Kumpulan Renungan Sauh Bagi Jiwa yang ditulis oleh Para Pendeta dan Jemaat Gereja Yesus Sejati di Indonesia
11. Menjadi Batu Sandungan Atau Tidak?
“Tetapi jagalah, supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah” (1 Korintus 8:9)
Sebuah batu yang tampaknya kecil dan tidak berarti ternyata dapat membuat kita tersandung dan terjatuh. Maka, ketika berjalan di tanah yang berbatu, kita perlu berjalan dengan berhati-hati agar tidak terjatuh karenanya. Ternyata, tidak hanya batu secara fisik yang perlu kita perhatikan. Kita juga harus memperhatikan yang namanya ‘batu sandungan’. Mungkin kita sudah sering mendengar sebutan ini. Tapi apa maksud dari istilah tersebut?
Batu sandungan merujuk pada perilaku kita yang dapat membuat iman kerohanian orang lain menjadi lemah dan jatuh. Perbuatan kecil yang salah dan yang kita sering anggap sepele ternyata dapat berpengaruh besar terhadap orang lain. Maka dari itu, sebelum melakukan sesuatu, mari kita pertimbangkan apakah dengan berbuat ini, orang lain akan menjadi lemah dan jatuh?
Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus menuliskan, “Karena itu apabila makanan menjadi batu sandungan bagi saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi, supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku” (1Kor 8:13). Agar tidak menjadi batu sandungan, Paulus tidak mau makan daging lagi – jika makan daging menjadi batu sandungan bagi orang lain.
Dari nasihat Rasul Paulus, kita mendapat sebuah pengajaran penting: kita memang telah dibebaskan oleh Kristus, tetapi kebebasan ini janganlah membuat kita menjadi batu sandungan bagi yang lemah. Perkataan dan tingkah laku kita dapat membuat orang lain tersinggung dan tersakiti. Jangan sampai diri kitalah yang justru menjadi alasan yang menghambat seseorang untuk menjadi pengikut Kristus. Selain itu, jangan sampai perbuatan, pemikiran, dan perkataan kita justru menjadi batu sandungan sehingga membuat orang lain menyimpang dari ajaran kebenaran Kristus.
Kadangkala, hal yang kita anggap sepele, justru dapat membuat orang lain tersandung secara rohani. Dengan adanya kemajuan teknologi, kebiasaan untuk bersosial media pun semakin berkembang. Sekarang ini, seseorang dapat mengunggah kegiatan apa pun yang ia lakukan: jenis makanan yang ia sedang makan, tempat rekreasi yang sedang ia kunjungi, jenis kegiatan hiburan yang ia sedang lakukan. Tanpa sadar, postingan demi postingan di sosial media akan jenis kegiatan tertentu yang dianggap tidak mendatangkan kemuliaan bagi nama Tuhan, justru dapat menjadi batu sandungan bagi orang-orang yang melihatnya – sehingga pada akhirnya melemahkan bahkan menjatuhkan iman kerohanian orang lain.
Maka dari itu, kita mau perhatikan kembali perilaku kita dan berhati-hati. Ingatlah bahwa kita bagaikan kitab yang terbuka dan selalu diperhatikan. Marilah kita menjadi contoh yang baik bagi orang-orang yang memperhatikan kita dan bagi mereka yang berada di sekitar kita.