SERAHKAN SEGALA KEKUATIRANMU KEPADA-NYA
Jason Hsu – Baldwin Park, California, Amerika Serikat
“Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu. Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” (1Petrus 5:6-8)
Rasul Petrus menasihati kita untuk menyerahkan segala kekuatiran kita kepada Tuhan karena Dia yang memelihara kita.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita sering lupa bahwa kehidupan kita dapat dipertahankan dan ditopang oleh karena pemeliharaan Tuhan. Jika Tuhan menarik tangan-Nya dari alam semesta, meskipun hanya sesaat, alam semesta tidak akan dapat bertahan sendiri (Ibr. 1:3).
Tetapi, kadang-kadang mata kita dibutakan terhadap pemeliharaan ini dan kita memerlukan Tuhan untuk mengingatkan kita bahwa Dialah yang menopang segala sesuatu di alam semesta ini – bukan hanya matahari, bulan, dan bintang-bintang – tetapi kita juga (Mzm. 63:9).
Saya akan membagikan dua pengalaman rohani yang mengungkapkan pelajaran penting yang diajarkan Tuhan kepada saya. Kedua pengalaman tersebut disebabkan oleh kelemahan daging; tetapi, sekaligus merupakan sebuah kesaksian akan kebesaran kasih karunia Tuhan.
Di hari-hari terakhir ini, sebelum Kristus datang kembali, kita harus semakin waspada, karena Iblis tahu bahwa waktu-Nya sudah dekat. Jadi kita harus merendahkan diri sendiri. Sadar, berjaga-jaga, sehingga kita dapat menang sampai pada kesudahan dunia.
Harapan saya adalah agar pengalaman-pengalaman yang saya bagikan ini dapat mengingatkan dan mendorong, tetapi yang terpenting, menanamkan kepada Anda luasnya jangkauan pemeliharaan Tuhan terhadap kita. Pemeliharaan dan perlindungan Tuhan jauh melampaui pengertian kita, manusia yang terbatas; kasih-Nya tidak dapat dibayangkan.
PENGANIAYAAN ROHANI
Pertama-tama saya akan membagikan pengalaman rohani lama yang mengajarkan pentingnya pengaruh pikiran kita terhadap keberhasilan menyelesaikan perjalanan kita menuju kerajaan Tuhan.
Bertahun-tahun yang lalu, tak lama setelah saya percaya Kristus, saya berusaha sekuat tenaga meneruskan pencarian rohani saya terhadap Tuhan setiap hari. Saya berdoa berjam-jam, bukan bermenit-menit, setiap hari. Saya membaca Alkitab sebanyak beberapa kitab, bukan beberapa pasal.
Waktu itu saya masih muda, tetapi saya berusaha sekuat tenaga mengubah hidup saya secara radikal bagi Tuhan. Tetapi kemudian iman saya mencapai titik rendahnya.
Selama masa itu, saya menghadapi penganiayaan dari keluarga dan teman-teman saya sendiri karena iman dan pencarian rohani saya. Penganiayaan yang saya hadapi bukanlah dalam bentuk ancaman luka badani ataupun kematian; melainkan penganiayaan emosi dan rohani, yang dapat menjadi jenis yang paling sulit diatasi.
Sulit sekali terus-menerus mendengar hal-hal seperti, “Mengapa kau berdoa begitu banyak?” “Apa yang salah denganmu?” “Kau aneh!” “Kau sudah tidak menyenangkan lagi diajak main. Daah.” Segera saja, Anda mulai merasa seolah-olah hidup Anda sudah mengambil belokan yang salah besar, sekalipun hati Anda tahu bahwa itu tidak benar.
Lubang Jurang Maut
Sebagai orang yang baru percaya, dihadapkan pada situasi seperti ini, saya menjadi sangat tertekan. Pada suatu malam, saat saya duduk di pojok tempat tidur, siap untuk tidur, saya berpikir, “Wah! Sulit sekali menjadi orang Kristen.” Saya hampir menyerah.
