ANUGERAH ALLAH YANG INDAH
Sdri. Chen Chien-Fang, GYS Adelaide – Australia
Haleluya, di dalam nama Tuhan Yesus saya bersaksi. Nama saya Chen Chien-Fang, dan saya bersaksi untuk anak saya, Huang An-Chi.
Anak saya dilahirkan di Fuqing, tanggal 30 Desember 2011. Beberapa jam setelah ia lahir, kami berusaha memberinya makan, tetapi ia tidak dapat menghisap. Ia juga tidak dapat buang air, dan ia mengalami perut kembung. Kami diberitahukan untuk memindahkan anak kami ke Rumah Sakit Ibu dan Anak di Fujian untuk perawatan. Di waktu itu, jemaat di gereja-gereja di Fuqing dan kota kelahiran saya mendoakan An-Chi; seluruh keluarga kami juga bertekun dalam doa. Dokter menjalankan pemeriksaan x-ray dan menyimpulkan bahwa anak saya mungkin mengalami obstruksi usus neonatal. Jadi An-Chi dijadwalkan untuk menjalani operasi di pagi hari tanggal 1 Januari 2012.
Selama operasi, dokter menemukan bahwa yang dialami An-Chi bukan obstruksi usus, tetapi ketiadaan gerakan peristaltic (Red.: gerakan otot-otot yang berkontraksi untuk mendorong makanan sepanjang saluran pencernaan) di usus dan sel neuralgia. Jadi dokter memutuskan untuk melakukan bedah ostomi, dengan memotong 70 sentimeter bagian usus kecil untuk membuat sebuah stoma (Red.: perlubangan sementara atau permanen dinding abdomen pada waktu prosedur pembedahan untuk mengeluarkan pembuangan air besar atau air seni) dekat pusar untuk memungkinkan anak saya buang air. Namun setelah operasi feses masih tidak dapat lewat dari stoma, dan perutnya masih mengembung.
Pada hari kelima setelah operasi pertama An-Chi, saya menjenguknya di rumah sakit. An-Chi dipasangkan sebuah tabung lambung melalui hidungnya dan menderita kembung perut. Walaupun ia tampak sedih, ia terlalu lemah untuk menangis. Sebagai ibu, saya merasa sangat sedih melihat keadaannya. Dokter memberitahukan kami bahwa An-Chi berada dalam kondisi kritis dan kami harus bersiap-siap menghadapi keadaan terburuk – ia tidak dapat bertahan hidup apabila perutnya terus mengembung dan tidak dapat buang air.
Selama An-Chi dirawat di rumah sakit, ibu saya yang menjaganya setiap waktu. Ia menyanyikan pujian kepadanya, dan berpuasa dan berdoa. Kami semua berdoa dengan sungguh-sungguh, memohon belas kasihan kepada Allah untuk menyembuhkan anak saya, agar sel-sel neuralgia dapat tumbuh dalam tubuhnya dan ia dapat buang air besar. Saya berdoa kepada Tuhan dengan bercucuran air mata selama ia berada di rumah sakit. Kami percaya bahwa hanya Tuhan Yesus yang dapat menyelamatkannya, karena apa yang mustahil bagi manusia, tidak mustahil bagi Allah. Saudara-saudari seiman juga terus mendoakan anak saya dengan penuh kasih.
Puji Tuhan, Bapa yang berbelas kasihan mendengar doa kami. Anak saya akhirnya dapat buang air pada hari kedelapan setelah operasi, dan An-Chi boleh pulang dari rumah sakit pada hari ke-13. Setelah kembali ke rumah, anak saya menjadi kekurangan air karena laktosa intoleran (Red.: masalah pencernaan yang terjadi ketika tubuh tidak dapat mencerna laktosa), sehingga kami kembali membawanya ke rumah sakit. Puji Tuhan, karena kami mengenali gejala itu dengan cepat, ia dapat kembali pulang setelah diopname selama lima hari.
