Dipanggil Keluar Dari Dunia
Richard Solgot – Tampa, Florida, Amerika Serikat
Saya dibesarkan di sebuah keluarga dengan tradisi kepercayaan yang usianya sudah amat tua, yang dimulai sejak awal tahun 1600-an di Perancis, dan saya dididik dalam sekolah dengan basis kepercayaan tersebut. Meskipun demikian, selama bertahun-tahun saya merasakan suatu kehampaan dalam hati saya. Saya merasa bahwa ada sesuatu yang hilang, bahwa ada suatu kekosongan dalam hidup saya, tetapi saya tidak dapat memastikan apakah itu.
Ketika saya bergabung dalam kemiliteran, saya melepaskan kepercayaan saya dan tidak lagi pergi ke gereja sesering yang biasa saya lakukan. Tetapi bersyukur kepada Tuhan karena ketika saya menikah, istri saya, seorang anggota Gereja Yesus Sejati, dengan sabar menunggu dan mencucurkan banyak air mata dalam doa-doanya untuk saya. Setelah lima belas tahun, Tuhan akhirnya mulai bekerja dalam hati saya. Dia mulai menunjukkan apa yang saya butuhkan untuk mengisi kekosongan dalam diri saya.
Keluarga saya mulai mengadakan pemahaman Alkitab di rumah kami setiap hari Sabat pagi. Anak-anak saya telah dibaptis di Gereja Yesus Sejati, dan saya tidak berkeberatan dengan keinginan istri saya untuk meningkatkan kehidupan kerohanian mereka. Istri saya dan anak saya, Randy, telah menerima Roh Kudus dan berbicara dalam bahasa lidah, dan meskipun saya tidak keberatan mereka berdoa dengan cara ini, saya tidak dapat memaksa diri saya untuk memohon karunia ini. Saya merasa bahwa saya perlu berpegang pada kepercayaan lama saya dan berdoa dengan cara yang telah diajarkan kepada saya.
Setelah menyelesaikan pelajaran Alkitab pagi hari kami, saya akan berlutut, dan istri saya akan meminta saya untuk berdoa dengan nyaring. Tetapi saya akan berkata, “Tidak, saya akan berdoa dengan cara saya.” Jadi saya berdoa dengan pengertian, dalam hati. Saya mengucapkan bermacam-macam doa yang pernah diajarkan kepada saya dulu.
Penglihatan Pertama
Saya berdoa seperti ini selama beberapa waktu sampai suatu Sabat pagi, ketika sesuatu terjadi. Kami telah merencanakan untuk pergi ke Gereja Yesus Sejati di Pasifica, California, untuk menghadiri kebaktian kebangunan rohani. Istri saya ingin agar anak kami yang paling kecil, Sean, yang saat itu masih bayi, dibaptis. Saya berulang kali berkata, “Oke, kita tentu akan pergi.” Tetapi dalam hati saya sama sekali tidak ingin pergi. Saya berusaha mencari alasan untuk menghindar, sehingga mereka dapat pergi sendiri dan saya bisa tinggal di rumah. Karena saya masih berada dalam kemiliteran, saya pikir saya dapat berbohong dan mengatakan bahwa permohonan saya untuk liburan belum disetujui. Tetapi Tuhan tahu hati kita, dan Dia tahu apa yang terbaik untuk kita. Sekali Tuhan memilih Anda, tidak akan ada jalan kembali.
Ketika kami berlutut untuk berdoa pagi itu, istri saya berkata lagi kepada saya, “Ayolah, kenapa kau tidak berdoa dengan suara keras saja? Bilang saja ‘Haleluya, puji Tuhan!’ Katakan dengan suara keras, terus berulang-ulang.” Tetapi saya berkata, “Tidak, jangan ganggu aku, aku tidak akan berdoa dengan cara itu. Aku akan berdoa dengan caraku sendiri.”
Tapi begitu kami berlutut untuk berdoa, saya mengalami sesuatu yang tidak pernah saya alami sebelumnya. Kalau Anda memberitahukan bahwa saya akan mengalami pengalaman seperti itu, saya tidak akan percaya.
