MASA BERGEJOLAK PERCAYA DALAM KEBENARAN
Pnt. Wang Qin-Ru
Wang Qin-Ru lahir pada tahun 1943. Saat ini ia tinggal di Desa Dongpu, Kota Sanshan, Fuqing, Provinsi Fujian. Ia adalah penatua yang disegani di antara gereja-gereja di Kota Fuqing.
TERSIKSA OLEH PENYAKIT ANEH, KAKEK SAYA LETIH, JASMANI DAN ROHANI
Kakek saya, Wang Hong-Fu, yang mengambil nama kudus Paul Wang setelah mengikuti iman ayahnya ketika masih kecil, dahulu adalah jemaat dari denominasi lain. Ketika kakek saya masih muda, ayahnya meninggal dunia, sehingga istrinya, nenek buyut saya, jatuh miskin. Dengan bantuan dan dorongan dari jemaat gereja tempat ia beribadah pada saat itu, nenek buyut saya menjadi pendeta. Kakek saya menimba ilmu di sekolah-sekolah Kristen; dan semua biayanya ditanggung oleh gerejanya pada saat itu. Setelah lulus dari salah satu universitas di Fuzhou, kakek mengikuti jejak ibunya dan menyerahkan hidupnya menjadi pendeta. Ia diutus untuk memberitakan injil di wilayah-wilayah sekitar Shunchang di Provinsi Fujian Utara, dan ditahbiskan menjadi pendeta di usia 25 tahun.
Kakek saya setia melayani Tuhan, menjalani hidup yang saleh, mengasihi orang dengan tulus, dan selalu memancarkan harum Kristus dalam hidupnya. Setiap pagi dan petang, kakek saya membawa seluruh keluarga untuk berdoa di hadapan Tuhan untuk membiasakan keluarganya untuk berdoa dan membantu mereka membangun kehidupan rohani untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Setiap tahun dari bulan Januari sampai Desember, ia akan membaca seluruh Alkitab sebanyak satu kali. Kemudian, karena ia tidak terbiasa dengan iklim di Provinsi Fujian Utara, ia kembali ke Kota Fuqing (Fujian Selatan). Jadi ia meneruskan pekerjaan penggembalaan di wilayah Nanxitingcun dan Bushang. Melalui rencana kakek saya, sebuah gereja didirikan di Sandouding.
Kakek saya mengasihi Allah dengan sepenuh hati dan melayani Tuhan dengan setia. Walaupun ia tekun dan mencurahkan segenap tenaganya untuk gereja dan membangun injil, ia menderita suatu penyakit aneh yang menyebabkan tremor (Red.: gerakan gemetar tidak terkendali yang terjadi secara berulang, tanpa disadari, dan terjadi di satu atau beberapa bagian tubuh yang tak terkendali dan tiba-tiba). Selama 12 tahun ia masih dapat membaca buku dan Alkitab, menggendong anak, dan memegang benda. Namun, setiap kali keadaannya memburuk, seluruh tubuhnya akan bergetar tanpa kendali dan apa pun yang ada di tangannya akan terlempar. Karena ia seringkali hanya dapat terbaring di tempat tidur, nenek saya harus memperhatikan dan mengurus segala kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Selama 12 tahun penyiksaan itu, kuku-kuku tangan dan kakinya lepas; kepala dan lehernya penuh dengan lecet. Ia mendapatkan perawatan khusus di berbagai rumah sakit, tetapi ia tidak kunjung sembuh. Gereja tempat ia beribadah pada saat itu mendatangkan seorang dokter terkenal dari Amerika untuk mengobatinya, tetapi sia-sia saja. Dokter itu berkata bahwa penyakitnya tidak dapat disembuhkan; hanya melalui Tuhan ia dapat disembuhkan. Sejak itu, kakek saya tidak lagi mengandalkan dokter atau pengobatan; sebaliknya, ia sepenuh hati percaya kepada Bapa di surga. Ia sering berpuasa dan berdoa di segala waktu dan juga sepanjang malam. Pada waktu itu, seorang pendeta dari negara lain dan jemaat-jemaatnya mendoakan kakek saya dengan iman dan kasih; memohon anugerah dan kemurahan Tuhan. Walaupun demikian, keadaannya tidak kunjung membaik, malah memburuk.
Kakek saya adalah seorang pendeta yang memberitakan kasih dan kemahakuasaan Allah ke dunia, tetapi ia tidak melihat kemurahan Allah maupun kuasa-Nya pada dirinya sendiri. Karena itu, ia merasa putus asa, sedih, dan kehilangan harapan. Melewati pagi yang cerah dan malam yang sunyi, sendirian kakek saya menyeka air matanya dan meminum cawan pahit ini seorang diri. Ia tidak dapat merasakan sukacita penyertaan Allah maupun mengalami kuasa Roh Kudus. Yang dapat ia rasakan hanya perasaan hampa dan keputusasaan.
