LANGKAH ORANG DITENTUKAN OLEH TUHAN – Amsal 20 : 24
Dk. Kinoshita Norimatsu
Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus saya bersaksi. Mengenang kembali masa dua puluh tahun terakhir dalam hidup saya, dengan mudah saya dapat melihat bahwa Allah telah menuntun saya di setiap langkah hidup saya. Walaupun saya tidak mengenal Yesus, nama-Nya pun tidak, tetapi oleh kasih-Nya Allah memilih saya untuk mengalami anugerah-Nya yang berlimpah secara pribadi. Saya datang ke Jepang sebagai pelajar asing dari Tiongkok; dan saya sebenarnya hanya berencana untuk tinggal di Jepang selama beberapa tahun. Saya tidak pernah membayangkan, tidak saja saya akan hidup di Jepang selama dua puluh tahun, tetapi juga merintis usaha dan keluarga di sini. Namun dari semua berkat-berkat itu, berkat terbesar adalah mengenal Tuhan Yesus Kristus; dibaptis di dalam nama-Nya dan menjadi salah satu anak-Nya.
Saya dibesarkan dalam keluarga kepercayaan lain, jadi saya tidak mengenal siapakah Yesus. Pada tahun 1988, saya pergi ke Jepang untuk mengejar pendidikan dengan biaya sendiri. Di sana saya bertemu dengan calon istri saya; kami menikah dan mempunyai anak-anak. Di sepanjang masa ini istri saya terus berusaha memperkenalkan Yesus kepada saya, tetapi usahanya selalu menghasilkan kekecewaan. Saya merasa iman adalah konsep yang terlalu abstrak sehingga saya tidak dapat menerimanya. Lebih lagi, saya terkenal di kota asal saya sebagai orang yang keras kepala dan anak muda yang suka membuat kegaduhan, sampai-sampai orang tidak mau dekat-dekat dengan saya. Dengan reputasi seperti itu, saya merasa tidak mungkin bagi saya untuk percaya kepada Yesus.
Walaupun demikian, istri saya dan orang-orang yang peduli dengan saya terus mendoakan saya dengan tekun; berharap agar suatu hari nanti saya menjadi percaya kepada Yesus. Pada akhirnya, Allah mendengar doa-doa mereka, dan Ia menggenapi firman-Nya di dalam Alkitab: “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” (Yoh. 15:16); “Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin.” (Mat. 19:26) Oleh kemurahan-Nya yang berlimpah, Allah memilih diri saya.
Pada bulan Juli 1997, setelah menikah sembilan tahun, saya membawa anak sulung saya ke toko milik Dk. Sakiyoshi (saat itu adalah Rumah Doa Omurai) untuk mendengarkan khotbah. Saya teringat, setelah khotbah itu Dk. Luke Wang mengajak orang-orang untuk maju ke depan berdoa memohon Roh Kudus. Awalnya saya merasa sedikit ragu dan berpikir, “Mengapa orang dewasa harus berlutut untuk berdoa?” Namun karena saya kenal dengan Dk. Wang, saya merasa sungkan sehingga saya maju ke depan dan berdoa. Dalam doa saya, saya berkata, “Tuhan, kalau Engkau sungguh-sungguh ada, sentuhlah hati saya agar saya dapat merasakan Engkau, dan ampunilah dosa-dosa saya.” Setelah kira-kira lima menit, saya merasakan rasa bersalah dalam hati saya; dan air mata mulai bercucuran dari mata saya.
Lalu sesuatu yang ajaib terjadi. Tiba-tiba saya merasakan seperti curahan air hangat mengucur dari kepala saya; tubuh saya mulai bergetar dan lidah saya mulai berputar. Saya berpikir pada diri sendiri, “Ini pastilah Roh Kudus yang terus-menerus diceritakan istri saya – betapa indahnya pekerjaan Allah!” Saya kemudian menyadari bahwa apa yang dinyatakan istri saya benar: Allah benar-benar ada. Seperti yang dinyatakan Kitab Suci:
“Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran.” (Yoh. 16:13a)
Ketika saya merenungkan pikiran ini, saya berdoa lebih giat lagi kepada Allah dan merasa terharu; semakin saya berdoa, semakin saya bersukacita. Setelah 15 menit kemudian doa berakhir. Setelah berdoa, Dk. Wang berkata kepada saya, “Kamu telah menerima Roh Kudus!” Puji Tuhan, itulah pertama kalinya saya mengalami Allah secara pribadi.
Karena ada pelaksanaan baptisan khusus keesokan harinya, saya meminta untuk dibaptis di gereja sejati. Begitulah saya mulai memiliki iman secara pribadi. Saya melalui banyak kesulitan dalam hidup iman saya setelah itu. Tetapi di setiap kesulitan, saya juga mengalami kasih dan pemeliharaan yang Bapa surgawi berikan kepada kita; saya sungguh merasakan bahwa anugerah Allah mencukupi saya.
Selama hidup saya di Jepang, saya membuka dua restoran. Keduanya berjalan dengan baik dan membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Karenanya, saya tidak menaruh pikiran saya untuk membangun kerohanian ataupun mengejar pertumbuhan rohani. Di masa-masa pergumulan ini antara pekerjaan dengan iman, Pnt. Chen tiba untuk membantu pekerjaan kudus di Jepang. Berulang kali ia menganjurkan saya untuk mengikuti Seminar Pelatihan Sukarelawan selama dua tahun di Taiwan agar saya dapat ambil bagian dalam sumber daya pengkhotbah di Jepang dan membantu pekerjaan kudus.