Tidak seperti manusia normal yang bisa buang air dari anus, feses anak saya keluar dari stoma dekat pusar, yang membutuhkan operasi kedua. Jadi kami membawa An-Chi ke Australia untuk menjalani operasi kedua ketika ia berumur empat bulan. Karena operasi akan dijalankan di rumah sakit umum, perawatannya gratis; namun kami harus menunggu sangat lama untuk bertemu dokter. Karena itu kami harus tinggal selama lebih dari lima bulan di Australia untuk operasi kedua.
Masa itu sungguh adalah masa yang sulit. Anak saya membutuhkan perawatan terus menerus karena sistem kantong yang dihubungkan ke stomanya untuk buang air. Kantong itu harus diganti satu atau dua kali sehari agar kulitnya tidak mengalami iritasi. Hal ini sungguh membuat bayi yang baru berumur beberapa bulan menderita. Tetapi puji Tuhan Yesus, kulit di sekitar stomanya sehat. Setiap kali kami ke rumah sakit untuk pemeriksaan, dokter dan perawat menyebutkan baiknya perawatan yang saya berikan pada anak saya. Namun saya mengetahui jelas bahwa ini karena kasih Allah yang besar dan anugerah-Nya. Puji Tuhan!
Pada tanggal 10 Oktober 2012, An-Chi menjalani operasi kedua di Australia. Ia masuk ke ruang operasi sekitar jam satu siang dan keluar sekitar jam empat. Bagi kami, operasi itu berlangsung seperti tujuh sampai delapan jam. Kami bersyukur atas tuntunan Tuhan. Namun pada hari kedua setelah operasi, An-Chi menangis terus menerus; dan dokter yang merawatnya menyuruh kami untuk segera memberi makan. Jadi perawat memberinya 100 ml susu dingin sebelum ia buang air atau angin. Karena perutnya sudah kembung, kembungnya menjadi semakin parah setelah ia minum susu, dan ia tidak mau minum susu lagi. Biasanya An-Chi mempunyai nafsu makan yang baik di rumah, jadi saya merasa kuatir. Saya memberitahukan dokter bahwa perut An-Chi juga kembung di Tiongkok, walaupun sampai ia berada dalam kondisi kritis. Dokter bersikeras bahwa hal ini normal setelah operasi besar; dan ia menganjurkan saya agar tidak terlalu kuatir. Keluarga kami dan jemaat di gereja mendoakan anak saya dengan sungguh-sungguh.
Puji Tuhan, anak saya akhirnya dapat buang air pertama kalinya setelah operasi pada jam sembilan pagi tanggal 13 Oktober (hari Sabat). Ia buang air sekitar 20-30 kali setiap hari dan selalu menangis karena rasa sakit di anusnya setiap kali ia buang air. Ketika dokter melihat anak saya sudah bisa buang air, ia tidak lagi memberikan pengobatan rasa sakit. Walaupun An-Chi sudah bisa buang air, ia selalu menangis karena tidak terbiasa buang air dari anus.
Setelah operasi, An-Chi tidak dapat tidur dengan normal dan ia selalu menangis. Saya harus menggendongnya sepanjang hari tanpa istirahat. Tanggal 19 Oktober, dokter memeriksa buang airnya dan mendesak kami untuk keluar dari rumah sakit, walaupun perutnya masih kembung. Dokter berkata bahwa anak kami tidak lagi membutuhkan perawatan dan kapasitas rumah sakit terbatas, jadi kami harus pulang. Selain itu mengenai kembung anak saya, untuk sembuh total dapat memakan waktu berbulan-bulan. Jadi dokter merasa An-Chi tidak perlu terus tinggal di rumah sakit dan membuang-buang sumber daya negara. Saya sangat marah mendengar perkataannya, karena anak saya masih dalam kesakitan. Tetapi saya hanya dapat mengikuti kata dokter karena kami tidak berada di negara sendiri.
Setelah kembali ke rumah, anak saya masih tidak dapat tidur di malam hari. Lebih lagi, saya tidak dapat membaringkannya di tempat tidur untuk mengganti popok, karena tangisannya semakin menjadi-jadi. Saya tidak tahu apa lagi yang dapat saya lakukan selain berdoa kepada Allah. Keluarga saya di Tiongkok juga turut mendoakannya.