Pada akhirnya Kakek meninggalkan pekerjaannya sebagai pendeta. Ia membeli sebuah rumah tua di Desa Daoxia*1 dan sebidang ladang di atas bukit untuk menanam pohon-pohon buah. Ia bermaksud untuk memupuk rohaninya sendiri di tempat yang sunyi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, dan juga untuk memelihara kehidupan seisi rumahnya dengan bercocok tanam. Perkumpulan misionaris luar negeri masih menyokong keluarga kami dengan santunan biaya hidup 180 dolar perak setiap tahun. Pada waktu itu, satu pikul (sekitar 60,5 kilogram) gandum mempunyai nilai 1,8 dolar perak. Ayah saya dan saudara-saudaranya terus belajar di sekolah Kristen dengan cuma-cuma. Walaupun kakek saya sakit, kerohanian dan staminanya masih cukup baik. Ia sering mengumpulkan jemaat untuk berdoa dan mempelajari Alkitab bersama-sama, dan sungguh-sungguh mengajak mereka untuk mengasihi Tuhan dengan tekun dan setia memegang firman-Nya.
* 1 Desa Daoxia berada dekat Desa Yangmen, Kota Longtian. Desa ini sudah tidak ada lagi.
KAKEK SAYA BERSUKACITA KARENA IA SEMBUH
Di tahun 1926, beberapa jemaat gerejanya di Kota Jiangjing, di antara lain He Cheng-Dang dan He Yang-Yi menjadi pecandu ganja, dan harta kekayaan mereka habis. Dalam keputusasaan, mereka mendengar ada sebuah gereja di Kota Jiangkou, Putian, dapat menolong orang-orang untuk membuang kebiasaan buruk dan kecanduan mereka melalui doa; karena itu mereka pergi ke sana bersama-sama. Ketika mereka melewati rumah kami, mereka berkunjung dan memberitahukan kakek saya tentang hal itu. Kakek saya merasa aneh, jadi ia memberitahukan mereka, “Setelah kembali dari Jiangkou, kunjungi saya dan beritahukan apa yang kau lihat dan dengar.”
Setelah tujuh hari, He Cheng-Dang dan beberapa orang lain datang kembali ke rumah kami. Mereka memberitahukan kakek saya tentang apa yang mereka lihat dan dengar di Jiangkou. Mereka berkata bahwa gereja yang mereka kunjungi disebut Gereja Yesus Sejati (GYS). Jemaat gereja itu memegang hari Sabat, melakukan baptisan di air yang hidup, melakukan basuh kaki dan sering berkata “Haleluya” dalam doa. Gereja itu juga menekankan perlunya berdoa memohon Roh Kudus untuk memenuhi hati; dan hanya satu ketul roti tidak beragi dan sari buah anggur yang murni digunakan untuk Perjamuan Kudus. Mereka juga memberitahukan kakek saya bahwa mereka sudah sembuh dari kecanduan ganja dalam satu minggu mereka berada di sana; dan mereka bertekad untuk mendirikan GYS di kota kediaman mereka. Ketika mereka kembali, mereka juga mengajak Dk. Zheng Yong-Sheng dari GYS untuk memberitakan injil di Kota Jiangjing.
Ketika mendengar nama “Gereja Yesus Sejati” dan “lima dogma” yang dipegang ketat oleh GYS, kakek saya tidak menyukainya. Ia memarahi He Cheng-Dang dan orang-orang lain, “Apakah benar ada yang namanya Yesus yang benar atau Yesus yang palsu?” Selama beberapa hari, ia merenungkan perkara ini dan pikirannya gusar dan gelisah. Setelah itu, ia meminta seorang pendeta yang tinggal di Desa Yangmen ke Jiangjing untuk bertemu dengan Dk. Zheng Yong-Sheng untuk berdebat tentang kebenaran. Namun pendeta itu tidak bisa berkata apa-apa ketika Dk. Zheng menggunakan Alkitab untuk menjelaskan kebenaran. Pendeta tersebut melapor kembali ke kakek saya dengan penjelasan panjang lebar tentang apa yang terjadi dalam perdebatan dan ayat-ayat Alkitab yang dikutip oleh Dk. Zheng. Dengan hati-hati kakek saya memeriksa dan mempelajari ayat-ayat yang dikutip Dk. Zheng; dan ia merasa bingung. Pikirnya, “Saya sudah mempelajari Alkitab sejak muda dan menjadi pendeta bertahun-tahun. Tetapi mana mungkin saya tidak mengerti kebenaran Alkitab yang dijelaskan oleh Dk. Zheng?” Karena itu, ia memutuskan untuk pergi sendiri ke Jiangjing untuk menjelajahi dan memahami GYS lebih mendalam.