Mendapatkan tawaran yang langka ini, saya mulai merenungkan bagaimana caranya agar saya dapat melepaskan pekerjaan saya. Di satu sisi, saya sudah menginvestasikan banyak uang pada dua restoran saya. Dan lagi, istri saya yang kurang sehat jadi harus mengelola dua restoran sekaligus membesarkan tiga anak kami. Rasanya tidak mungkin saya pergi ke Taiwan, tetapi kalau tidak pergi ke pelatihan itu saya akan merasakan kesedihan yang tak dapat dijelaskan. Saya bergumul akan hal ini cukup lama, tetapi Allah memiliki waktu-Nya sendiri; dan Ia merencanakan segala sesuatu bagi kita apabila kita percaya kepada-Nya. Saya percaya bahwa Allah telah memulai pekerjaan yang baik dalam diri saya (Flp. 2:13), dan Ia akan menuntun saya ke Seminar Teologi di Taiwan.
Pada bulan April 2003, seorang teman menawarkan penambahan polis asuransi jiwa. Saya setuju, dan saya harus menjalani pemeriksaan fisik. Setelah pemeriksaan, dokter memberitahukan saya bahwa saya mengidap diabetes. Saya agak terkejut; rasanya tidak mungkin saya mengidap diabetes karena saya merasa tubuh saya kuat dan tidak merasakan gejala apa-apa. Karena mengabaikan kabar itu, saya lupa tentang diagnosa itu satu bulan kemudian.
Suatu hari, saya tiba-tiba flu dan demam, jadi saya pergi ke rumah sakit untuk memeriksa darah. Tiga hari kemudian dokter menelepon dan memberitahukan istri saya yang saat itu menjawab telepon, bahwa ini adalah panggilan darurat dan saya harus segera pergi ke rumah sakit. Saya merasa takut mendengar berita itu, karena dokter ingin segera menemui saya, dan itu bukanlah tanda yang baik. Saya bersama istri bergegas ke rumah sakit, dan dokter memberitahukan saya bahwa saya menderita diabetes yang berat; gula darah saya telah naik ke tingkat 480 (tingkat normal antara 120 dan 160). Ia menganjurkan saya untuk segera menjalani perawatan; kalau tidak, saya bisa pingsan sewaktu-waktu dan menghadapi resiko amputasi atau kehilangan penglihatan. Saya merasa sangat takut dan langsung dirawat di rumah sakit.
Selama tiga pekan, saya berpikir, “Bukankah Allah yang saya sembah adalah Allah yang benar? Alkitab mencatat bagaimana Tuhan menyembuhkan banyak orang sakit, bahkan membangkitkan orang mati. Bagi-Nya, apakah penyakit saya? Saya adalah anak-Nya, dan saya akan pulih dari penyakit ini selama saya beriman kepada-Nya. Setelah tiga pekan, saya boleh pulang; dokter memberikan beragam obat-obatan dan mengajarkan saya cara menggunakannya, dan bagaimana beristirahat dan berolahraga.
Sampai di rumah, saya berdoa dan bernazar kepada Allah, “Kalau tingkat gula darah saya bisa turun tanpa obat-obatan, maka itu adalah bukti Engkau mendengarkan doa-doa saya. Maka saya akan memiliki keberanian untuk maju dan pergi ke Taiwan untuk mengikuti Seminar Pelatihan Sukarelawan. Kiranya doa saya berkenan kepada-Mu.”
Sebulan kemudian, dalam pemeriksaan berikutnya, semua hasil pemeriksaan menunjukkan hasil yang normal, dan dokter terkejut melihat kepulihan saya yang cepat. Dokter bertanya apakah yang saya lakukan sampai bisa mencapai kemajuan ini, dan bagaimana saya menggunakan obat-obatan dan berolahraga. Dengan jujur saya memberitahukan segalanya; dan ia malah menjadi semakin terheran-heran. Walaupun demikian, di dalam hati saya tahu bahwa ini adalah anugerah Allah dan Ia sungguh-sungguh menuntun langkah saya. Karenanya, sekarang saya dikuatkan dan bertekad untuk mengikuti pelatihan di Taiwan.
Selagi saya mengikuti pelatihan, istri saya mengurus pengelolaan dua restoran dan tiga anak kami sendirian. Puji syukur, ia merasakan adanya kekuatan yang memelihara dirinya; ia tidak lagi merasa lelah dan lemah seperti sebelumnya. Walaupun setiap hari penuh dengan tekanan, ia tidak merasa kelelahan, dan usaha kami tidak menurun. Saya menyadari bahwa Allah-lah yang memelihara kami sehingga kami kembali dapat merasakan dan menyaksikan bahwa Allah sungguh baik (Mzm. 34:8). Paulus berkata:
“Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita.” (Ef. 3:20)
Inilah kasih Bapa kita di surga, dan saya berharap agar semakin banyak saudara-saudari dapat mengalami anugerah Tuhan yang berlimpah. Selama kita mau dan rela, Tuhan akan berkenan dan menjaga kita. Kiranya segala kehormatan, kemuliaan, dan puji-pujian bagi nama Tuhan kita Yesus Kristus. Kiranya damai sejahtera dan kasih karunia-Nya dinyatakan bagi mereka yang mencari perkenanan Tuhan Allah kita. Amin!