Disembuhkan Luar Dalam
Steffi Jeong-Irvine, California, USA
Dalam nama Tuhan Yesus saya bersaksi untuk memuliakan nama-Nya. Saya telah menjadi jemaat Gereja Yesus Sejati (GYS) sejak saya lahir. Saya dibaptis dan dibesarkan di gereja, mengikuti kelas-kelas pendidikan agama, dan bahkan menerima Roh Kudus ketika saya masih muda. Karena masa kecil saya begitu berakar dalam iman, semua orang mengira saya akan tumbuh menjadi remaja teladan Gereja Yesus Sejati, tapi ternyata hal itu tidak menjadi kenyataan
“SAYA TIDAK PERLU ALLAH”
Ketika saya mulai memasuki SMA, perilaku dan kerohanian saya baik-baik saja. Namun, kehidupan rohani saya jatuh seirin gsaya menjalani tahun pertama saya di SMA. Pada tahun pertama saya, saya bertengkar dengan keluarga saya setiap hari, pergi ke tempat mana pun yang saya mau, terus-menerus terus-menerus, dan berteman dengan teman yang tidak baik. Saya mulai membenci gereja dan saudara-saudari di gereja. Saya dikendalikan oleh pikiran dan keinginan saya. Hal tersebut berkembang ke suatu titik di mana saya berpikir untuk berhenti datang gereja karena saya tidak bisa mengerti mengapa saya terikat dengan begitu banyak aturan ketika semua yang saya inginkan adalah kebebasan saya. Saya merasa dikucilkan dan dihakimi di gereja, dan saya merasa bahwa Tuhan tidak mencintaiku. Keangkuhan juga mulai tumbuh dalam hati saya karena segala sesuatu dalam hidup saya begitu baik. Saya masih muda dan berprestasi di sekolah. Tidak ada hal buruk yang pernah terjadi pada saya. Saya merasa kebal terhadap apapun.
Selama masa ini, hubungan antara ibu saya dan saya juga memburuk. Seringkali, saya akan bekerja dan dia terkadang akan memasuki kamar saya untuk bertanya apakah saya telah berdoa. Setiap kali dia masuk, saya marah akan membentak dengan berkata, “Tidak ! Mengapa kau pikir saya berdoa?” Saya akan mengusir ibu saya pergi karena kehadirannya sangat mengganggu saya. Apa yang saya tidak sadari adalah bahwa saya terlihat sangat gembira, namun di dalam hati saya sedang sekarat.
SAYA MENYERAH, DIA TIDAK
Suatu pagi pada bulan Oktober tahun 2012, pada tahun pertama saya di SMA, saya terbangun dengan leher sangat pegal. Ketika saya pergi ke kamar mandi dan melihat ke cermin, saya melihat benjolan seukuran permen karet, mencuat keluar dari tulang selangka (pundak) sebelah kiri. Seiring saya terus mengamati benjolan tersebut, saya tidak pernah berpikir tentang kanker. Keangkuhan dalam hati saya mengatakan bahwa hal itu mustahil-tidak pernah bisa terjadi pada saya. Seminggu berlalu dan benjolan tersebut telah membengkak sebesar ukuran kepalan tangan saya. Seiring minggu demi minggu berlalu, benjolan tampak tumbuh lebih besar.
Setelah menemui serangkaian spesialis dan ahli kanker, saya didiagnosa menderita limfoma stadium II Hodgkin, yang merupakan kanker kelenjar getah bening. Akhirnya, panik mulai merasuk dalam hati saya. Saya pikir siapa pun akan takut setelah didiagnosa menderita kanker. Iman saya lemah, jadi saya tidak menyalahkan Tuhan atau meminta bantuan-Nya. Rasanya sia-sia karena saya berpikir bahwa Tuhan tidak mencintaiku.
Setelah didiagnosa menderita kanker, prosedur standarnya adalah menjalani beberapa pemeriksaan tubuh. Ternyata ada dua tumor di tubuh saya, satu di tulang selangka kiri saya, dan satu lagi, besarnya sekitar 9 cm, di tengah-tengah dada saya, tepat di atas hati saya. Terima kasih Tuhan, meskipun saya punya dua tumor besar, kanker tersebut hanya sampai pada tahap II, yang berarti bahwa kanker tersebut ditemukan di tahap awal dan dapat diobati. Pada kenyataannya, tanpa keluarnya benjolan kecil untuk memberitahu saya bahwa ada sesuatu yang salah dengan tubuh saya, saya tidak akan pernah tahu bahwa ada benjolan yang lebih besar di dada saya.
