PENGALAMAN SAAT BERDOA
Sdri. Pang Fong-Yee – Rumah Doa Cambridge, Inggris
Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus saya bersaksi. Kesaksian saya tidak menceritakan mujizat alam yang hebat, ataupun angin, atau api, atau gempa bumi (1Raj. 19:11-12), tetapi menceritakan kasih penyertaan Tuhan yang besar pada diri saya.
Pada bulan Maret 2016, anak perempuan saya menghadapi ujian medis akhir. Walaupun saya telah berjanji untuk datang dan tinggal bersamanya selama pekan-pekan ujian, saya tidak dapat memenuhi janji saya karena tanggung jawab keluarga yang lain. Yang saya dapat lakukan, adalah mendukungnya dalam doa dari rumah. Ia menerima pengaturan ini dan memberikan jadwal ujiannya kepada saya. Setiap hari saya mengingatkannya untuk berdoa kepada Bapa di surga memohon agar dapat tidur nyenyak.
Pada hari pertama ujian, yang berlangsung selama dua jam, saya sedang bersiap-siap berdoa kepada Tuhan agar pikiran anak saya jernih dan percaya diri menghadapi pertanyaan dan skenario ujian dari para penguji. Namun sebuah pikiran tiba-tiba datang, “Tentunya saya tidak dapat menghabiskan waktu memanjatkan permohonan yang sama berulang kali…” Lalu sebuah ayat Alkitab muncul dalam benak saya, “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.” (Rm. 8:26). Saya menyadari bahwa yang harus saya lakukan adalah berdoa dalam bahasa roh dan membiarkan Roh Kudus berdoa bagi saya. Setelah mendapatkan pikiran ini, saya meneruskan doa saya memuji Tuhan hanya dengan kata-kata “Haleluya.” Rasanya surgawi, seakan saya sepenuhnya bersekutu dengan Tuhan.
Ketika rasa sukacita ini masih menyelubungi dan menggetarkan saya, saya melihat sebuah penglihatan – bayangan tiga orang di depan latar corak warna matahari terbenam. Orang yang ada di tengah tampak lebih tinggi. Ketika saya terus melihat, penglihatan itu berubah menjadi tiga dimensi. Saya kemudian menyadari bahwa saya sedang menyaksikan sebuah peristiwa dari peperangan di Rafidim, dalam Keluaran pasal 17. Apa yang saya lihat adalah sudut pandang dari belakang Musa, Harun, dan Hur. Mengapa Musa tampak lebih tinggi? Karena ia sedang duduk di atas sebuah batu yang besar, sementara Harun dan Hur berlutut di tanah, di dua sisi Musa untuk menyokong kedua tangannya – Musa meletakkan dua siku lengannya pada pundak Harun dan Hur, sembari masih memegang tongkatnya. Mereka sedang mendoakan bangsa Israel sedari pagi.
“Tuhan…” saya menggetarkan suara. Allah mengajarkan saya sebuah pelajaran tentang doa syafaat. Doa ini adalah sebuah bentuk pengorbanan – pengorbanan waktu dan pengujian kesabaran. Dibandingkan Musa, Harun dan Hur yang berdoa sejak dini hari sampai sore, doa saya selama dua jam rasanya seperti bukanlah apa-apa!
Sukacita atas hadirat Tuhan terus meliputi diri saya, tetapi keraguan perlahan-lahan merasuk, “Apakah Engkau memberikan sedikit pertolongan, Tuhan? Apakah ini hanyalah pengharapan belaka?” Puji Tuhan, saya langsung menerima jawaban-Nya: “Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.” (Mrk. 11:24). Setelah dua jam berdoa, anak saya menelepon dan berkata, “Ujiannya tidak jelek.” “Saya tahu,” jawab saya, “Tuhan kita Yesus Kristus sudah memberitahukannya.”
Jadi, selama ujian berlangsung saya terus mendoakan anak saya setiap hari. Akhirnya anak saya mendapatkan pemberitahuan dari universitas di akhir bulan Maret bahwa ia berhasil lulus, dan di bulan Juni ia mendapatkan kelulusan dengan prestasi istimewa.
Terpujilah Tuhan yang ajaib. Kiranya segala kemuliaan bagi-Nya! Amin.