Suatu hari, kakek saya meminta seseorang untuk menggunakan tujuh gulung kain yang tebal untuk mengikat dirinya ke kursi mobil karena ia takut tremor yang ia idap menyebabkannya jatuh tiba-tiba. Ditemani oleh nenek buyut saya, ia meminta orang-orang untuk membawanya ke Jiangjing. Ketika mereka tiba di GYS Jiangjing, beberapa anak penasaran dengan penampilannya dan menimbulkan hingar bingar. Dk. Zheng keluar; dan ia juga terheran-heran dengan apa yang ia lihat. Kemudian kakek saya memberitahukan maksud kunjungannya kepada Dk. Zheng dan juga tentang 12 tahun penderitaannya oleh karena penyakit yang aneh. Setelah mendengarkan, Dk. Zheng berbelas kasihan dengan kakek saya dan tiba-tiba dipenuhi dengan Roh Kudus. Ia menumpangkan tangannya ke atas kepala kakek saya dan berkata dengan nyaring, “Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, saya melepaskan belenggumu!” Lalu ia menyuruh seseorang untuk melepaskan kakek saya dari ikatan kursi mobil. Dengan segera kakek saya merasakan kuasa dan kekuatan yang ajaib; dan merasa sangat tenang. Dk. Zheng memegang tangan kakek saya dan membantunya keluar dari mobil. Lalu ia berjalan ke dalam gereja tanpa kesulitan, dan duduk untuk mendengarkan kebenaran. Karena ia telah mengalami kuat kuasa Roh Kudus, kakek saya mengesampingkan prasangkanya dan dengan rendah hati mendengarkan kebenaran. Bersama Dk. Zheng, ia mempelajari Alkitab dengan sungguh-sungguh dan menyelidiki kebenaran. Pada hari keenam dalam kunjungannya, yang merupakan hari Sabat, kakek saya digerakkan oleh roh untuk menerima baptisan air di air yang hidup. Keesokan harinya, kakek saya berjalan kaki sejauh 30 kilometer sendirian dari Jiangjing dan sampai ke rumah dengan selamat.
BERTEKAD UNTUK PERCAYA PADA KEBENARAN, KAKEK SAYA MENINGGALKAN KEYAKINANNYA YANG LAMA
Ketika nenek saya melihat suaminya berjalan pulang tanpa bantuan, ia sangat bergembira dan penuh dengan sukacita. Kakek saya menjelaskan kepadanya panjang lebar tentang apa yang ia lihat dan ia dengar selama seminggu di Jiangjing. Setelah itu, nenek saya berkata, “Ketika saya sedang memintal di pagi dini hari kemarin (hari Sabtu), saya tiba-tiba mendengar suatu suara dari atas berseru, “Hari Sabat! Hari Sabat!” Suara itu berulang kali menyerukan kata-kata yang sama sebanyak tiga kali. Saya lalu menjawab, “Tuhan, saya sadar besok adalah hari Minggu. Saya tidak akan lupa.” Tetapi sebenarnya saya tidak tahu apa yang sedang terjadi.” Kakek saya berkata, “Kita harus beribadah di hari Sabat karena ini adalah perintah Allah; dengan jelas dituliskan dalam Sepuluh Perintah (Kel. 20:8-11). Kemarin adalah hari Sabat; Tuhan juga mengasihimu sehingga menyatakan hal ini kepadamu.” Kakek nenek saya kemudian merapikan dan membersihkan rumah. Mereka ingin mendirikan GYS di rumah untuk memberitakan kebenaran. Sebelumnya, kakek saya kesulitan menggunakan kaki dan tangannya, dan mudah letih karena penyakit yang ia alami. Tetapi sekarang ia dapat memindahkan sebuah batu gerinda yang beratnya beberapa belas kilogram. Ini adalah bukti bahwa Allah yang maha kuasa menyertainya begitu ia menerima kebenaran sesuai dengan Alkitab.
Kakek saya tidak puas dengan penyertaan Allah pada dirinya sendiri. Ia tidak puas apabila hanya seisi rumahnya yang menerima keselamatan dan masuk ke dalam kerajaan surga yang mulia di masa depan. Ia sungguh-sungguh berharap agar lebih banyak orang datang untuk sungguh-sungguh mengenal Allah dan menerima keselamatan rohani yang penuh berkat. Karena itu, dengan sungguh-sungguh ia bersaksi kepada pendeta-pendeta dan jemaat gereja tempat ia beribadah dulu tentang keyakinannya; dan berkat-berkat yang ia terima dari Allah sejak ia menerima kebenaran.
Melalui kuasa dan kekuatan Roh Kudus, banyak jemaatnya dan bahkan pendeta-pendetanya meninggalkan ajaran-ajaran lama dan bergabung dengan GYS. Rumah kami kemudian menjadi sebuah gereja, dan jumlah jemaat bertambah setiap hari. Kakek saya memahami bahwa Roh Kudus adalah jaminan warisan surgawi kita. Ia juga sepenuhnya menyadari bahwa Roh Kudus adalah mata air hikmat dan kuasa yang dibutuhkan untuk membangun gereja dan memberitakan injil. Karena ia berdoa dengan sungguh-sungguh; berdoa dan berpuasa semalam-malaman. Ia memohon agar dirinya penuh dengan Roh Kudus untuk menerima kekuatan yang lebih besar. Karena itu, ia berpuasa dan berdoa selama 39 hari tanpa makan dan minum. Dari sini kita dapat melihat bagaimana ia takut akan Allah dan merindukan Roh Kudus. Ia terus berdoa dengan tulus. Di hari ke-125 setelah menerima kebenaran, ia dipenuhi Roh Kudus dan berbicara dalam bahasa roh; karunia berharga yang belum pernah ia alami sebelumnya. Ia penuh dengan sukacita, seperti telah mendapatkan harta yang tak ternilai. Sejak saat itu, ia memberitakan injil lebih giat lagi, semakin tekun ikut serta dalam pekerjaan kudus, dan lebih rajin bersaksi untuk gereja sejati.