Kemudian saya mempunyai pikiran lain: “Mungkin neraka tidak seburuk itu. Bisa seburuk apa sih?” Sambil berpikir begitu, saya menjatuhkan punggung ke tempat tidur, tetapi bukannya menghantam bantal, saya jatuh ke dalamnya!
Apakah saya berpindah ke dimensi lain secara jasmani? Mungkin tidak. Namun demikian, secara rohani, saya merasa seolah-olah terjatuh ke lubang yang dalam. Karena beberapa alasan, saya punya gagasan bagus mengenai di mana saya berada. Saya berada di lubang jurang maut seperti yang dicatat dalam kitab Wahyu .
Bagaimana rasanya terjatuh ke lubang jurang maut?
Sulit sekali melukiskan perasaan yang timbul – kesepian, kegelapan, dan kebingungan tiada tara yang Anda rasakan – selagi Anda melayang turun ke dalam jurang yang gelap dan tanpa dasar. Saya hanya dapat membayangkan bahwa inilah yang dialami oleh Nabi Yunus ketika dibuang dari kapal dan terjatuh di laut yang menggelora (Yun. 1:15, 2:3).
Yang lebih buruk lagi, Anda melesat turun ke dalam kegelapan dengan kesadaran penuh akan tidak adanya dasar yang dapat mengakhiri kepiluan Anda.
Sewaktu saya terjun bebas ke dalam lubang yang gelap ini, saya merasa seakan diri saya berputar tak terkendali. Saya juga merasakan roh-roh yang dingin dan jahat – Iblis – berlarian melalui dan mengelilingi tubuh saya. Ketika roh-roh itu menembus tubuh saya, saya merasakan kepedihan mereka dan mendengar tangisan tanpa suara mereka.
Roh-roh yang dingin ini terus terbang di sekitar dan mengelilingi tubuh saya sewaktu saya bergulung-gulung ke arah bawah. Akhirnya, saya merasakan kegelapan yang amat sangat pekat di dalam lubang itu. Kegelapan yang tak dapat dibandingkan dengan kegelapan macam apa pun yang ada di bumi. Ini adalah kegelappekatan rohani yang mencekik Anda sampai Anda merasa akan mati lemas.
Selagi terjatuh, saya teringat kesaksian seorang saudara di Afrika yang ketika sedang berdoa mendapat penglihatan tentang hari penghakiman. Di dalam doanya, saudara itu melihat dirinya sedang menunggu dalam barisan berisi ribuan orang. Semua orang sedang menunggu giliran di hadapan takhta penghakiman Tuhan.
Semakin mendekati takhta, saudara itu melihat Tuhan Yesus duduk di atas takhta-Nya dengan mata menyala-nyala bagaikan api (Why. 1:14).
Takhta itu dikelilingi malaikat dalam jumlah besar. Kemudian saudara itu melihat bahwa kalau seseorang didapati layak memperoleh keselamatan Tuhan, semua malaikat akan bernyanyi dengan suara keras, dan orang tersebut disambut dengan hangat ke dalam kerajaan Tuhan.
Tetapi jika para malaikat tidak bernyanyi, maka orang itu akan digiring oleh dua malaikat, satu malaikat pada setiap lengannya, ke sebuah lubang besar. Saudara itu melihat jiwa-jiwa terkutuk ini menendang-nendang dan menjerit-jerit selagi digiring ke lubang jurang maut itu dan dilemparkan ke dalamnya secara paksa.
Ketika saya merenungkan kesaksian saudara ini dan membandingkannya dengan situasi saya di dalam jurang, saya menyadari bahwa saya tidak akan dapat keluar dari lubang itu tanpa pertolongan Tuhan. Jadi saya mulai mengucapkan “Haleluya” dengan suara pelan dan bertobat dari pemikiran saya yang salah.
Pada waktu itu saya berkata kepada Tuhan, “Aku tidak ingin begini. Tuhan, selamatkan aku.” Tiba-tiba, saya merasa seolah-olah tangan Tuhan mengambil roh saya dan mengangkat saya kembali ke dunia sekarang. Saya begitu bersyukur dapat kembali ke kamar saya sehingga saya terus memuji Tuhan.
