Namaku Henry Suhardjo, jemaat Gereja Yesus Sejati Jakarta, Samanhudi.
Alumni Kanaan Jenjang SD sampai SMA aku tempuh di Sekolah Kanaan. Saat di kelas empat SD, aku mulai beribadah di gereja yang mendirikan Sekolah Kanaan, yaitu Gereja Yesus Sejati. Malah, saat di jenjang SMP dan SMA, selain rutin berkebaktian Sabat, aku juga ikut kebaktian Senin dan Rabu malam. Aku dibaptis pada saat kelas tiga SMP. Setelah itu aku tetap aktif ikut kebaktian, paduan suara, dan kegiatan lainnya.
Kuliah Lulus SMA, aku mengambil kuliah jurusan perhotelan di Swiss. Awalnya, kehidupan di luar negri terasa sangat sulit. Bukan karena aku harus belajar bahasa Jerman dengan baik—walaupun tata bahasanya rumit, melainkan karena aku merasa kesepian, sedih, bahkan takut. Hubungan aku dengan Papa sesungguhnya sangat dekat. Setiap minggu, minimal satu kali aku pasti menelepon Papa.
Dunia Kerja Lulus kuliah, aku mendapat kesempatan untuk bekerja di sebuah hotel di Washington DC, ibukota Amerika Serikat. Aku lalu menetap di sana selama tiga belas tahun.
Tetapi sebelum berangkat ke sana, ada masalah yang mengakibatkan perubahan imanku. Sejak menetap di Amerika, aku sudah tidak lagi berkebaktian, tidak berdoa, dan tidak membaca Alkitab. Hal ini terus berlangsung selama dua puluh tahun. Terhadap iman kepercayaan, aku menjadi pesimis apalagi di saat aku melihat—bahkan jemaat sekalipun—iman dan perilaku kehidupannya tidak selaras.
Tim Besuk Papa mungkin termasuk salah satu manusia paling sehat, karena ia tidak pernah menderita penyakit yang serius. Namun di akhir Juli 2019, Papa masuk rumah sakit selama seminggu. Saat ia pulang ke rumah selama tiga hari, Papa harus masuk rumah sakit lagi. Mulailah aku teringat akan Tuhan Yesus dan mengharapkan kuasa-Nya untuk menyembuhkan Papa. Aku lalu menelepon Gereja Yesus Sejati, meminta pendeta dan tim besuk untuk datang dan mendoakan Papa. Lalu mereka datang beberapa kali melayani.
Jam Kehidupan Papa masih dirawat. Namun, kondisinya semakin lama semakin memburuk. Aku lalu berdoa, meminta Tuhan memberikan jalan yang terbaik. Entah mengapa, siang itu aku merasa bahwa aku harus meminta pendeta dan tim besuk untuk datang lagi.
Awalnya, mereka berencana untuk datang pada tanggal 22 Agustus. Tetapi tanggal tersebut bentrok dengan jadwal tugas pendeta ke Bogor. Maka, sore itu juga pada tanggal 21 Agustus 2019, pendeta datang sendiri ke rumah sakit untuk mendoakan Papa. Beberapa jam setelah itu, Papa berpulang untuk selamanya.
Sendirian Sekian lama aku menjalani kehidupan hanya dengan Papa seorang, tidak ada anggota keluarga yang lain. Hubungan aku dan Papa begitu dekat. Selama puluhan tahun hidup di negara lain, setiap minggu minimal sekali aku pasti melepas rindu dengan Papa. Pada saat Papa sudah tidak ada, aku sungguh merasa terpukul.
Kembali Tidak lama sesudah itu, untuk pertama kalinya setelah dua puluh tahun meninggalkan Tuhan dan gereja, aku kembali berkebaktian Sabat di Gereja Yesus Sejati. Aku mau mencoba kembali bersandar dan berserah sepenuhnya kepada Tuhan Yesus. Selama dua bulan, setiap berkebaktian Sabat di Gereja, saat sesi doa aku selalu menangis.
Perenungan Memang aku menangis karena aku merasa sangat kehilangan Papa. Sungguh menyesal bahwa selama Papa masih hidup, aku tidak sungguh-sungguh membimbing Papa untuk mengenal Tuhan Yesus. Namun, aku juga menangis bahagia karena merasa seperti anak yang hilang. Setelah dua puluh tahun akhirnya aku bisa kembali pulang ke rumah-Nya, kembali kepada Tuhan Yesus dan berdoa setiap hari.
Mengganggur Di bulan Januari 2021, aku kehilangan pekerjaan. Aku kembali pulang ke Jakarta. Di masa pandemi—saat ekonomi belum pulih—sangat sulit mencari pekerjaan. Aku mencoba untuk melamar semua lowongan pekerjaan yang ada, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Entah mengapa, meskipun dalam kondisi ketidak-pastian seperti itu, aku memiliki keyakinan bahwa ini adalah rencana Tuhan.
Covid-19 Pada bulan Februari 2021, saat aku tidak memiliki pekerjaan, aku malah tertular virus Covid-19. Selama dua minggu aku menjalani isolasi mandiri. Kondisi aku termasuk kategori sedang dengan gejala pusing yang sangat berat, tidak nafsu makan, dan kehilangan indera perasa dan penciuman. Aku menghubungi pendeta, meminta bantuannya untuk mendoakan. Kemudian, kondisi aku berangsur membaik. Setelah ua minggu, hasil pemeriksaan aku sudah negatif. Puji Tuhan Yesus, aku sudah sembuh dari virus Covid-19!
Bersemi Setelah dua bulan tidak bekerja, akhirnya di bulan Maret 2021 aku kembali mendapat pekerjaan. Sungguh bersyukur, mengingat usia aku yang sudah bukan anak muda, dan bidang pekerjaan aku termasuk yang paling terdampak selama pandemi, aku tahu bahwa ini karena pertolongan-Nya.
Dwi Dasawarsa Bahasa Indonesia banyak menyerap bahasa Sansekerta. Dwi dasawarsa berarti dua puluh tahun. Sungguh, setelah dua puluh tahun meninggalkan Tuhan dan gereja, hidup di negara Barat dengan pola pikirnya, kalau aku bisa kembali lagi, itu semata-mata karena kemurahan-Nya.
Puji Tuhan Yesus, sampai saat ini aku tetap selalu berusaha untuk mengikuti kebaktian dan kegiatan gereja secara online. Aku mendapat hikmah dari beberapa kejadian yang sudah aku alami. Aku ingin memegang kesempatan dengan lebih baik lagi.
Segala kemuliaan dan puji syukur hanya bagi Tuhan Yesus. Haleluya, Amin.