Ketika saya berlutut untuk berdoa, Tuhan memberi saya penglihatan. Saya melihat diri saya sedang berlutut dalam sebuah lingkaran cahaya, dan di tepi lingkaran ada enam sosok yang mengenakan jubah biarawan, dengan kerudung menutupi muka mereka. Di tangan mereka ada pedang yang menyala-nyala. Dan mereka bergerak mendekati saya.
Saya tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya, jadi hal pertama yang saya lakukan adalah membuka mata. Tetapi ketika saya membuka mata, saya tidak melihat hal yang aneh. Kemudian saya menutup mata, dan penglihatan itu kembali lagi. Hal ini menakutkan saya. Saya teringat akan pelajaran Alkitab kami bahwa kita dapat mengusir setan dalam nama Yesus, jadi saya berkata, “Haleluya, dalam nama Tuhan Yesus Kristus, setan pergilah!” Saya tidak menyadari bahwa saya mengatakannya dengan suara yang keras. Keluarga saya yang memberitahu saya kemudian.
Tiba-tiba keenam sosok gelap itu digantikan oleh enam sosok putih yang agung. Saya merasa sangat hangat dan tersentuh, sangat aman dan tenteram. Pada saat itu doa berakhir.
Saya tidak ingin menceritakan penglihatan ini kepada keluarga saya, karena hal ini sungguh-sungguh aneh dan baru bagi saya. Tetapi keluarga saya tahu bahwa sesuatu telah terjadi, karena mereka mendengar saya berseru “Haleluya!” dengan nyaring. Jadi mereka bertanya, “Ayah, apa yang terjadi?” Saya berkata, “Oh, tak ada apa-apa.” Tetapi mereka berkata, “Tidak, pasti ada! Ayah meneriakkan ‘Haleluya’ terus-menerus, beberapa kali.” Kemudian saya menceritakan apa yang saya lihat, dan istri saya berkata, “Tuhan sedang berusaha memberitahumu sesuatu. Kita perlu berdoa lagi.”
Penglihatan Kedua
Begitu saya berlutut untuk berdoa lagi, penglihatan yang lain datang. Dalam penglihatan ini, saya melihat diri saya berada dalam sebuah kapal kayu tua, seperti kapal-kapal di zaman Alkitab. Kapal itu dan lautan di sekitarnya sedang terbakar. Saya amat takut; saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan.
Saya memandang ke kejauhan dan melihat sebuah pulau hijau yang indah. Kemudian saya melihat bahwa keluarga saya sedang berdiri di pulau itu, dan istri saya sedang menggendong putra bungsu kami. Mereka memberi isyarat agar saya bergabung dengan mereka. Tetapi saya berpikir, bagaimana saya dapat bergabung dengan mereka? Lautan sedang terbakar, kapalnya sedang terbakar, dan tidak ada jalan agar saya dapat mencapai mereka.
Kemudian tiba-tiba saya mendengar sebuah suara berkata, “Carilah maka kamu akan menemukan, mintalah maka kamu akan menerima, dan ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu.” Saya memandang ke arah pulau itu, dari mana suara itu berasal, dan di belakang keluarga saya ada satu sosok putih yang indah. Saya tidak dapat melihat wajah-Nya, tetapi saya tahu bahwa itu adalah Tuhan Yesus. Dia berdiri di belakang mereka, merangkulkan tangan-Nya pada mereka. Rasa takut saya hilang, dan saya melihat diri saya pergi melalui laut yang terbakar itu. Begitu saya tiba, saya mulai menangis seperti seorang bayi. Doa berakhir pada saat itu.
Saya menangis selama 30 atau 40 menit setelah itu. Istri saya beberapa kali menanyakan apa yang saya lihat, dan saya menceritakan penglihatan itu kepadanya. Dia bertanya, “Menurutmu apa yang ingin disampaikan Tuhan kepadamu?” Saya berkata, “Kita akan pergi ke San Fransisco. Kita perlu pergi dan aku perlu dibaptis untuk pengampunan dosaku.”