Sejak saat itu, saya sadar bahwa saya tidak akan pernah mau menyerah dalam hal kehidupan rohani saya – tak peduli seberapa pun sulit keadaannya.
MENCARI CINTA DI TEMPAT YANG SALAH
Pengalaman rohani kedua yang saya terima datang bersama mimpi dan penglihatan, sebagai hasil dari mencari cinta di tempat yang salah.
Kita sering mencari cinta berdasarkan persyaratan kita sendiri dan di luar berkat Tuhan. Tetapi, Kidung Agung 2:7 mengajar kita agar jangan membangkitkan dan menggerakkan cinta sebelum diingininya. Banyak saudara dan saudari di gereja yang mencari cinta, dan sering kali kelihatannya begitu sulit, bahkan rasanya tidak mungkin ditemukan.
Cinta adalah berkat dan anugerah dari Tuhan; tetapi, cinta bukanlah sesuatu yang boleh tergesa-gesa kita bangkitkan sebelum saatnya yang tepat tiba. Melalui berkat Tuhan, orang dapat menemukan cinta sejati mereka.
Cinta juga merupakan panggilan Tuhan yang tertinggi. Menemukan seorang belahan jiwa untuk saling berbagi panggilan Tuhan yang tertinggi adalah perkara yang indah dan mulia di mata-Nya. Tetapi ketika kita mencari orang seperti ini, kita sering dihadapkan pada keputusan-keputusan dan situasi-situasi sulit di antara begitu banyaknya rintangan lain yang mungkin kita hadapi.
Keinginan daging termasuk rintangan terberat yang kita temui selagi kita menjalin hubungan dengan lawan jenis. Pikiran dan perbuatan yang penuh nafsu, bagaimanapun juga, tidak menghasilkan kebenaran Tuhan ataupun menolong kita membangun hubungan cinta yang sejati.
Malahan, perbuatan-perbuatan yang dilandai nafsu memperburuk hubungan cinta antara seorang pria dan seorang wanita yang dimaksudkan Tuhan sebagai sumber berkat dan sukacita antara sepasang suami dan istri.
Mengikuti Keinginan Daging
Beberapa waktu yang lalu, pada saat saya tidak berjaga-jaga dalam pencarian cinta, saya jatuh ke dalam perangkap nafsu. Karena saya tidak berjaga-jaga dalam pemupukan rohani, saya tidak dapat bertahan terhadap pencobaan-pencobaan daging. Yakobus 1:13, 14 berkata:
Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: “Pencobaan ini datang dari Allah!” Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun. Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya.
Keinginan daging kita yang penuh nafsu, sekalipun bukan percabulan ataupun perzinahan, bukanlah keinginan yang dikehendak Tuhan agar kita turuti.
Yesus bahkan memperingatkan kita untuk berhati-hati terhadap cara kita berpikir tentang lawan jenis pada saat memandangnya, dengan berkata: “Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya” (Mat. 5:28).
Jika kita harus waspada bahkan terhadap pikiran-pikiran kita, seberapa banyak kita harus waspada terhadap perbuatan-perbuatan kita, yang dihasilkan oleh pikiran-pikiran kita?
Orang-orang yang tidak percaya tidak dapat mamahami efek samping rohani yang ditimbulkan oleh pikiran atau perbuatan penuh nafsu mereka. Bagi mereka, nafsu adalah kecenderungan alamiah yang harus dituruti seperti orang kelaparan yang berada di tempat makan-sepuasnya (lihat Mat. 4:2-4).
Mengapa orang yang lapar harus menolak makanan? Tetapi Roma 8:6 memperingatkan kita, “Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera.”
Ketika saya berdosa terhadap Tuhan melalui keinginan-keinginan daging saya, “akal sehat” saya tahu bahwa yang saya lakukan itu salah; saya bahkan tahu bahwa pada saat itu iman saya sedang lemah dan bahwa saya harus lebih berhati-hati.
Tetapi, saya menguji Tuhan karena alasan-alasan pribadi. Karena keyakinan saya terhadap hal-hal lahiriah (Flp. 3:3), saya begitu yakin bahwa segala sesuatu dapat saya kendalikan sehingga tidak menyadari bahwa saya telah jatuh ke dalam dosa.