IMAN TERLAHIR KEMBALI MELALUI PENDERITAAN
Kesaksian ini bukan tentang keajaiban besar, tapi berkat kecil yang saya terima selama pengobatan saya, di mana Allah perlahan-lahan melatih iman dan ketekunan saya. Melalui pelajaran-pelajaran kecil ini, saya belajar bahwa Tuhan memang mencintai saya. Dia ingin saya melalui ujian ini, tetapi Dia tidak pernah memberi saya lebih dari yang bisa saya hadapi.
Kemoterapi saya berlangsung sekitar sekali setiap dua minggu. Meskipun kemoterapi tersebut sulit untuk dihadapi, kemoterapi tersebut lebih ringan dan lebih sedikit frekuensinya daripada pengobatan yang dijalani anak-anak senasib di rumah sakit. Namun, saya masih merasakan rasa sakit yang luar biasa. Saya harus menerima injeksi khusus untuk mengisi sel-sel darah putih saya. Sel darah putih dibuat di sumsum tulang kita, jadi ada malam yang tak terhitung jumlahnya ketika saya tersentak terjaga oleh sensasi terbakar yang menyakitkan di tulang belakang saya. Di satu malam, saya bertanya kepada Tuhan mengapa Dia membawa penderitaan ini kepada saya, dan saya memohon kepada-Nya untuk menghilangkan rasa sakit ini. Ketika saya berbaring di sana, saya mulai merenungkan betapa berdosanya hidup saya.
Saya ingat bahwa, “Karena TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi” (Amsal 3:12). Saat saya berpikir tentang ayat ini, isi doa saya mulai mengalami perubahan. Saya mulai mengerti bahwa Allah sedang menghukum saya, dan saya menerima tindakan-Nya, seperti umat Allah di bagian akhir dari Zakharia 1: 6:
Maka bertobatlah mereka serta berkata: Sebagaimana TUHAN semesta alam bermaksud mengambil tindakan terhadap kita sesuai dengan tingkah laku kita dan perbuatan kita, demikianlah Ia mengambil tindakan terhadap kita!”
Dalam doa saya, saya mulai mengakui kesalahan saya. Saya mengakui bahwa hal ini pantas saya dapatkan dan saya menerimanya. Ketika saya kembali ke Tuhan, Dia menunjukkan kesetiaan-Nya dan mengurangi penderitaan saya. Terima kasih Tuhan, pengobatan saya berjalan sekitar enam bulan total, waktu yang relatif singkat dalam hal pengobatan kanker.
Tuhan juga melindungi saya secara psikologis. Sepanjang seluruh diagnosis dan pengobatan saya, saya hanya sekali menangis. Setelah itu, saya tidak pernah merasa takut atau tertekan, karena saya tahu bahwa Tuhan telah menempatkan saya ke tangan manusia yang handal seiring melindungi saya dengan tangan-Nya sendiri. Saya memiliki dukungan yang besar dari orang tua saya, teman-teman, keluarga, dan gereja. Saya merasa damai dan sukacita tercurah pada diri saya, yang hanya dimungkinkan melalui pengharapan kepada Allah.
BERKAT DI GEREJA DAN DI RUMAH
Berkat lainnya adalah saya bisa pergi ke gereja sepanjang saya sakit, meskipun saya dirawat di rumah. Kanker mempengaruhi sistem kekebalan tubuh saya, jadi saya harus belajar di rumah. Saya tidak diijinkan untuk pergi keluar sering-sering, karena bahkan flu biasa bisa membunuh saya. Tapi ketika hari Sabtu tiba, saya akan berpakaian dan pergi ke gereja untuk menjaga hari Sabat. Saya bisa terus melakukan pekerjaan kudus dan bersekutu dengan saudara-saudara saya. Saya seharusnya memakai masker pelindung ketika saya pergi keluar sehingga saya tidak akan sakit, tapi saya tidak memakai masker di gereja. Saya tidak takut karena saya merasa bahwa Tuhan melindungi saya, Dia tidak akan membiarkan sesuatu terjadi pada saya.
