidupan kekal, kita bersalah di hadapan Tuhan. Oleh karena itu, Tuhan Yesus mengecam orang-orang yang menyesatkan mereka dengan ajaran-ajaran yang tidak benar.
Penyesatan sudah ada sedari dulu. Apalagi di akhir zaman ini, iblis dengan sekuat tenaga berusaha menyesatkan semua orang, termasuk umat pilihan. Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat dengan maksud, sekiranya mungkin, menyesatkan orang-orang pilihan. Iblis tahu bahwa waktunya sudah semakin singkat, sehingga serangannya pun akan semakin gencar. Dia berusaha mengisi hati dan pikiran kita dengan ajaran-ajaran palsu, sehingga menimbulkan kebingungan dan kekacauan.
Maka, apa yang dinasihatkan rasul Paulus kepada Timotius ini berlaku juga bagi kita: “Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.” (1Tim 4:16) Kita harus meneladani jemaat di Berea, yang tidak serta-merta menerima setiap ajaran, melainkan menyelidiki dan membandingkannya dengan Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian.
Kita pun harus waspada. Jangan sampai kita sendiri disesatkan dan menyesatkan orang lain juga, baik secara sengaja atau pun tidak. Misalkan saja, di saat kita mengejar kesempurnaan rohani, tanpa sadar kita menerapkan standar kehidupan rohani yang bahkan melebihi standar “para rasul” dan kemudian membebankan saudara-saudari seiman yang lain untuk melakukan apa yang sudah kita anggap sebagai standar. Selain itu, sebagai seorang pengajar, guru agama, pemimpin persekutuan ataupun pengkhotbah, hendaknya dengan rendah hati bersemangat untuk mempelajari firman Tuhan lebih dalam–tidak sekedar mengutip penjelasan orang lain, melainkan sungguh-sungguh membandingkannya apakah penjelasan yang telah kita dengar sudah sesuai dengan maksud, tujuan dan konteks firman Tuhan yang sesungguhnya. Dengan demikian, perilaku kita maupun penjelasan firman Tuhan yang kita sampaikan tidak menyesatkan orang lain. Oleh karena itu, kita harus berusaha memiliki pengetahuan yang benar akan kebenaran, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan.