Keputusan kakek saya untuk percaya di GYS mencengangkan gerejanya dulu di Sanshan dan perkumpulan misionaris luar negeri. Para pendeta, penginjil, dan jemaatnya terus mendatangi rumah kami dan membujuk kakek saya untuk mengenali kebenaran dan segera kembali kepada keyakinannya yang lama. Sembari itu, mereka mengolok, menyerang, menganiaya, dan menghujat GYS. Lebih lagi, mereka mengejek iman dan karakter kakek saya, menghinanya. Selain itu mereka bahkan juga mengancam keluarga kami. Namun kakek saya sudah mengesampingkan kehormatan pribadi dan kemuliaannya, dan memperhitungkan segala sesuatu sebagai sampah demi Kristus. Ia hanya mempedulikan bagaimana ia dapat membela firman Tuhan dengan hidupnya, dengan pengalamannya akan anugerah Allah dan kebenaran Alkitab yang tak terbantah. Untuk menunjukkan ketulusan dan tekadnya pada imannya yang baru, kakek saya memutuskan untuk tidak lagi berhubungan dengan gerejanya dulu dan perkumpulan misionaris luar negeri. Ia mengembalikan kartu identitas kependetaannya, menolak tunjangan hidup mereka, dan mengeluarkan ayah dan paman-paman saya dari sekolahnya dan kembali ke rumah. Semuanya ini sungguh-sungguh menunjukkan mentalitas seorang jemaat gereja sejati yang teguh dan setia dan tekadnya untuk mempertahankan integritasnya.
MENOLAK TUNJANGAN MENYUSAHKAN SELURUH KELUARGA
Sejak kakek saya menolak tunjangan hidup dari perkumpulan misionaris luar negeri, hidup kami bertambah sulit karena kami seringkali kehabisan makanan. Ayah saya dan saudara-saudaranya seringkali harus pergi ke bukit untuk memetik tanaman dan buah-buahan liar untuk memberi makan keluarga. Hidup kami bukan saja morat-marit, kami juga dicobai oleh perkumpulan misionaris luar negeri yang mengiming-imingi keluarga kami dengan bantuan dana. Iman nenek buyut saya mulai goyah. Ia kehilangan iman dan keberaniannya untuk terus berjalan dalam jalan kebenaran. Akhirnya, hatinya sepenuhnya didikte oleh Iblis dan ia memainkan peran penting dalam menganiaya GYS. Untuk memaksa kakek-nenek saya untuk kembali ke keyakinannya yang lama, ia memaki dan memperlakukan kakek-nenek saya dengan kasar. Ketika hal ini tidak berhasil, nenek buyut saya memukuli kakek-nenek saya membabi-buta dengan tongkatnya, bahkan suatu ketika sampai tongkatnya patah. Kakek-nenek saya tetap menghormati ibu mereka dan bertahan dipukuli dan dihina dengan diam dan tidak membalas. Nenek saya dimaki dan dipukuli lebih keras daripada kakek saya; tubuhnya sering penuh dengan luka-luka memar.
Tidak saja nenek buyut saya menganiaya dan menghina mereka, tetapi ia juga menghina-hina mereka di depan jemaat dengan menuduh mereka memberitakan ajaran sesat, salah menafsirkan Alkitab dan menipu jemaat. Ia mengecam GYS sebagai gereja sesat. Ia juga menghujat Roh Kudus. Ketika ia menjadi gila karena amarah, ia menyiramkan kotoran hajat dan air seni ke para pendeta dan jemaat yang datang ke rumah kami untuk beribadah. Namun semua taktik jahat Iblis tidak menggoyahkan tekad kakek-nenek saya untuk taat pada kebenaran dan mengikuti Allah yang benar.
Suatu hari Sabat, ketika kakek saya tidak berada di rumah, nenek buyut saya menggunakan kesempatan itu untuk mendatangi sanak keluarga kami. Tanpa rasa malu ia menipu daya mereka; berkata bahwa pendeta-pendeta GYS telah merayu nenek saya, menghancurkan keluarga, dan menyebabkan aib bagi keluarga. Setelah itu, sekitar 20 sampai 30 sanak keluarga yang salah paham mendatangi rumah kami. Pada saat itu, Dk. Zheng sedang menyampaikan khotbah di mimbar, sementara nenek saya sedang mendengarkan khotbah dengan penuh perhatian. Mereka kemudian mengikat Dk. Zheng dan nenek saya dengan tali dan membawa mereka pergi.
