MEMENANGKAN PEPERANGAN ROHANI
Sdri. Vivi Fang – Gereja Vancouver, Kanada
Di dalam nama Tuhan Yesus saya bersaksi:
Saya dibaptis ketika saya berumur empat tahun, jadi bisa dikatakan bahwa saya dibesarkan di gereja. Saya ingin memberikan kesaksian tentang peperangan rohani yang dialami keluarga dan saudara-saudari seiman saya ketika kakak laki-laki saya sakit.
Ayah saya adalah jemaat generasi ketiga di Gereja Yesus Sejati. Sejak ia muda, ia sudah giat melayani di pekerjaan kudus Departemen Literatur dan Pendidikan Agama. Karena ia dibesarkan di gereja, ia menganggap Mezbah Keluarga sangatlah penting. Selain kami juga beribadah di rumah, saya dan kakak berkeinginan untuk mengikuti KKR siswa, kelas-kelas pendidikan agama, dan kegiatan-kegiatan lain yang dapat memupuk kerohanian kami.
Tidak seperti ayah yang dibesarkan di gereja, ibu saya dibesarkan dalam agama leluhur bersama dengan keluarganya di Taiwan, tetapi ia ingin mencari Allah yang benar dan menjadi percaya. Di waktu muda, ia mengikuti berbagai kegiatan agama lain dan juga pergi ke berbagai denominasi Kristen lain. Suatu hari, rekannya mengajaknya ke sebuah KKR di GYS. Dalam doa, ia bertanya apakah gereja ini adalah gereja yang benar dan apakah Ia adalah Allah yang benar. Kalau ya, ibu saya ingin mengalami Dia. Maka Allah memberikan Roh Kudus kepadanya! Setelah menerima Roh Kudus, ia sungguh-sungguh yakin dan percaya, dan ia dibaptis ke dalam Kristus.
Ketika saya kelas tiga SD, saya mengikuti sebuah KKR musim panas untuk tingkat SD 2. Walaupun saya tidak menerima Roh Kudus pada waktu itu, para pendeta memberitahukan orang tua saya bahwa saya digerakkan oleh Roh Kudus waktu berdoa dan yang saya perlu lakukan adalah terus berdoa dengan tekun memohon Roh Kudus. Waktu KKR musim gugur berikutnya, saya menerima Roh Kudus. Puji kasih karunia Allah, Ia memberikan Roh Kudus kepada saya waktu saya masih belia. Belakangan, saya melalui masa-masa pemberontakan ketika saya ingin memiliki hidup yang berbeda dan bergairah yang biasanya tidak dialami oleh muda-mudi gereja. Namun, karena saya mempunyai Roh Kudus, saya dapat menahan diri untuk tidak jatuh ke dalam dosa-dosa yang berat. Tuhan Yesus juga memimpin saya dalam perjalanan rohani dan memberitahukan saya bahwa saya tidak sendirian.
Di tahun 2004, keluarga saya awalnya berencana untuk pindah ke Kanada. Kami sudah mengemas semuanya, dan menaruh koper-koper di ruang tamu dan siap berangkat. Namun, tanggal 16 Agustus 2004 laporan pemeriksaan kesehatan kakak saya keluar, dan kami serasa ditampar dengan kejutan besar – di usia 16 tahun, kakak saya mengidap kanker hati stadium akhir.
Nama Mandarin kakak saya adalah Ti-Ya, yang merupakan gabungan terjemahan Mandarin untuk Timotius dan Abraham. Dua nama ini merupakan perwujudan pengharapan kedua orang tua saya pada diri kakak saya: untuk melayani Tuhan setekun Timotius, dan memiliki iman sebesar Abraham.
Setelah menyadari bahwa kakak saya mengidap kanker hati, ibu saya bermimpi melihat kakak saya di dalam sebuah peti mati. Tidak lama setelah itu, ayah saya bermimpi melihat berita kematian kakak saya di halaman depan surat kabar. Mereka berdua tidak memberitahukan mimpi itu satu sama lain, karena kuatir satu sama lain tidak sanggup mendengarnya.