Karunia Roh Kudus
Jadi kami pergi ke California untuk menghadiri kebaktian kebangunan rohani. Saya sebelumnya tidak pernah mengalami begitu banyak orang yang berdoa dalam bahasa lidah, dengan begitu banyak sukacita dan begitu banyak air mata tercurah, seperti yang saya alami dalam doa pagi pertama kebaktian kebangunan rohani itu. Hal itu sangat menghibur saya. Saya benar-benar dapat merasakan Roh Kudus bekerja, bukan hanya di antara jemaat, tetapi juga dalam diri saya. Saya dapat merasakan diri saya digerakkan oleh Roh Kudus.
Putri saya, saat itu berusia tiga belas tahun, menerima Roh Kudus waktu doa pagi itu. Ketika saya melihat wajahnya dan betapa berseri-serinya dia, dan ketika saya mendengar kesaksiannya tentang betapa bahagia dan sukacitanya dia, saya membuat sebuah tekad bahwa hal ini adalah sesuatu yang harus saya alami sendiri.
Jadi waktu doa berikutnya, di penghujung sore, saya datang ke baris terdepan untuk berdoa. Begitu berdoa, saya berusaha untuk berkonsentrasi pada Tuhan Yesus di kayu salib dan pada semua penderitaan yang Ia tanggung untuk saya. Saya memikirkan semua dosa yang telah saya perbuat dalam hidup saya, dan merendahkan diri di hadapan-Nya untuk memohon pengampunan dari-Nya.
Pendeta datang untuk menumpangkan tangan pada saya waktu berdoa. Begitu tangannya hampir menyentuh kepala saya, hawa panas dari tangannya mulai meresap ke dalam hati saya. Saya mulai berkeringat, dan suatu cahaya putih yang mulia bersinar melalui sisi kanan kepala saya dan turun ke dalam hati saya. Ketika cahaya itu keluar lagi, segala masalah, kesedihan, dan keputusasaan saya ikut dibawa keluar.
Saya mulai menangis dan berkata-kata dalam bahasa lidah yang tidak dapat dimengerti. Lidah saya mulai berputar, dan saya tahu bahwa Roh Kudus memenuhi saya. Saya tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Saya memuji Tuhan dan sangat berterimakasih atas karunia Roh Kudus-Nya yang begitu berharga.
Dari Hamba Menjadi Teman
Selama hari-hari terakhir minggu itu sebelum saya dibaptis, setan mulai bekerja dengan hebat untuk mencegah saya melakukan apa yang saya tahu adalah kehendak Tuhan. Saya mulai mengalami sakit kepala yang paling parah dan memuakkan setiap hari. Ada saat-saat saya tidak dapat tidur dan bahkan tidak dapat membuka mata. Bersyukur pada Tuhan, istri saya menyadari apa yang sedang terjadi. Dengan lembut, tapi tegas, dia membujuk saya pergi ke aula untuk mengikuti pelajaran. Secara berangsur-angsur, setelah tiga hari, sakit kepala saya hilang, dan dengan bantuan Allah peperangan melawan setan itu dapat dimenangkan.
Putra saya dan saya dibaptis pada tanggal 5 Juli 1985 di Lautan Pasifik, dan sejak saat itu hidup kami dipenuhi dengan berkat-berkat yang tiada henti. Kami juga mengalami pencobaan dan kesengsaraan, tapi kami tahu bahwa Tuhan Yesus ada bersama kami, dan Dia membimbing kami dalam setiap langkah kehidupan kami. Melalui Dia, semua dosa kami telah dihapuskan, kehidupan kekal kami ada dalam tangan-Nya, dan suatu hari nanti kami akan bersama dengan Dia di surga.
Sungguh merupakan berkat dan sukacita yang besar untuk mengetahui bahwa Tuhan telah memanggil saya dari dunia untuk menjadi teman-Nya. Dalam Yohanes 15:15-16, Tuhan Yesus berkata,
“Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang Kudengar dari Bapa-Ku. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.”
Saya memuji dan amat bersyukur kepada Tuhan Yesus atas anugerah kasih-Nya yang begitu indah. Biarlah segala kemuliaan hanya bagi nama-Nya yang kudus!