Pada waktu itu, ayah saya baru berumur sembilan tahun dan ia mengikuti ibunya dari belakang. Sepanjang jalan, ia berdoa di dalam hati dan dengan sungguh-sungguh memohon agar Tuhan memelihara dan menyelamatkan ibunya dan Dk. Zheng. Ketika mereka sampai di sebuah tempat bernama Dongwengyang*2, nenek saya tiba-tiba melihat seorang malaikat muncul. Malaikat itu menghiburnya dan berkata, “Segera setelah Hongfu (nama kakek saya) tiba, kamu akan dibebaskan.” Nenek saya sangat terhibur akan hal ini.
* 2 Dongwengyang (Chinese: 东翁洋) ada di pedesaan terbuka antara Desa Dongweng, Kota Gantou dan Kota Sanshan. Di masa lalu, tempat itu gersang dan tidak banyak orang yang lewat di sana.
Pada saat itu, ada seorang sanak keluarga yang membawa pisau pendek. Dengan ganas ia menikam Dk. Zheng lebih dari sepuluh kali. Dk. Zheng terluka parah dan kehilangan banyak darah. Banyak orang menyaksikan kejadian itu. Ajaibnya, tidak ada luka yang ditemukan pada tubuh Dk. Zheng setelah itu. Tidak saja peristiwa itu mengejutkan banyak orang, tetapi juga menunjukkan kuasa dan pekerjaan ajaib Allah.
Dk. Zheng dan nenek saya dibawa ke Desa Houlin, dekat dengan Sanshan. Mereka menyekap Dk. Zheng di rumah sanak keluarga lain, Wang Xia-Nu, yang adalah jemaat gerejnya dulu. Pada saat itu, ia sedang menderita rematik yang parah dan terbaring setiap hari. Ia bertanya kepada Dk. Zheng, “Mengapa mereka menangkapmu di sini?” Dk. Zheng menjawab, “Saya adalah pendeta GYS, memberitakan kabar keselamatan. Selama 12 tahun, Saudara Wang Hong-Fu menderita penyakit aneh yang menyebabkan tremor tak terkendali dan hidupnya sengsara. Setelah saya berdoa dan menumpangkan tangan ke atasnya, oleh karena anugerah Allah, ia sembuh. Lalu Wang Hong-Fu mendirikan GYS di rumahnya. Saya sering ke rumahnya untuk berkhotbah. Karena ada salah paham, mereka mengikat dan membawa saya ke sini.”
Setelah mendengarkan penjelasan itu, Wang Xia-Nu dengan sungguh-sungguh berkata kepada Dk. Zheng, “Saya menderita rematik yang parah dan sangat sulit berjalan. Tolong berdoa juga kepada Yesus-mu dan mintalah Dia menyembuhkan saya juga.” Wang Xia-Nu kemudian melepaskan Dk. Zheng. Setelah itu Dk. Zheng mendoakannya, sambil berkata, “Di dalam nama Tuhan Yesus, saya menyuruhmu bangun dan berjalan!” Segera setelah Dk. Zheng selesai berbicara, Wang Xia-Nu yang sudah sakit begitu lama dan tidak dapat berjalan, langsung bangun dari tempat tidur dan berjalan dengan leluasa – penyakit rematiknya yang kronis sembuh begitu saja. Ia sangat gembira dan memasak semangkuk bakmi telur untuk memberi makan Dk. Zheng. Keesokan paginya, kakek saya mendengar kabar dan segera menuju ke rumah Wang Xia-Nu. Ia meminta maaf pada Dk. Zheng dan memarahi sanak-sanak keluarganya dengan berkata, “Kalau kalian tidak membebaskan mereka, saya akan pergi kepada yang berwenang dan melaporkan hal ini. Lalu kalian semua akan ditangkap.” Sanak keluarga kami menjadi takut; dan mereka segera membebaskan Dk. Zheng dan nenek saya. Perkataan malaikat itu digenapi. Haleluya, puji Tuhan!
KAKEK SAYA DIPANGGIL TUHAN DAN NENEK MEMINUM CAWANNYA SEORANG DIRI
Sejak bulan September 1927 dan seterusnya, nenek buyut saya menganiaya kakek-nenek saya semakin keras. Pernah, kakek saya sampai pingsan di lantai setelah nenek buyut saya memukulinya dengan sangat keras menggunakan sebuah tongkat. Ketika perlahan-lahan ia siuman, ia menjadi sangat sedih dan jatuh sakit memikirkan ibunya diperalat oleh perkumpulan misionaris untuk menganiaya gereja, bahkan bersikap lebih kejam dan keji pada anak kandungnya sendiri. Penderitaan jasmani dan rohani yang ia lalui akhirnya mengganggu kesehatannya dan ia terbaring di tempat tidur. Ia berdoa dan meratap di hadapan Allah setiap hari. Ia berpuasa dan memohon agar Tuhan berbelas kasihan kepadanya dan menguatkannya.
Suatu hari, Tuhan yang penuh kasih muncul di hadapan kakek saya dan berkata, “Kamu telah menyelesaikan perjalanan hidupmu dan akan kembali ke rumahmu di surga.” Ketika kakek saya mendapatkan penglihatan itu, ia sadar bahwa ia akan menerima hidup kekal; jadi ia merasa tenang dan bersukacita. Namun, ia tidak mau mendukakan keluarga; sehingga ia tidak memberitahukan keluarganya tentang penglihatan itu.