Mempelajari Pelajaran yang Sulit
Melalui pengalaman dan kesalahan-kesalahan dalam kehidupan, saya telah mempelajari pelajaran yang sulit tetapi penting dari Tuhan.
Kadang-kadang, ajaran-ajaran Tuhan itu sulit ditelan, dan beberapa nubuat Tuhan itu sulit diucapkan (Why. 10:9-11). Tetapi firman dan kebenaran Tuhan harus selalu diambil, dimakan, dan dinyatakan – di masa-masa kegelapan sekalipun.
Dengan kasih, Tuhan membawa kita keluar dari kegelapan dan mengajari kita pelajaran-pelajaran sulit – pelajaran-pelajaran yang mungkin tidak ingin kita pelajari atau pelajaran-pelajaran yang kita pikir sudah kita ketahui.
1 Korintus 10:12-13 mengajarkan:
“Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh! Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya.”
Saya sudah berulang kali membaca ayat-ayat ini di masa lalu, tetapi kadang-kadang hanya pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh kehidupanlah yang dapat mengajarkan maknanya.
Pekerjaan menanggung dosa-dosa sendiri itu suatu beban yang berat. Hanya Tuhanlah yang mengetahui jalan untuk keluar dari pencobaan. Setelah berdosa terhadap Tuhan, saya berpikir, “Mengapa Tuhan tidak menghukum aku?” Saya menunggu dan berdoa meminta tanda dari Tuhan untuk menunjukkan dengan jelas arah yang harus saya ambil.
Seaneh kedengarannya, saya memang benar-benar menantikan penghakiman Tuhan atas diri saya dengan penuh harap. Saya hampir-hampir ingin agar Tuhan mengambil kembali Roh Kudus saya atau melakukan sesuatu sehingga saya dapat “terjaga” dari kelelapan rohani saya. Tetapi tanda dari Tuhan tidak kunjung datang … sampai suatu malam.
MIMPI “KARTU HITAM”
Seperti tidur-tidur lainnya, tidur rohani juga memberikan kenyamanan yang sementara kepada daging. Dan pada malam ketika tanda dari Tuhan akhirnya datang, saya tidur nyenyak sekali.
Malam itu saya mendapatkan mimpi yang tidak biasa, padahal saya jarang bermimpi. Dalam mimpi itu, saya melihat diri saya berada di sebuah ruangan bersama ayah. Saya memiliki sebuah kartu hitam, tetapi saya menyembunyikannya dalam Alkitab yang saya bawa.
Entah bagaimana saya tahu bahwa kartu hitam itu memiliki kekuatan yang besar dan jahat, sehingga saya menyembunyikannya agar tidak memengaruhi orang lain. Saya juga tahu bahwa saya ingin – dan harus – memusnahkan kartu itu. Yang tidak saya sadari, sampai beberapa waktu kemudian, adalah betapa mimpi saya terdengar mirip adegan film.
Saya tidak ingin siapa pun melihat atau mengambil kartu hitam itu, terutama karena saya ingin memusnahkannya. Jadi saya menyembunyikannya. Karena beberapa alasan, saya paham bahwa siapa saja yang memiliki kartu itu akan menjadi Iblis pamungkas – si antikris. Jadi saya merasakan betapa pentingnya menyimpan kartu tersebut, tetapi pada saat yang sama, saya ingin memusnahkannya.
Duduk di ruangan itu bersama ayah, beliau mulai menanyakan Alkitab saya. Saya ingat betapa anehnya mendengar ayah menanyakan Alkitab. Karena mereka yang mengenal ayah tahu bahwa beliau tidak akan pernah membaca Alkitab.
Tetapi saya mulai mengemukakan alasan karena saya tidak ingin memberikan Alkitab itu kepadanya. Saya tahu bahwa ayah, sebagai seorang yang tidak percaya, tidak sungguh-sungguh menginginkan Alkitab tersebut. Yang sesungguhnya beliau inginkan adalah kartu hitam yang tersembunyi di dalam Alkitab saya.