Selama operasi bedah pertama kakak saya, yang merupakan pengobatan embolisme, ibu saya berdoa kepada Tuhan untuk menyertai dokter-dokter dan menyembuhkan kakak saya melalui tangan mereka. Ketika ibu sedang berdoa, Tuhan berkata kepadanya, “Aku di sini… Aku di sini.”
Pada operasi kedua, ibu saya memanggil ayah karena ia merasa gelisah dan kuatir. Operasi seharusnya sudah usai, tetapi tidak ada tanda-tanda kakak saya akan keluar dari ruang operasi. Mungkinkah kakak saya telah meninggal? Mendengar hal ini, ayah saya langsung meninggalkan kantor, pergi ke taman terdekat, dan berdoa. Ketika ayah saya sedang berdoa, ia mendengar suatu suara di belakangnya yang berkata, “Kasih karunia-Ku cukup bagimu. Kasih karunia-Ku cukup bagimu.” Setelah itu, ayah saya mulai menyanyikan “Anugerah yang Mengherankan” (KR. 96), dan semakin ia menyanyi, semakin Tuhan mengisi hatinya dengan damai sejahtera. Kemudian dalam doa itu, ayah saya berkata, “Tuhan, kalau adalah kehendak-Mu untuk mengambil anak saya di musim semi masa mudanya di usia 17 tahun, beritahukanlah anak saya ke manakah ia akan pergi dan mohon berikan kami damai sejahtera.”
Ketika orang tua dan kakak saya awalnya pergi ke Taipei untuk pengobatan, di malam pertama mereka tinggal di rumah tante saya (kakak ibu saya). Iblis menggunakan hubungan dekat ibu saya dengan kakak-kakaknya untuk melancarkan serangan yang tak henti-hentinya. Dalam keluarga ibu saya, hanya dia saja yang percaya kepada Tuhan. Ketika mengetahui penyakit kakak saya, semua tante saya juga merasa sangat sedih, dan mereka menawarkan pertolongan dari dewa-dewa yang mereka sembah untuk menolong kakak saya. Walaupun maksud mereka baik, ibu saya menolak pertolongan mereka.
“Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang. Jadi bukanlah suatu hal yang ganjil, jika pelayan-pelayannya menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran. Kesudahan mereka akan setimpal dengan perbuatan mereka.” (2Kor. 11:14-15)
Iblis lalu melancarkan serangan kedua. Iblis mengetahui kesenangan ibu saya, yaitu bunga-bungaan, jadi ia membawa ibu saya ke kebun bunga yang sangat indah dalam sebuah mimpi. Menjelma sebagai Yesus, Iblis meminta ibu saya untuk menyembahnya. Ibu saya menjawab, “Tuhan, Engkau tahu kami menyembah-Mu setiap malam dan di hari Sabat.” Tetapi Iblis menjawab, “Tidak, kamu tidak pernah menyembahku. Pergilah ke meja sembahyang di kamar sebelah dan sembahlah aku, dan aku akan menyembuhkan anakmu, karena hidup anakmu ada di dalam tanganku.” Ibu menjawab, “Tuhan akan menyelamatkan Ti-Ya dari tanganmu. Kalaupun Ia tidak menyelamatkan dia, saya mempedulikan keselamatan rohani Ti-Ya lebih daripada apa pun, jadi, saya tidak akan pernah menyembahmu.” Melihat ancamannya tidak berhasil, Iblis pun pergi.
Iblis marah dengan kegagalannya, dan melancarkan serangan ketiga. Ia menindih tubuh ibu saya dan mencekik lehernya sehingga ia tidak dapat berdoa. Iblis juga menyalakan komputer (yang tadinya mati) dan mengubah pendingin ruangan yang tadinya menghembuskan udara dingin menjadi udara panas, untuk menunjukkan kekuatannya. Tetapi Ibu tidak takut, dan tak henti-hentinya berdoa kepada Tuhan di dalam hati. Hari berikutnya, Ibu memutuskan untuk keluar dari apartemen tante saya, menjauhi meja sembahyang berhala. Ia pergi dan tinggal di akomodasi yang disediakan rumah sakit bagi anggota keluarga.
Ketika kakak saya sedang menjalani pengobatan kanker, orang tua saya dan saudara-saudari seiman yang datang membesuknya menerima banyak damai sejahtera dari Tuhan. Iblis tidak berhenti menyerang orang tua saya dan orang-orang yang mendoakan kakak saya.
