SAUH BAGI JIWA
Kesia-Siaan Belaka
“Kenang-kenangan dari masa lampau tidak ada, dan dari masa depan yang masih akan datang pun tidak akan ada kenang-kenangan pada mereka yang hidup sesudahnya.“ (Pengkhotbah 1:11)
“Kenang-kenangan dari masa lampau tidak ada, dan dari masa depan yang masih akan datang pun tidak akan ada kenang-kenangan pada mereka yang hidup sesudahnya.“ (Pengkhotbah 1:11)
Lahir di AS pada 1898, William James Sidis adalah seorang anak yang lahir dengan tingkat IQ mencapai 260, jauh melebihi Albert Einstein dengan IQ 160, Isaac Newton dengan IQ 190 atau bahkan Mark Zuckerberg, pemilik media sosial Facebook yang kabarnya ber-IQ 152. Selain mahir dalam bidang ilmu matematika, Sidis juga ahli berbagai macam dialek dan berbakat menulis. Pada usia delapan tahun, ia menguasai delapan bahasa. Di umur sebelas tahun, ia terdaftar sebagai orang termuda yang diterima di Harvard. Kemampuan matematika Sidis sangat menonjol, bahkan ia mengajari profesornya sendiri, sehingga ia digelari sebagai “Child Prodigy” atau si anak ajaib.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Sidis menginginkan kehidupan yang “sempurna” dan menurutnya pengasingan adalah salah satu jalannya. Selain tidak menginginkan ketenaran, keputusannya untuk mengasingkan diri diduga berkaitan dengan masa kecilnya yang cukup tertekan karena pola didikan ayahnya. Ia menulis beberapa buku dengan nama samaran yang berbeda-beda.
Sidis menghabiskan hidupnya dengan kemiskinan dan kesepian. Terasing dari keluarga, bekerja sebagai operator mesin dan pekerjaan kecil serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup, sang jenius yang sangat mampu mengubah dunia itu mati tragis di usia 46 tahun karena pendarahan otak.
Saat mulai membaca Kitab Pengkhotbah, kita dapat langsung menemukan kalimat “segala sesuatu sia-sia.” Betapa hati akan menjadi ciut dengan pemaparan tentang hidup manusia yang fana.
Namun, “kesia-siaan” yang senantiasa disampaikan oleh sang Pengkhotbah, sama sekali bukan lampiasan ekspresi keputus-asaan ataupun kekecewaannya; melainkan bertujuan agar para pembaca dapat merenungkan kefanaan hidup manusia sehingga pembaca dapat mengevaluasi kembali tujuan hidup serta hubungan pribadinya dengan Sang Pencipta.
Pengkhotbah 1:4-11 mengatakan bahwa manusia datang dan pergi, tapi bumi tetap ada; matahari tetap terbit dan terbenam, angin tetap berputar dan air tetap mengalir ke laut; panca indra manusia tidak akan pernah terpuaskan; apa pun pencapaian manusia, bukanlah sesuatu hal yang baru, karena selalu saja ada orang-orang di masa lalu yang sudah memikirkannya; dan kebanyakan dari manusia tidak akan diingat bahkan oleh orang-orang yang hidup setelahnya.
Jika kita hanya berfokus pada dunia ini dan jauh daripada Tuhan, kita tidak akan menemukan hidup yang berarti. Lalu, bagaimana kita harus menjalani hidup ini supaya berarti? Kita harus takut akan Tuhan dan berpegang pada perintah-perintahNya. Tuhan Yesus telah menebus dosa kita dengan darah-Nya. Oleh karena itu, marilah kita melihat hidup kita sebagai anugerah dari Tuhan Yesus. Jalanilah hidup ini dengan berpegang pada perintah-Nya, tekun berdoa, dan terima pimpinan Roh Kudus. Kita percaya Tuhan Yesus pasti akan selalu melindungi dan menolong kita dalam menjalani hidup ini. Hidup yang tadinya sia-sia pun menjadi hidup yang berpengharapan.
“Mereka akan menjadi milik kesayangan-Ku sendiri, firman Tuhan semesta alam, pada hari yang Kusiapkan. Aku akan mengasihani mereka sama seperti seseorang menyayangi anaknya yang melayani dia. Maka kamu akan melihat kembali perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya” (Mal 3:17-18).
Sauh Bagi Jiwa Sebelumnya
Apakah sudah melakukan Mezbah Keluarga pada minggu ini?
![bible-2167778_1920 bible-2167778_1920](https://tjc.org/id/wp-content/uploads/sites/43/2017/03/bible-2167778_1920.jpg)
-
- Durasi 60 menit dan waktu pelaksanaan bebas sesuai kesepakatan keluarga.
- Pembukaan:
- Dalam nama Tuhan Yesus mulai Mezbah Keluarga
- Doa dalam hati & menyanyikan 1 Lagu Kidung Rohani
- Membaca/ mendengarkan SBJ hari Sabtu/ Minggu.
- Sharing & diskusi keluarga:
- Apakah ayat atau bahan bacaan dalam seminggu yang paling berkesan.
- Adakah pengalaman rohani/ kesaksian pribadi yang berkenaan dengan bacaan yang berkesan.
- Adakah bagian bacaan yang tidak dimengerti? Jika diperlukan dapat ditanyakan kepada pendeta/ pembimbing rohani setempat.
- Apakah tantangan yang akan dihadapi dan bagaimana supaya dapat melakukan pengajaran dalam kehidupan sehari-hari.
- Penutup:
- Saling berbagi pokok doa keluarga dan gereja.
- Berlutut berdoa dan memohon kepenuhan Roh Kudus.