Dilindungi Dari Delapan Perampok
Dalam nama Tuhan Yesus bersaksi,
Nama saya Oeij Tan Hong, jemaat Gereja Yesus Sejati cabang Bandung, Jawa Barat.
Kerusuhan
Peristiwa kerusuhan Mei 1998 yang terjadi di Jakarta menggemparkan masyarakat di Indonesia terutama di pulau Jawa. Kami sekeluarga yang tinggal di kota Bandung cukup terpengaruh dengan adanya berita tersebut.
Siskamling
Pengurus komplek perumahan kami berinisiatif untuk mengadakan Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling). Pengurus meminta agar warga kompleks berpartisipasi. Suami kemudian mendaftarkan diri untuk ikut serta bergantian menjaga kompleks di malam hari.
Usulan Suami
Suatu malam, di akhir bulan November 1998, suami berkata kepada saya, “Melihat kondisi keamana saat ini, bagaimana kalau perhiasan mami ditaruh saja di bank?” Saya langsung menyetujui usulannya, karena saya memang jarang sekali memakai perhiasan. Keesokan paginya, semua perhiasan saya serahkan kepadanya untuk disimpan di bank.
Pintu Pagar Dibuka
Tanggal 28 Desember 1998, pada malam hari, suami saya baru saja pulang kerja. Rupanya gaji suami, yang dalam bentuk uang tunai, tertinggal di kantor. Setelah selesai makan malam dan beristirahat, kurang lebih pukul 21.00 malam, suami menjalankan giliran Siskamling. Saat subuh, kurang lebih pukul 04.00 pagi, suami balik ke rumah. Saya sempat terbangun ketika ia masuk ke kamar. Namun, 15 menit kemudian, saya mendengar pintu pagar dibuka. Waktu itu, saya mengira pagar rumah sebelah yang terbuka. Tetapi tidak lama kemudian saya mendengar pintu utama rumah kami terbuka dengan bunyi yang kencang. Tiba-tiba, pintu kamar tidur kami terbuka dan tiga orang pria masuk ke kamar kami.
Suami Terbangun
Ketika mereka melihat saya sudah dalam posisi duduk di ranjang, salah seorang dari mereka langsung menghampiri suami yang sedang tertidur. Ia langsung merampas kalung yang dipakai suami, hingga suami terbangun. Ketika suami mencoba melawan, orang itu menempelkan sepotong paralon tajam ke leher suami. Sedangkan dua orang lainnya, dengan sebuah obeng, mencongkel pintu lemari pakaian hingga terbuka. Mereka mengacak isi lemari dan mengambil apa yang bisa mereka ambil.
Kamar Anak-Anak
Mendengar keributan, anak kami yang terkecil, yang saat itu baru berusia dua tahun, menangis sambil berteriak. Salah satu dari pria itu langsung masuk ke kamar anak-anak. Namun, tak lama kemudian, ia sudah balik lagi ke kamar kami. Anak kami yang sulung, yang berusia 6 tahun saat itu, bercerita bahwa ia hanya mengatakan kepada sang pria bahwa di lemari pakaian tidak ada barang apa-apa dan orang itu pun pergi.
Brankas
Setelah ketiga pria meningalkan rumah, kami baru berani turun ranjang dan memeriksa keadaan rumah. Ternyata kabel telepon sudah mereka gunting, handphone dan dompet suami yang berada di atas meja makan sudah diambil mereka. Ketika kami ke gudang, lemari kecil sudah dicongkel tetapi tidak terbuka—padahal di dalam lemari tersebut ada brankas berisi uang dan barang-barang berharga. Ternyata menurut satpam, perampok yang masuk ke rumah kami berjumlah delapan orang, yaitu: tiga orang masuk ke kamar, dua orang berada di luar kamar dan tiga orang lainnya—sambil menodongkan senjata api kepada satpam—sudah bersiap-siap dekat mobil mereka.
Mengajak Berdoa
Malam harinya, saya mengajak suami untuk berdoa. Tetapi dia menolak. Saya mengingatkannya bahwa betapa besar pertolongan dan penyertaan Tuhan bagi keluarga kami sewaktu kejadian perampokan berlangsung. Saya juga mengingatkannya tentang lemari yang tidak terbuka, padahal ada brankas di dalamnya, tentang perhiasan yang sudah disimpan di bank sejak sebulan sebelum peristiwa perampokan, serta kami sekeluarga yang tidak dicelakai oleh mereka. Namun, suami malah berdalih dan mengatakan bahwa perampoknya saja yang bodoh.
Bebal
Saya hanya bisa berdoa sendiri sambil menangis di dalam hati, “Sebegitu bebalnya-kah suamiku?” Dengan segala hal yang serba “kebetulan” yang telah terjadi, tidak membuat suami tergerak sedikit saja untuk bisa mengucapkan syukur pada Tuhan.
Setiap hari, saya hanya bisa berdoa memohon Tuhan untuk membukakan pintu hatinya agar dia mau berbalik lagi menyembah Allah. Setiap hari, saya berharap dan percaya bahwa Tuhan akan bekerja untuk memberikan yang terbaik bagi kami sekeluarga.
“Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa” (Roma 12:12).
Biarlah nama Tuhan Yesus Kristus saja yang dimuliakan atas kesaksian ini. Haleluya. Amin.