Pada pagi hari tanggal 20 Oktober, anak saya tampak sangat lemah karena ia tidak mau minum susu lebih dari seminggu. Ia tidak buang air. Kulitnya juga sangat kering dan ia tampak dehidrasi, jadi kami kembali membawanya ke UGD (Unit Gawat Darurat) keesokan paginya. Setelah pemeriksaan darah, ia dibawa ke rawat inap dan dokter memberikan infus cairan karena anak saya sangat dehidrasi. Lalu mereka mencoba memberikan analgesik ke anusnya tiga atau empat kali, tetapi tidak berhasil. Belakangan mereka mencoba infus anus dan memberikan enema (Red.: prosedur pemasukan cairan ke dalam kolon melalui anus) untuk membantu buang air. Awalnya ini berhasil, tetapi hanya sementara. Dan kali ini enema pun tidak membuahkan hasil. Kami harus tinggal di rumah sakit selama limat atau enam hari. Sebagai ibu, hati saya sangat pedih melihat anak saya melalui penderitaan yang berat; keluarga kami juga kuatir. Tetapi saya tidak dapat melakukan apa-apa selain mendoakannya.
Tanggal 26 Oktober pagi (hari Jumat), dokter menganjurkan An-Chi menjalani pemeriksaan x-ray – yang ketujuh setelah operasi. Jam 12:30 siang dokter memberitahukan saya bahwa mereka memutuskan untuk melakukan biopsi dan operasi pada anak saya. Mereka ingin memasukkan tabung ke pembuluh vena dekat jantungnya untuk memberikan makanan. Mereka berkata bahwa infus membutuhkan waktu berbulan-bulan karena anak saya dehidrasi dan kekurangan gizi. Setelah operasi ketiga, ia tidak boleh makan apa pun, jadi ia harus tinggal di rumah sakit dan mengandalkan makanan dari tabung. Mengenai buang air, dokter berkata untuk tidak kuatir, karena operasi ini ditujukan khusus untuk menyelesaikan masalah buang airnya. Skenario terburuknya, mereka harus melakukan ostomi lagi untuk membuat stoma untuk buang air, sama seperti operasi yang dilakukan di Tiongkok; dan kemudian memikirkan operasi radikal setelah keadaan anak saya membaik.
Jadi, An-Chi masuk ruang operasi jam dua kurang, dan di luar kami mendoakannya seperti operasi sebelumnya. Ketika waktu sudah hampir jam enam, operasi masih belum selesai. Dokter keluar dari ruangan operasi dan memberitahukan saya bahwa keadaannya tidak baik – mereka menghadapi masalah-masalah tak terduga. Usus-usus An-Chi terekat satu sama lain; mereka tidak dapat melakukan ostomi karena dapat melukai usus. Mempertimbangkan resiko itu, dokter hanya dapat memutuskan untuk membatalkan operasi.
Anak saya kemudian dibawa ke ICU. Selain memberikan makanan dalam bentuk cairan nutrisi melalui tabung, mereka tidak dapat berbuat apa-apa untuk menolongnya. Dokter berkata apabila perutnya tidak lagi kembung, mereka mungkin dapat memikirkan untuk melakukan operasi lagi dalam waktu beberapa bulan. Namun kalau ia terus mengalami kembung, mereka juga tidak tahu apa yang harus dilakukan. Rencana perawatan ini tergantung pada keadaan anak, sehingga pada saat itu mereka tidak dapat memberikan jawaban yang pasti.
Saya sangat terkejut mendengar hal ini, karena kata-kata dokter terasa seperti hukuman mati atas anak saya. Saya tidak tahu bagaimana masa depan anak saya, atau berapa banyak lagi kesakitan yang harus ia lalui sepanjang hidupnya. Saya hanya dapat berdoa kepada Tuhan: “Tuhan, tolong kasihanilah anak ini karena Engkaulah yang memberinya hidup. Mana mungkin Engkau tega mengambilnya lagi?” Saya menyesal tidak memberi anak saya dibaptis ketika kami masih di Tiongkok. Jadi saya meminta keluarga saya untuk menghubungi gereja setempat.