Karena keluarga kami tidak punya uang, kakek saya kuatir kami tidak mampu mengadakan pemakaman. Karena itu, ia menyuruh ayah saya dan saudara-saudaranya untuk menangkap ikan dari kolam. Ketika Ayah dan saudara-saudaranya datang ke kolam, mereka masuk ke dalam air dengan iman. Oleh karena anugerah Tuhan, mereka menangkap lebih dari enam kilogram ikan kecil. Kakek saya memberitahukan anak-anaknya, “Simpanlah ikan-ikan itu; kita akan makan ikan bersama-sama setelah saya pulih.” Sebenarnya, kakek saya bermaksud untuk menyuguhkan tamu-tamu dengan ikan pada hari pemakamannya.
Keesokan harinya adalah hari Sabat. Seorang malaikat datang untuk menjemput kakek saya sekitar jam lima pagi dan ia berhenti bernapas. Pada jam sembilan pagi, tiba-tiba kakek saya bangun. Pada waktu itu, ia sudah dikelilingi oleh seluruh keluarga dan tiga jemaat (Peter Ni, Li Fan Zai, dan Li Sun-Sun). Kakek saya berkata kepada kami, “Saya sudah percaya kepada Tuhan sejak muda dan mengikuti-Nya sepanjang hidup saya. Saya sangat merindukan untuk masuk surga dan menerima hidup kekal. Akhirnya saya akan menerimanya hari ini. Malaikat ada di sisi saya untuk membawa saya ke surga.” Lalu, ia berkata kepada salah satu jemaat tersebut yang bernama Peter Ni, “Setelah saya pergi ke surga, kamu harus memikul tanggung jawab berat untuk mengurus dan menggembalakan gereja. Ingat: jangan takut; hanya percaya! Dengan begitu, kamu akan mendapatkan bagian dalam kerajaan surga.”
Setelah itu, ia berbicara kepada nenek saya, “Kamu harus memimpin anak-anak dan cucu kita untuk berjalan di jalan yang benar, dan mengajarkan mereka akan kasih Tuhan dengan setia dan tetap teguh di dalam kebenaran. GYS adalah satu-satunya gereja yang disertai Roh Kudus dan pengharapan keselamatan. Kamu harus menuntun anak-anak dan cucu kita untuk tetap mengikuti Kristus dan menjunjung tinggi kebenaran. Kamu tidak boleh menahan diri, bahkan kalaupun ada segunung pedang menghadangmu. Kamu tidak boleh mengingini, kalaupun ada segunung emas di hadapanmu di dunia ini. Ini adalah kata-kata saya yang terakhir. Saya berharap kamu dapat mengikuti perkataan saya dan tidak melanggarnya.” Nenek saya mengangguk dengan berurai air mata.
Karena kakek saya melihat ada banyak saudara-saudari seiman berkumpul di rumah kami, ia mendesak Sdr. Peter Ni untuk memulai kebaktian Sabat. Ketika saudara-saudari seiman melihat bahwa kakek saya sedang mengucapkan selamat tinggal kepada jemaat yang dikasihi, mereka merasa sedih dan tidak dapat menahan tangis. Setelah menyanyikan pujian, berdoa, dan saling menghibur dengan beberapa ayat Alkitab, semua orang kembali berkumpul di sekeliling kakek saya. Kakek saya berdoa bersama-sama saudara-saudari seiman dengan satu hati. Ketika berdoa, ia tiba-tiba tertawa keras. Tetapi suara tawanya terus semakin pelan dan akhirnya terdiam. Kakek saya menghembuskan napasnya yang terakhir dan kembali ke pangkuan Bapa di surga.
Keselamatan dan kembalinya kakek saya ke rumah di surga sangat mendorong iman dan kasih keluarga kami kepada Allah dan gereja-Nya. Nenek saya tidak mundur maupun goyah. Sebaliknya, ia mengejar harapan-harapan kakek saya yang belum tergenapi, dengan berani dan aktif melakukan pekerjaan-pekerjaan kudus gereja.
Setelah kakek saya dipanggil Tuhan, pencobaan dan serangan Iblis tidak mengendur, tetapi bahkan bertambah gencar. Suatu hari Sabat pagi, nenek saya sedang menyampaikan khotbah di gereja. Seorang pendeta dari gereja lain ditemani beberapa orang datang dengan marah untuk berdebat dengan nenek saya dalam hal kebenaran. Dengan bersandar pada Roh Kudus, nenek saya menggunakan kebenaran Alkitab, sehingga mereka tidak dapat berkata-kata. Mereka berpandangan satu sama lain dengan kecewa. Pendeta itu merasa malu dan menjadi sangat marah. Tiba-tiba ia berdiri, mengangkat kakinya dan menendang dada nenek saya dengan sangat keras. Nenek saya memuntahkan darah dan sangat kesakitan.