Ketika kakak saya tidak sanggup menahan penderitaan dan kesakitannya, Allah mengutus malaikat-malaikat untuk menghiburnya.
Tanggal 5 Agustus 2005, Pdt. Luo Zhen-Sheng dan jemaat-jemaat lain datang membesuk kakak saya, menasihatinya dengan banyak ajaran Alkitab, dan juga mendoakannya. Setelah doa pertama selesai, Kakak berkata, “saya telah mencari begitu lama, dan sekarang akhirnya saya menemukan GYS. Saya hidup dan belajar di gereja.”
Di pagi hari Sabat, 6 Agustus 2005, kakak saya yang tadinya sangat lemah, tiba-tiba mengangkat tangannya tinggi-tinggi, melambai dengan gembira. Ayah mengiranya sedang mengigau dan berkata kepadanya, “Tante Hsieh (tetangga kami yang baik) sudah pergi, kamu boleh menurunkan tanganmu.” Tetapi kakak saya menjawab, “Bukan, bukan! Tuhan datang! Ia datang!” Kakak saya merasa sangat yakin, dan tampaknya seakan ia sudah diberitahukan bahwa waktunya telah tiba. Allah dan malaikat-malaikat-Nya menunggunya di pintu gerbang kerajaan surga, dan mereka melambaikan tangan mereka kepada Kakak untuk memanggilnya pulang. Setelah pemeriksaan akhir, Pdt. Chen Li-Rong menelpon untuk menanyakan keadaan kakak saya. Setelah mendengar keadaan Kakak, ia memberitahukan ibu saya, “Hari ini adalah hari Sabat yang kudus. Ti-Ya adalah anak Allah yang dikasihi-Nya, jadi Ia mungkin akan membawanya pulang hari ini.” Setelah itu, tanda-tanda kehidupan kakak saya memang mulai menurun drastis. Di jam 9:05 pagi, kakak saya mengucapkan kata-katanya yang terakhir kepada orang tua saya, “Terima kasih Ibu, Terima kasih Ayah. Terima kasih sudah menyayangi dan membesarkanku.” Jam 9:15 pagi, dokter memastikan bahwa kakak saya telah meninggal dunia.
Selama masa pengobatan kakak saya, saya merasa sangat kesepian, sampai rasanya saya menjadi seperti orang asing di dalam keluarga saya sendiri. Sebagian besar orang yang menelpon, mereka menanyakan keadaan kakak saya, ibu atau ayah saya, dan jarang ada orang yang menanyakan keadaan saya. Saya menjadi terasing, menarik diri, dan bahkan depresi. Seberapa banyaknya pun dorongan yang saya terima dari gereja setempat di Taiwan, saya tidak dapat menikmatinya karena saya sungguh meyakini bahwa saya telah ditinggalkan dan dilupakan oleh keluarga, guru-guru di gereja, bahkan oleh Allah.
Setelah kakak saya meninggal, saya merasa lega karena saya mengira saya tidak lagi akan merasa sendirian. Namun kenyataannya yang terjadi sebaliknya, dan bahkan saya menjadi lebih sendirian. Sebelumnya, biasanya saya sering bercakap-cakap dengan Kakak, dan ia memahami perasaan saya. Tetapi sekarang saya tidak lagi mempunyai tempat tumpahan perasaan. Saya merasa sangat kesepian sampai-sampai saya sering memikirkan untuk bunuh diri, dan saya hampir saja melakukannya. Tetapi puji Tuhan, saya menemukan Yesaya 49:15-16:
“Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau. Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku.”
Karena itu, saya menyadari bahwa saya tidak sendirian dalam perjalanan iman saya, karena saya tahu bahwa Allah ada bersama saya dan Ia tidak akan meninggalkan saya.
Dari tahun terakhir hidup kakak saya, saya telah menyaksikan bagaimana iman yang kuat dapat mengalahkan Iblis, dan menyadari pentingnya senantiasa waspada. Kita tidak tahu apa yang dapat terjadi dalam dunia rohani yang tidak dapat terlihat.
Tuhan-ku, terima kasih karena kami percaya dan telah melihat kemuliaan-Mu. Haleluya! Amin!
“Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya.” (Why. 3:5)