Dengan pertolongan Pdt. Chang Siu-Hua dan Sdri. Hwa-Yin, kami berhasil menghubungi gereja di Australia. Pendeta di Australia bersama saudara-saudari seiman datang ke rumah sakit untuk berdoa dan menumpangkan tangan. Pada awalnya saya meminta pendeta untuk melaksanakan baptisan khusus bagi anak saya, agar setidaknya ia dapat beristirahat di pangkuan Allah apabila keadaannya semakin memburuk. Dengan demikian segala penderitaan lahiriahnya tidak sia-sia dan hati saya terhibur. Namun pendeta menyadari bahwa suami saya belum percaya dan ia bahkan menentang iman saya. Jadi kalau anak saya dibaptis di tengah keadaan seperti ini, sama saja dengan mendesak suami saya untuk menyetujui baptisan ini. Perbuatan seperti itu mungkin tidak akan memuliakan nama Tuhan. Jadi pendeta menghibur saya bahwa ia merasa yakin anak saya akan sembuh; Tuhan Yesus pasti akan menyembuhkannya.
Iman saya dikuatkan mendengar kata-kata pendeta. Saya sudah berada di Australia hampir setengah tahun, tetapi saya tidak pernah menghubungi GYS di sana. Walaupun saya membaca Alkitab dan berdoa setiap hari, saya merasa sangat lemah. Saya berdoa kepada Tuhan, “Oh Tuhan, saya sungguh bersalah. Kasihanilah saya dan kasihanilah anak ini. Ia akan menjadi salah satu domba dalam kawanan domba-Mu. Berilah anak domba ini kesempatan agar hidupnya menjadi berbeda karena Engkau, dan agar ia dapat bersaksi bagi Engkau.” Keluarga saya juga berdoa dan berpuasa baginya.
Puji Tuhan, An-Chi akhirnya dapat buang air tanggal 31 Oktober. Dokter pun terkejut dengan hal ini. Namun dokter masih tidak mengizinkan kami memberi makan An-Chi, dan ia dirawat di ICU selama sembilan hari dan akhirnya dipindahkan ke rawat inap umum tanggal 3 November. Dokter hanya mengizinkan An-Chi minum air dan jus apel, tanpa makanan padat. Akibatnya berat badannya terus menurun, tetapi tekanan darah An-Chi tetap tinggi karena ia menerima jenis cairan nutrisi baru yang belum sepenuhnya dibuktikan tidak berbahaya oleh laporan-laporan terpercaya. Kami terus mendoakannya; dan dokter akhirnya mengizinkan kami memberinya makan. Setelah menerima makanan padat, buang air An-Chi menjadi normal; keadaannya mulai membaik setiap hari.
Walaupun saya orang bodoh, dan tidak tahu bagaimana berdoa, Allah berbelas kasihan dan murah hati – Ia memberikan cara penyembuhan terbaik untuk menyembuhkan manusia. Ia mencegah anak saya buang air di malam hari agar ia dapat tidur nyenyak (ia hanya bangun ketika ia lapar). Setelah itu, anak saya buang air empat sampai lima kali sehari tanpa rasa sakit; dan warna fesesnya pun normal. Ia menjadi sama seperti anak-anak lain!
Pada waktu itu, saya hanya memohon kepada Allah untuk menolong anak saya; agar ia dapat buang air dengan normal, agar ia tidak perlu menjalani operasi. Allah yang benar sungguh di luar perkiraan manusia. Tidak saja Ia menolong anak saya, tetapi Ia juga menyembuhkan anak saya sepenuhnya. Puji Tuhan! Tanggal 16 November anak saya dipulangkan dari rumah sakit. Sekarang ia buang air tiga sampai lima kali sehari, dan menerima makanan normal. Dibandingkan dengan anak-anak lain yang menjalani operasi yang sama, ia pulih dengan cepat, sepenuhnya di luar perkiraan kami. Bahkan dokter juga merasa ini luar biasa. Saya tidak tahu bagaimana menyatakan syukur saya dengan kata-kata; saya hanya dapat menyerahkan segala kemuliaan bagi nama Yesus yang kudus. Di mana pun saya berada, saya akan bersaksi akan anugerah Allah yang indah atas anak saya.
Catatan: Anak saya, Huang An-Chi, dibaptis di Gereja Fuqing tanggal 27 Januari 2013.