SAUH BAGI JIWA
Hikmat Orang Miskin
“Kataku: ‘Hikmat lebih baik dari pada keperkasaan, tetapi hikmat orang miskin dihina dan perkataannya tidak didengar orang’” (Pengkhotbah 9:16)
“Kataku: ‘Hikmat lebih baik dari pada keperkasaan, tetapi hikmat orang miskin dihina dan perkataannya tidak didengar orang’” (Pengkhotbah 9:16)
Ada sebuah kisah yang tertuliskan di dalam kitab Pengkhotbah, yang terjadi di sebuah kota kecil yang jumlah penduduknya tidak seberapa banyak. Suatu hari ada seorang raja yang agung menyerang kota kecil ini dan melakukan pengepungan. Raja dan pasukannya mendirikan tembok-tembok pengepungan yang besar, sehingga kota kecil ini benar-benar terkepung. Namun, ternyata di kota tersebut ada seorang miskin yang berhikmat. Dengan hikmatnya, ia memikirkan berbagai cara dan strategi untuk menyelamatkan kotanya. Sampai akhirnya, dengan hikmat orang miskin tersebut, kota kecil tersebut dapat lepas dari kepungan raja dan selamat dari serangan. Tapi ternyata aksi heroik dan hikmat orang miskin tersebut berlalu begitu saja dan tidak ada orang yang mengingatnya.
Ini adalah kisah yang cukup memberikan gambaran atas ayat emas kita pada hari ini. Dalam hal ini, keperkasaan dapat merujuk kepada kekayaan, status sosial, kedudukan, dan kekuasaan yang tinggi. Hanya karena tidak memiliki itu semua, orang miskin yang menyelamatkan kotanya pun tidak dianggap sama sekali dan terlupakan begitu saja. Namun berbeda halnya jika yang melakukan aksi heroik tersebut adalah orang-orang penting yang mempunyai kedudukan–orang-orang akan lebih menghargainya.
Saudara-saudari yang terkasih, tanpa kita sadari, di dalam kehidupan kita sehari-hari sering kali juga terjadi hal demikian. Ketika seseorang tidak punya status sosial, kekayaan, dan kedudukan, sering kali ia dipandang sebelah mata. Sekalipun pendapat dan hikmatnya baik dan benar, tapi karena tidak punya apa-apa, akhirnya tidak dianggap sama sekali. Tapi berbeda dengan orang yang mempunyai kuasa, kedudukan, dan status sosial–apa pun yang ia sampaikan, sekalipun jika itu tidak baik dan tidak benar, orang masih menaruh kepercayaan kepadanya. Seolah-olah dunia tidak berpihak kepada orang-orang miskin, walaupun jika mereka mempunyai hikmat yang baik.
Celakanya lagi, hal-hal seperti ini juga dapat kita temukan di dalam kehidupan bergereja. Hal ini membuat Yakobus mengingatkan kepada kita semua sebagai orang-orang percaya untuk tidak memandang muka dalam kehidupan keberimanan kita (Yak 2:1). Pada saat itu, ternyata juga terjadi hal yang demikian, yaitu jemaat menaruh hormatnya kepada mereka yang punya harta saja. Sedangkan kepada orang-orang miskin, mereka memandang sebelah mata.
Lalu bagaimana di dalam kehidupan jemaat gereja pada masa saat ini? Apa pertimbangan kita ketika kita memilih para pengurus gereja? Apa pertimbangan kita ketika kita mengusulkan seseorang untuk menjadi diaken atau penatua? Apakah kita masih melihat latar belakang seseorang ketika mencari teman?
Kiranya renungan firman Tuhan pada hari ini dapat menjadi sebuah renungan bagi diri kita masing-masing. Kiranya kita dapat belajar untuk tidak membeda-bedakan perilaku kita kepada orang lain hanya karena latar belakang mereka. Ingatlah bahwa di mata Tuhan, kita semua adalah sama (Ams 22:2). Tuhan Yesus menyertai kita semua.
Sauh Bagi Jiwa Sebelumnya
Apakah sudah melakukan Mezbah Keluarga pada minggu ini?

Berikut ini adalah Saran Pertanyaan untuk sharing Mezbah Keluarga
Sharing Mezbah Keluarga
Tanggal: 20-21 September 2025
1. Bacalah renungan “HIKMAT ORANG MISKIN”
2. Berikan sebuah contoh dalam kehidupan sehari-hari atau dalam kehidupan bergereja, bagaimanakah kita bersikap tidak memandang muka? Setiap anggota keluarga dapat berbagi pendapatnya.
3. Berdoalah bersama-sama. Mohon Tuhan Yesus membantu agar kita tidak memandang muka.
-
- Durasi 60 menit dan waktu pelaksanaan bebas sesuai kesepakatan keluarga.
- Pembukaan:
- Dalam nama Tuhan Yesus mulai Mezbah Keluarga
- Doa dalam hati & menyanyikan 1 Lagu Kidung Rohani
- Membaca/ mendengarkan SBJ hari Sabtu/ Minggu.
- Sharing & diskusi keluarga:
- Apakah ayat atau bahan bacaan dalam seminggu yang paling berkesan.
- Adakah pengalaman rohani/ kesaksian pribadi yang berkenaan dengan bacaan yang berkesan.
- Adakah bagian bacaan yang tidak dimengerti? Jika diperlukan dapat ditanyakan kepada pendeta/ pembimbing rohani setempat.
- Apakah tantangan yang akan dihadapi dan bagaimana supaya dapat melakukan pengajaran dalam kehidupan sehari-hari.
- Penutup:
- Saling berbagi pokok doa keluarga dan gereja.
- Berlutut berdoa dan memohon kepenuhan Roh Kudus.