Bagian 8. Harapan dan Doa Musa yang Kedelapan – Mazmur 90:17b
22. Hidup Bukan Dari Hikmat Duniawi
“Inilah yang kami megahkan…bahwa hidup kami di dunia ini…dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah bukan oleh hikmat duniawi, tetapi oleh kekuatan kasih karunia Allah”
—2 Korintus 1:12
Dari tulisan rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, kita dapat memetik sebuah pengajaran, yaitu: Adanya perbedaan yang nyata antara kehidupan orang yang percaya Tuhan dengan orang yang mengandalkan hikmatnya sendiri.
Paulus menuliskan nasehatnya dalam surat kepada jemaat di Korintus berdasarkan pengalaman hidupnya sendiri. Benar bahwa kita harus bekerja keras, tetapi janganlah kita hanya bersandar pada kepintaran diri sendiri.
Renungan:
Dalam dunia kerja, setiap perusahaan tentunya mencari sumber daya manusia yang bertalenta dan memiliki kemampuan untuk memajukan usaha. Bahkan tidak jarang karena tuntutan dari pekerjaan, banyak pekerja yang merasa tertekan, karena merasa memiliki keterbatasan dan ketidak-mampuan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Akibatnya, karyawan mulai merasa kuatir dan takut akan masa depan. Meskipun ia memiliki pekerjaan, dalam hatinya justru tidak ada kedamaian sama sekali. Itulah kondisi saat kita berada dalam kekangan hikmat duniawi.
Rasul Paulus dalam suratnya mengingatkan jemaat di Korintus bahwa hidup di dunia sesungguhnya bergantung pada kekuatan kasih karunia Allah, bukan dari hikmat duniawi. Dengan kata lain, di dalam melakukan segala sesuatu, lakukanlah semampu dan semaksimal yang kita miliki. Selebihnya, apakah pekerjaan tersebut akan berhasil atau tidak, kita serahkan ke dalam tangan Tuhan.
Ketika kita bekerja dalam sebuah perusahaan, tentunya pimpinan perusahaan yang mengatur dan mengendalikan jenis pekerjaan yang harus kita lakukan.
Namun, di luar dari perusahaan, masih banyak lagi hal-hal yang tidak dapat dikendalikan oleh pimpinan perusahaan—seperti halnya kesehatan, kejiwaan, hubungan sosial, sampai pada keselamatan diri kita dan anggota keluarga.
Kesemua hal tersebut, termasuk nyawa dan hidup kita, seluruhnya berada di tangan Sang Empunya hidup, yaitu Bapa di surga. Dia-lah yang seharusnya menjadi sandaran hidup kita, bukan kecerdasan ataupun hikmat duniawi. Sebab melalui kasih karunia-Nya, kita dimampukan untuk memiliki kesehatan jasmani dan emosional untuk melanjutkan tanggung jawab pekerjaan kita sehari-hari. Melalui anugrah-Nya, kita dimampukan untuk tidak perlu takut dan kuatir akan masa depan kita.
Yang perlu kita lakukan hanyalah melakukan yang terbaik, dan selebihnya kita serahkan kepada Bapa di sorga. Itulah hak istimewa yang diberikan Tuhan kepada anak-anak-Nya.
Tuhan Yesus menjanjikan bahwa barangsiapa yang berbeban berat, saat ia datang kepada Tuhan, maka Tuhan akan memberikan kelegaan padanya. Marilah kita perhatikan orang-orang di sekeliling kita. Meskipun mereka tidak membawa beban berat, tekanan hidup dan kekuatiran akan masa depan terukir pada wajah mereka.
Apakah aku masih tetap memiliki pekerjaan di masa yang akan datang? Bagaimana aku dapat membiayai kehidupan keluargaku? Begitu banyak tekanan hidup yang membebani pikiran kita! Apakah yang harus kita lakukan?