Setelah itu, saya melihat diri saya berada di dalam sebuah mobil baru yang sedang meluncur bersama saudara perempuan saya dan temannya, yang menyombongkan mobil barunya. Ketika kami menghentikan mobil dan ngobrol, saya mulai merasakan bahwa saudara perempuan saya dan temannya ditarik kepada kartu hitam yang ada di dalam Alkitab.
Saya bergegas keluar dari mobil karena tidak ingin terjebak di bangku belakang mobil. Sewaktu kami semua keluar, saya sudah waspada terhadap saudara perempuan saya dan temannya.
Tiba-tiba mereka berdua menyergap saya untuk merebut Alkitab. Takut membahayakan hidup saya dan mereka, saya melarikan diri. Saya tahu bahwa saya harus pergi dari sana.
PENGLIHATAN PERANG ROHANI
Seketika itu juga, saya mendapat penglihatan, banyak malaikat terbang di depan saya. Malaikatnya begitu banyak sampai saya tidak dapat menghitungnya. Para malaikat berkumpul di dua sisi, mereka saling berhadapan dengan kecepatan tinggi dan kekuatan dahsyat.
Saya belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya, tetapi saya tahu bahwa satu kumpulan malaikat mewakili yang baik dan kumpulan yang lain mewakili yang jahat.
Ketika para malaikat itu saling menderu ke arah yang lain, mereka berbenturan dengan kekuatan yang begitu hebat sehingga menimbulkan gelombang udara berkekuatan besar. Kemudian saya melihat dimaklumkannya permulaan peperangan rohani yang sengit. Saya tahu bahwa perang ini adalah jenis perang rohani yang sama dengan yang digambarkan dalam Wahyu 12:7-8.
Namun demikian ada perbedaannya: dalam Wahyu 12:7-8, pemimpin malaikat, Mikhael, dan para malaikatnya menang, tetapi, dalam penglihatan saya, para malaikat jahat yang menang. Pada saat itu, hati saya begitu terguncang sehingga terjaga.
Saya bangun dengan kesadaran penuh di kamar yang gelap. Saya sadar bahwa ini bukan lagi penglihatan melainkan kehidupan nyata. Segera sesudah itu, saya merasakan kehadiran sosok jahat yang mendekat dengan cepat dari sisi kanan saya. Iblis datang dan mendekat dengan cepat.
Pada saat itu saya panik karena tahu bahwa saya tidak punya banyak waktu. Rasanya saya tidak pernah merasa setakut itu seumur hidup saya. Saya cepat-cepat berlutut dan mulai berdoa di dalam Roh. Sewaktu berdoa, saya merasakan ada cakar-cakar yang mencengkeram kerongkongan saya. Satu kuku yang sangat tajam milik salah satu cakar tersebut tepat menekan jakun saya.
Cakar itu berusaha menusuk saya seakan ingin membunuh, tetapi ada sesuatu yang menahannya. Pada saat yang sama, saya sedang berusaha mengucapkan “Haleluya”. Tetapi saya hampir tidak dapat berbicara karena cakar-cakar di sekeliling kerongkongan saya dan kuku tajam itu menekan jakun saya dengan kekuatan besar.
Saya merasakan kekuatan besar yang ada di tangan berkuku itu. Tetapi saya tak hentinya takjub mengapa kuku itu tidak bisa menusuk saya.
TANGAN PENYELAMATAN DAN PESAN TUHAN
Selagi kuku yang tajam itu menekan dan terus menekan leher saya dengan kuat, saya tak hentinya bertanya-tanya mengapa kuku itu tidak bisa tembus. Akhirnya saya sadar bahwa Tuhan melindungi saya. Tetapi pada hari-hari itu saya merasa begitu jauh dari Tuhan sehingga saya mulai bertanya-tanya mengapa Tuhan masih mau mengasihi dan melindungi saya.
Tiba-tiba, saya merasakan hadirat Tuhan yang kuat datang pada diri saya, dan saya mulai berdoa dalam kepenuhan Roh. Tuhan menanamkan kepada saya dua pesan penting dalam doa itu, yang sekarang akan saya bagikan kepada Anda.