Di hari Sabat lain, nenek saya pergi ke GYS di tempat lain untuk menyampaikan khotbah. Seorang pendeta setempat dari denominasi lain bersikap bermusuhan kepada gereja sejati karena menyatakan kebenaran dan melakukan pekerjaan kudus. Hari itu, ia datang ke gereja tempat nenek saya sedang menyampaikan khotbah. Ia memukul kepala nenek saya dengan pipa merokok panjang dengan tutup tembaga. Kepala nenek saya terluka parah, dan darah dengan deras mengalir ke seluruh wajahnya, dan ia jatuh pingsan di lantai.
Selama beberapa puluh tahun melayani, nenek saya mengalami banyak penderitaan dan berbagai macam kesusahan. Namun ia seringkali menggunakan kata-kata ini dari Alkitab – “untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara” (Kis. 14:22b) untuk menghibur dirinya sendiri dan anak-anaknya.
TUHAN MELAKUKAN BANYAK TANDA MENEGASKAN KEBENARAN
Melalui kesetiaan dan ketekunan kakek-nenek saya kepada Tuhan, GYS di kota kediaman kami perlahan-lahan bertambah maju. Kasih dan kuasa Tuhan menyertai kami di setiap waktu; dengan tanda dan keajaiban untuk menegaskan kebenaran yang kami beritakan.
Pada dua kesempatan, diadakan pertemuan di gereja kota kediaman kami. Pada waktu itu, nenek saya hanya punya sedikit beras dan kentang manis. Ia memasak apa adanya. Setelah itu ia berdoa dengan tekun dan memohon agar Tuhan mengadakan mujizat; untuk menurunkan manna dari surga untuk memberi makan para pekerja kudus dan saudara-saudari seiman. Di dua kesempatan itu, Tuhan mendengarkan doa-doa nenek saya dan diam-diam terjadi mujizat. Pada kesempatan pertama, makanan terdiri dari 0,75 kilogram beras dan lima kentang manis untuk memberi makan 40 orang. Pada kesempatan kedua, sekitar tiga kilogram beras cukup untuk memberi makan 60 orang. (Dikutip dari terbitan berkala Roh Kudus, tahun 1930, Edisi 1-2, Vol. 5, halaman 16.)
Suatu ketika, gereja di Desa Cuochang di Pulau Dongbi, Kota Longtian sedang mempersiapkan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR). Pada waktu itu, gereja sangat miskin dan tidak mampu membiayai KKR. Ada seorang saudara tua bernama Yu Yu-Lai yang mengasihi Tuhan dan mencari ikan di laut. Ia ingin menangkap ikan dan dijual untuk membiayai KKR. Setelah berjerih lelah semalaman, ia kecewa karena tidak menangkap apa-apa. Ketika nenek saya mendengar hal ini, ia menyuruh seseorang untuk memanggilnya datang kepadanya. Nenek saya dan Sdr. Yu berlutut dan berdoa bersama-sama. Dalam berdoa, nenek saya memberkati Sdr. Yu di dalam nama Tuhan Yesus, “Kiranya Tuhan menyertai kamu. Ketika kamu pergi menangkap ikan lagi hari ini, Tuhan akan memberkatimu.” Karena itu, Sdr. Yu pergi menangkap ikan kembali dan ia menangkap seekor ikan besar seberat 36 kilogram. Akhirnya, uang yang ia dapatkan dapat menutupi seluruh biaya KKR.
Suatu ketika, gereja sedang melaksanakan baptisan air. Ketika beberapa pekerja masuk ke dalam air untuk membaptis, tiba-tiba semua orang melihat seluruh air sungai menjadi warna merah, seperti darah. Pada saat yang sama, mereka melihat ada sekelompok malaikat yang putih seperti salju dengan sayap terbang di atas air. Setelah baptisan, semua saudara-saudari seiman kembali ke gereja dan berdoa memohon Roh Kudus dalam satu hati. Hari itu, berkat-berkat rohani tercurah ke atas mereka semua dan mereka dipenuhi Roh Kudus. Suara doa itu seperti guntur yang keras, dan sukacita berluapan pada diri mereka seperti ombak laut pasang. Peristiwa ajaib yang luar biasa itu sungguh menyerupai pencurahan Roh Kudus di hari Pentakosta.
Suatu hari, ketika nenek saya terbangun dari tidurnya di rumah, tiba-tiba hatinya merasa sangat gelisah dan terganggu. Karena itu, ia berlutut untuk berdoa kepada Tuhan, dan Tuhan menyuruhnya untuk pergi ke Jiangjing. Nenek saya menurutinya dan berjalan kaki 29 kilometer ke GYS Jiangjing. Ketika ia sampai di sana, ia menemukan seorang saudari bernama Yu Shui-Song sedang dilukai oleh setan dan membutuhkan pertolongan nenek saya.
