“Firman Tuhan kepada Kain: ‘Di mana Habel, adikmu itu?’ Jawabnya: ‘Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?’”

(Kejadian 4:9)

Ketika kita melayani sebagai guru di sekolah maupun di kelas Sabat, adakalanya kita melihat banyak kesalahan-kesalahan kecil yang dialami oleh murid-murid. Misalnya mengejek dan melukai teman, atau bahkan mengeluarkan ucapan-ucapan yang menghina orang tua mereka. 

Guru yang bijak akan mendengar permasalahan yang sebenarnya, memanggil yang bersalah, memberi tahu kesalahannya, lalu meminta mereka berdamai. Biasanya begitu seorang anak SD diberitahukan dia bersalah dan membuat temannya sampai menangis, maka dia juga akan menjadi takut dan menyesal. Bahkan akhirnya bisa ikut menangis juga. Namun, bila guru mengabaikannya, maka murid tersebut merasa tidak apa-apa berbuat salah, bahkan dia mungkin tidak tahu bahwa itu adalah sebuah kesalahan.

Adam dan Hawa memiliki dua orang putra, yaitu Kain dan Habel. Kain menjadi petani, sedangkan Habel menjadi seorang gembala kambing domba. Setelah beberapa waktu lamanya, Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanahnya, sedangkan Habel memberikan persembahan anak sulung kambing dombanya. Tuhan mengindahkan persembahan Habel, sedang persembahan Kain tidak diindahkan. Kain menjadi panas hati dan mukanya muram. Ia juga tidak menghiraukan peringatan Tuhan akan dosa. Ia mengajak adiknya ke padang dan membunuh Habel di sana. Ketika Tuhan datang dan bertanya kepadanya tentang keberadaan Habel, dia menjawab tidak tahu dan “apakah aku penjaga adikku?”

Berbeda dengan kebanyakan murid kita yang ketika ditegur langsung tahu kesalahannya dan meminta maaf, Kain tidak berlaku demikian. Meskipun Tuhan sudah mengetahui perbuatannya yang jahat, ia tidak menyesali perbuatannya. Kain juga merasa hukuman yang Tuhan berikan kepadanya lebih besar daripada yang dia dapat tanggung. Tidak ada penyesalan sedikit pun dari perbuatan yang telah ia lakukan pada adiknya. Ia bahkan tidak mau mengakui perbuatannya dan menganggap Allah tidak adil.

Sebagian dari kita tentu pernah melakukan kesalahan, baik kecil maupun besar. Kita bisa mendapat teguran dari firman Tuhan, namun Tuhan juga bisa memakai orang-orang di sekitar kita untuk memberitahukan kesalahan kita. Satu hal yang penting adalah apakah kita mau mengakui kesalahan kita? Atau apakah kita merasa tidak bersalah dan tetap melakukan kesalahan tersebut?

Berbeda dengan Kain yang tidak merasa bersalah, Raja Daud menyesali kesalahan besar yang dia lakukan terkait Uria dan Batsyeba. Dia mengakui kesalahan yang telah dia perbuat (Mzm 32:5).

Seperti apa yang diajarkan Tuhan Yesus dalam Doa Bapa Kami agar Tuhan mengampuni kesalahan yang kita lakukan, mari kita memohon ampun kepada-Nya. Tidak hanya itu, kita juga perlu berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan kita lagi. Haleluya, amin.