Hati Yang Suci
Suci artinya bersih, murni, dan bebas dari kecemaran. Jadi, orang yang suci hatinya adalah orang yang terus menerus membersihkan hatinya dari hal-hal yang jahat dan tidak membiarkan dosa ataupun niat jahat berakar di dalam hatinya.
Suci artinya bersih, murni, dan bebas dari kecemaran. Jadi, orang yang suci hatinya adalah orang yang terus menerus membersihkan hatinya dari hal-hal yang jahat dan tidak membiarkan dosa ataupun niat jahat berakar di dalam hatinya.
Murah hati berarti memiliki hati yang suka dan mudah untuk memberi. Atau dengan kata lain, tidak pelit. Ketika kita membawa bekal makan siang ke sekolah atau ke tempat kerja dan melihat ada teman kita yang tidak memiliki makanan, maka dengan senang hati kita akan berbagi makanan kepadanya. Ketika kita mengetahui ada saudara seiman kita yang mengalami kekurangan atau menghadapi kesusahan, kita pun dengan segera akan membantunya, baik secara materi maupun secara moril. Inilah orang yang murah hati.
Pernahkah Saudara merasa lapar dan haus? Tentunya semua orang pernah mengalaminya. Ketika buru-buru pergi ke kantor dan belum sempat makan pagi, menjelang siang, perut kita akan merasa lapar dan di saat itulah kita ingin segera makan. Ketika berjalan kaki di tengah teriknya panas matahari, kita akan merasa kehausan. Dan di saat itulah, kita merasakan keinginan yang kuat untuk bisa minum air. Inilah kebutuhan dasar manusia. Setiap hari kita perlu makan dan minum, agar tubuh kita sehat sehingga bisa menjalani aktivitas kita sehari-hari dengan baik. Jika kekurangan makanan atau minuman, maka kita pun akan merasa lemas dan kurang bertenaga.
Ini adalah perkataan ketiga dari delapan kebahagiaan yang diucapkan oleh Tuhan Yesus, ketika Ia sedang berkhotbah di atas bukit. Sifat lemah lembut ini dalam Alkitab versi Bahasa Inggris NASB diterjemahkan sebagai gentle, yang memiliki arti tenang, tidak mudah menjadi marah, penuh toleransi, dan ramah. Kelemahlembutan inilah yang diucapkan Paulus kepada jemaat di Galatia sebagai salah satu bagian dari buah Roh. Dan sifat lemah lembut inilah yang dimiliki oleh Tuhan Yesus (Mat. 11:29).
Semua orang tentunya ingin berbahagia. Tidak ada orang yang suka akan penderitaan dan dukacita. Namun di sini Tuhan Yesus mengatakan, “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.” Mengapa orang yang berdukacita itu dikatakan berbahagia?
Khotbah pertama Yesus yang dicatatkan dalam Kitab Matius ini berbicara mengenai kebahagiaan. Ada delapan ucapan bahagia. Tentunya kebahagiaan inilah yang dicari dan diharapkan oleh setiap orang di dalam hidupnya. Namun, apa yang dikatakan Yesus mengenai kebahagiaan ini berbeda dengan pemikiran masyarakat pada umumnya. Karena kebahagiaan yang dibicarakan Yesus ini adalah sukacita sorgawi yang sejati, yang memang sangat berbeda dengan kebahagiaan duniawi yang semu.
Menjalani kehidupan yang damai dan tenteram adalah hal yang diharapkan oleh setiap orang. Namun pada kenyataannya, kehidupan tidaklah selalu berjalan dengan mulus. Ada kalanya kita akan menghadapi berbagai kesukaran dan permasalahan, yang dapat membuat kita menjadi lemah dan putus asa. Dalam keadaan seperti ini, siapakah yang dapat menolong kita?
Pernahkah terpikir dalam benak kita, mengapa Tuhan Yesus pergi ke danau Galilea untuk memilih murid-murid-Nya yang pertama? Sebab pada masa itu, wilayah Galilea dihuni oleh orang-orang Samaria, yaitu orang-orang Yahudi yang telah kawin campur dengan bangsa lain, membuat Galilea dituliskan sebagai wilayah bangsa-bangsa lain (Mat. 4:15). Wilayah Galilea ini juga kurang terpandang karena tidak ada nabi yang datang dari Galilea (Yoh. 7:52). Namun, Tuhan Yesus memilih mereka menjadi murid-murid-Nya. Karena kasih serta kemurahan Tuhan Yesus, orang-orang Galilea yang rendah dan tidak terpandang ini bisa dipilih dan dipakai menjadi alat kemuliaan-Nya.
Mari kita mengenang masa kecil kita sejenak. Mungkin ada di antara kita yang dikenal sebagai anak nakal, karena begitu sulitnya diatur dan bahkan seringkali membantah ketika dinasihati oleh orang tua maupun guru. Tidak jarang kita mendapatkan hukuman ketika kita melakukannya. Saat ini, tentunya kita sudah tidak lagi melakukan kenakalan seperti itu. Kita akan tersenyum mengingat masa-masa itu dan tidak habis pikir mengapa kita begitu sulit diatur saat itu.
Dalam pencobaan yang ketiga, Iblis membawa Yesus ke atas gunung yang sangat tinggi untuk memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dan segala kemegahannya. Bukan sekedar dengan kata-kata, Iblis menggunakan daya tarik visual dunia yang sangat memikat untuk menggoda Yesus. Dan semuanya itu akan diberikan Iblis kepada-Nya jika Yesus sujud menyembah kepadanya.