Pertama, Tuhan menekankan bahwa kita tidak dapat bertahan hidup atau bahkan sekadar bertahan tanpa anugerah dan perlindungan kasih-Nya. Saya sudah mengetahui kebenaran itu sebelumnya, tetapi tidak pernah sungguh-sungguh memahaminya. Tetapi dalam doa itu, Tuhan mencelikkan mata hati saya, dan saya memahami kebenaran itu dengan begitu jelas, sejernih kristal. Anugerah Tuhanlah yang membuat saya tetap hidup dan menopang saya di sepanjang dosa dan kelemahan saya.
Kita mengenal banyak kebenaran dengan “akal sehat”, tetapi sebelum Tuhan menyatakannya ke dalam hati kita dan di dalam roh, kita sering tidak dapat sepenuhnya memahami kebenaran-kebenaran-Nya.
Kebenaran bahwa hanya Tuhan yang dapat menopang dan melindungi kita dari Iblis bukanlah hal yang baru ataupun suatu perubahan besar; sebaliknya, itu adalah permohonan yang bisa ditemukan dalam doa Bapa Kami: “Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat” (Mat. 6:13).
Pesan kedua yang disampaikan Tuhan kepada saya adalah: “Engkau harus menyaksikan pengalamanmu bagi-Ku – demi kepentingan saudara-saudarimu yang lain.” Karena banyak pemikiran mulai berkelebatan ke dalam benak saya, saya bertanya kepada Tuhan, “Haruskah?” Tuhan tidak perlu menjawab dengan suara keras menggelegar, sebab Dia telah menaruh jawabannya di dalam hati saya.
Tetapi saya menunda untuk menceritakannya dan, mungkin berusaha untuk melupakannya. Atas dosa ini, saya harus bertobat lagi kepada Tuhan dan meminta maaf kepada orang-orang yang dikasihi Tuhan. Walaupun saya berusaha untuk melupakannya, Tuhan tidak membiarkan saya lupa. Jadi saya berkata kepada Tuhan bahwa saya akan menuliskannya, yang sudah saya lakukan sekarang. Dan demikianlah saya membagikan pesan ini kepada Anda.
“Karena tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. Apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah. Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” (Mat. 10:26-28; lihat Pkh. 12:14)
Setelah pengalaman itu, saya sempat bertanya-tanya mengapa Tuhan begitu mendesak saya untuk menyampaikan kesaksian.
Saya memahami dua hal: (1) Tuhan ingin mengajarkan kerendahan hati yang telah saya lupakan dan mengajarkan bahwa di dalam kerajaan-Nya tidak ada perkara semacam kebanggaan pribadi; dan (2) Tuhan menyatakan kepada saya bahwa ada saudara-saudari lain yang melakukan dosa yang sama atau malah lebih buruk.
Saya mendorong saudara-saudari tersebut untuk memasukkan pengalaman saya ini ke dalam hati dan segera berbalik kepada Tuhan dan jalan-Nya.
Saya akan menutup tulisan ini seperti saya memulainya, dengan nasihat ini: serahkanlah segala kekuatiranmu kepada Tuhan, sebab Ia yang memelihara kamu. Kita semua, ada kalanya, akan menghadapi kesulitan-kesulitan karena tekanan hidup. Kita semua akan berjumpa dengan kegelisahan-kegelisahan karena keputusan-keputusan yang harus diambil dalam kehidupan. Tetapi marilah kita menjumpainya bersama Tuhan. Bukan Dia yang tidak memelihara, tetapi kitalah yang tidak menyadari berapa banyak Dia memperhatikan kita.
Melalui pemeliharaan-Nya, Tuhan akan membawa kita ke dalam kerajaan-Nya.
Saya berdoa agar Tuhan menggunakan kesaksian saya ini sesuai dengan maksud-Nya. Segala kemuliaan dan hormat hanya bagi Raja yang mulia. Hanya Dialah yang layak kita sembah dan puji. Amin.
Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah. (Mzm. 55:23)