Karena itu, gereja adalah satu-satunya sumber pengaruh selama periode enam bulan tersebut. Ini adalah berkat lainnya, karena saya telah dihapus dari kegelapan tempat saya tinggal dulunya. Saya tidak lagi dikelilingi oleh teman-teman yang buruk atau pengaruh negatif di sekolah. Allah menyembuhkan saya secara rohani, dan pada saat yang sama, Dia mengisi saya dengan kasih dan rahmat-Nya melalui anggota gereja dan keluarga saya. Saya tidak lagi merasa perlu untuk berdosa atau untuk memenuhi kesenangan saya sendiri, karena saya sudah merasa sangat tercukupi.
Berkat terbesar adalah bahwa kanker mengubah hubungan saya dengan keluarga saya. Setelah enam bulan menjadi sakit dan menghabiskan setiap hari dengan orang tua saya, saya mengalami cinta mereka lebih dari yang bisa dibayangkan. Mereka mendukung saya selama kemoterapi saya, karena mereka menemani saya setiap sesi, membuat saya merasa nyaman, membersihkan saya setelah hari yang panjang, dan membantu saya pulih. Mereka mencurahkan seluruh hidup mereka untuk merawat saya dan memastikan saya baik-baik saja. Saya benar-benar berterima kasih kepada Tuhan untuk memberikan saya orang tua yang menakjubkan.
Saya merenungkan mengapa dahulu saya melawan keluarga saya dan menyadari bahwa alasan saya sungguh egois dan sia-sia. Saya memutuskan untuk berhenti berkelahi dengan keluarga saya karena mereka tidak layak menerima kata-kata kasar saya setelah menunjukkan begitu banyak cinta dan perawatan. Terima kasih Tuhan, sejak saat itu, kami tidak mengalami perkelahian serius, dan saya bahkan memberitahu orang tua saya bahwa saya mencintai mereka sepanjang waktu. Saya juga tidak tega membohongi mereka lagi, karena saya sekarang mengerti betapa mereka mencintai saya. Dengan cara ini, kanker adalah panggilan Tuhan untuk membangunkan saya.
Setelah semuanya selesai, ibu saya mengatakan kepada saya bahwa sebelum diagnosis kanker, ketika dia sedang memasak atau membersihkan rumah, dia akan mendengar saya berdoa dalam bahasa lidah, tetapi ketika ia datang untuk memeriksa saya, saya hanya terlihat sedang duduk bekerja. Dalam kebingungannya, ia bertanya apakah saya sedang berdoa, hanya untuk menerima jawaban kasar. Dia mengatakan kepada saya bahwa ini adalah cara Tuhan mengatakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi kepada saya dan bahwa ia harus berdoa untuk saya. Tuhan sedang mempersiapkan seluruh keluarga saya untuk sidang ini.
KEMOTERAPI SPIRITUAL
Seiring kemoterapi bekerja untuk mengecilkan sel-sel ganas dan tumor, saya juga merasa keinginan jahat, kemarahan, dan kelemahan saya berkurang. Itu merupakan kemoterapi spiritual. Saya merasa fakta tersebut sangat menarik bahwa saya pun kanker besar tepat di depan hatiku, seolah-olah itu adalah manifestasi fisik dari semua kejahatan yang meliputi hati saya. Hal ini telah mengakibatkan begitu banyak kemarahan dan kekosongan dalam diri saya, mencegah saya melihat Allah dan orang lain dalam pandangan yang baik. Selama perawatan, meskipun saya merasa seperti tubuh luar saya sedang sekarat, batin saya perlahan-lahan dibawa kembali ke kehidupan, yang diperkuat dan dipulihkan di jalan yang benar.
Terima kasih Tuhan, saya dinyatakan bebas kanker pada bulan April 2013. Sejak itu, saya tidak berhenti mencoba untuk meningkatkan iman saya. Meskipun saya menderita, saya keluar tanpa luka apapun. Bahkan sekarang, pengalaman saya memiliki kanker terasa seperti mimpi yang hampir saya tidak ingat. Pengingat bahwa saya pernah sakit adalah bekas luka di tubuh saya. Tuhan benar-benar melindungi saya dan menunjukkan belas kasihan dan kasih-Nya. Dia menempatkan saya di api untuk memperbaiki saya sehingga saya akan menjadi bejana yang lebih lengkap. Dia menunjukkan kebenaranNya. Bahkan, Dia menunjukkan bahwa Dia adalah Bapa surgawi saya. Dia membawa saya kembali dan menyelamatkan saya dari keadaan tersesat. Sekarang saya merasa bahwa saya harus melakukan semuanya itu untuk kemuliaan Allah untuk membayar kasih-Nya.
Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?… Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya.. Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.
(Ibr 12: 7, 10, 11)
Melalui pengalaman ini, Tuhan mengatakan kepada saya bahwa saya adalah anak-Nya dan bahwa Dia mengasihi saya. Saya mempelajari bahwa ketika kita menderita, mungkin karena kita tidak taat. Ketika Tuhan menyesah kita, hal itu adalah untuk menunjukkan kepada kita kasih dan rahmat-Nya sehingga kita akan kembali kepada-Nya. Saya sangat bersyukur bahwa Dia menyelamatkan hidup saya. Semoga semua kemuliaan dan puji bagi nama-Nya.
Kotak Teks:
Perspektif seorang Pengamat
oleh Raymond Chou
Bagi saudari Steffi, penyakitnya adalah seperti mimpi. Dia mungkin tidak ingat detailnya, tapi saya ingat. Sebagai seorang pengkhotbah setempat, saya berada di bawah begitu banyak tekanan karena dewan gereja ingin saya menghiburnya. Tapi apa yang bisa Anda katakan kepada seorang gadis muda, cerah, dan cantik enam belas tahun yang baru saja didiagnosis dengan stadium kanker II?
Setelah banyak berdoa dan berjalan mondar-mandir, saya mengangkat telepon untuk meneleponnya. “Hi Pastor!” Katanya. Dia terdengar bahagia dan saya bisa mendengar suara video game di telepon-mungkin dia sedang bermain dengan kakaknya. Saya bertanya apakah dia baik-baik saja. “Saya baik-baik, saya baik-baik saja, tapi saya sibuk sekarang. Saya dapat berbicara dengan Anda nanti. “Dia terdengar baik-baik saja, jadi saya bertanya-tanya jika ada sesuatu yang salah. Tetapi di gereja pada hari Sabtu, saya duduk di samping ibu Steffi selama waktu makan siang untuk mengetahui lebih lanjut. Sebelum saya bisa mengatakan apa-apa, dia mulai menangis. Itu tidak mudah, terutama bagi orang tuanya.
Sebagai pengamat, kita melihat Allah menunjukkan bimbingan-Nya yang ajaib, membantu benih kecil untuk tumbuh, dan tumbuh kuat. Suatu hari, saya bertanya Steffi bagaimana perkembangan kemoterapi tersebut. Dia berkata, “Terima kasih Tuhan kemoterapi tersebut berjalan baik. Pada hari Kamis, saya melakukan kemoterapi. Pada hari Jumat, saya muntah sepanjang hari. Tapi puji Tuhan, pada hari Sabtu, saya bisa pergi ke gereja! “Saya tidak tahu bagaimana menanggapi jawaban positif seperti itu. Sungguh menakjubkan bagaimana seseorang bisa begitu nyaman menghadapi situasi seperti yang mengerikan dan drastis dalam hidupnya. Dia bahkan memimpin sesi penyembahan kidung disaat ia tidak memiliki rambut. Melihat hal ini, saya akan berpikir bahwa hal itu hanya dimungkinkan melalui kekuatan dari Tuhan-tidak ada alasan lain.
Ada saat-saat ketika Steffi berada dalam bahaya besar kehilangan hidupnya, ketika jumlah sel darahnya turun begitu rendah sehingga ia bisa meninggal kapan saja. Tapi seluruh cobaan tidak hanya sangat meneguhkan keluarganya, tetapi juga gereja lokal. Banyak anggota mulai merenungkan makna hidup dan rajin berdoa untuknya. Kami benar-benar berterima kasih kepada Tuhan bahwa kita mampu untuk melihat seperti perubahan besar dalam dirinya. Hal ini adalah keajaiban yang telah menginspirasi seluruh gereja. Semoga Tuhan terus membantu dan membimbing saudari Steffi.