Di suatu pagi dini hari, Sdri. Yu yang berumur 17 tahun melihat setan memasuki kamarnya dengan seutas tali. Setan itu melemparnya ke tempat tidur dan mengikatnya dengan kencang. Setelah itu, ia bersembunyi di kolong tempat tidur. Sdri. Yu tidak dapat bergerak dan dalam kesengsaraan besar. Ia menangis dan berteriak-teriak siang dan malam selama beberapa hari. Suatu hari, ia berteriak, “Pasukan dari surga sedang datang dari belakang rumah. Saya harus segera melarikan diri.” Keluarga Sdri. Yu bergegas ke belakang rumah untuk menyelidiki. Secara kebetulan mereka melihat nenek saya sedang berjalan menuju rumah mereka; satu tangan memegang Alkitab, tangan yang lain membawa payung. Ketika mereka menyadari bahwa nenek saya diutus oleh Tuhan, mereka langsung mengajaknya masuk.
Nenek saya dan keluarga Sdri. Yu berlutut berdoa dengan sungguh-sungguh dalam satu hati. Ketika berdoa, nenek saya tiba-tiba berdiri dan menumpangkan tangannya ke atas Sdri. Yu. Ia berkata dengan keras, “Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, saya mengusir roh jahat dan membebaskan Sdri. Yu dari belenggunya.” Segera setelah itu, setan pergi dari Sdri. Yu dan ia kembali menjadi dirinya yang normal. Ketika Sdri. Yu memperoleh lagi kesadaran dirinya dan menyadari bahwa Tuhan telah menyelamatkan hidupnya, ia tidak dapat menahan air mata dan bersyukur.
NENEK DIPANGGIL TUHAN, MENJADI TELADAN BAGI KITA
Setelah kakek saya dipanggil oleh Tuhan, nenek saya memikul tanggung jawab penting untuk menggembalakan gereja. Tuhan memberikan hikmat, kekuatan dan berkat yang berlimpah kepadanya. Selama berpuluh-puluh tahun, ia menghadapi banyak kesusahan dan penderitaan dalam perjalanannya melayani Tuhan. Namun, ia selalu mempunyai iman yang teguh dan setia kepada Tuhan. Selain itu ia senantiasa menunaskan kasih yang tulus dan murni kepada gereja. Di tahun 1967, nenek saya sudah berumur 78 tahun. Walaupun demikian, ia mengabaikan kesehatan dan penglihatannya yang semakin lemah. Sebaliknya, ia terus membacakan Alkitab setiap hari, dan berdoa kepada Tuhan di segala waktu. Ia memelihara hubungan yang dekat dengan Tuhan dan tak henti-hentinya berkomunikasi dengan-Nya. Ia juga ingin mengambil segala kesempatan untuk terus melayani Tuhan.
Suatu hari di bulan Mei 1967, nenek saya tiba-tiba mengalami peritonitis (Red.: peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut) akut dan segera dibawa ke Rumah Sakit Longtian. Tetapi karena pengobatan tidak berhasil, ia dipulangkan ke rumah. Hari itu pada jam 5 sore, seluruh keluarga berdoa bersama di depan tempat tidur nenek saya. Nenek melihat seorang malaikat datang dan ia menyalaminya. Setelah itu, nenek saya bersalaman dengan seluruh anak-anak dan cucu-cucunya, dan mengucapkan selamat tinggal. Pada jam 10 malam, ketika seluruh keluarga sedang berdoa sungguh-sungguh, nenek saya meninggal dunia dengan senyum di wajahnya, dan beristirahat dalam pangkuan Allah.
Pada saat itu, sepupu saya bernama Wang Qin-Hua, merasa sangat sedih melihat nenek kami meninggal dunia. Tiba-tiba ia mendapatkan penglihatan; ia melihat bagian atas tubuh nenek kami bersinar dan berkilauan putih, sementara bagian bawahnya dikelilingi oleh awan. Ia tersenyum dan bernyanyi, “Ku kan girang kumpul di surga…” Ia mendengar nyanyian kidung yang menyentuh itu ketika nenek kami perlahan-lahan terangkat ke surga. Penglihatan yang disaksikan Qin-Hua sangat menghibur keluarga kami dan saudara-saudari seiman yang sedang diliputi dukacita.
Selama beberapa puluh tahun, keluarga Wang memikul tanggung jawab yang diturunkan oleh bapa-bapa pendahulu kita. Kami juga selalu berusaha untuk melanjutkan pekerjaan setia para pendahulu kami. Kakek-nenek dan orang tua saya telah berpulang:
“Supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka.” (Why. 14:13b)
Mereka telah:
“Dan kepadanya dikaruniakan supaya memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih!” (Why. 19:8)
“Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya.” (2Tim. 4:8a)
Kami akan terus mengejar pengharapan para bapa pendahulu yang belum tercapai, berusaha menggenapi pekerjaan besar yang mulia untuk membangun GYS menjadi sempurna dan indah, sesuai dengan kehendak Allah yang benar dan teladan gereja para rasul. Kita harus menyerahkan diri kita untuk melayani Tuhan dengan rendah hati agar ketika kita bertemu dengan Tuhan kelak, kita dapat dengan yakin menjawab-Nya, “kepada penglihatan yang dari sorga itu tidak pernah aku tidak taat.” (Kis. 26:19). Kiranya segala hormat, kuasa, kemuliaan, dan pujian bagi Allah kita satu-satunya di alam semesta, Tuhan Yesus Kristus, Amin.