MASA DEPAN YANG MANIS
Sdri. Lee Chor Sian – GYS Adam Road, Singapura
Sdri. Lee Chor Sian berasal dari Alor Star, sebuah kota kecil di Malaysia Utara. Dia pindah ke Singapura pada tahun 2001 untuk tinggal bersama anak-anaknya setelah mendiang suaminya Sdr. Lew Sey Lou beristirahat di dalam Tuhan pada tahun 2000. Dalam kesaksian ini, Sdri. Lee menceritakan tentang dua mimpinya selama suaminya sakit keras dan tak lama sebelum suaminya meninggal dunia.
Haleluya, dalam nama Yesus yang kudus saya bersaksi.
Pada bulan Juli tahun 1989, suami saya yang berumur 59 tahun mendapat serangan jantung yang membuatnya koma. Dia langsung masuk ke Unit Gawat Darurat (UGD) setelah diantar ke rumah sakit. Serangan jantung yang mendadak ini membuat kami tanpa persiapan. Sampai saat itu, ia selalu sangat sehat tanpa mengeluh adanya penyakit atau rasa sakit. Kami merasa sedih melihatnya berbaring tak bergerak di ruang UGD. Tetapi, pendeta setempat senantiasa mendorong saya dengan, “Bersandar pada Tuhan! Bersandar pada Tuhan!”
Sungguh, kami tidak dapat berbuat banyak, sehingga kami menyerahkan segalanya kepada Tuhan, memohon kemurahan dan pertolongan-Nya dalam doa.
MIMPI PERTAMA
Setelah pulang dari rumah sakit pada malam itu, saya tidak bisa tidur, jadi saya berlutut dan berdoa. Saya memohon kepada Tuhan untuk melindungi dan memelihara hidup suami saya karena saya sungguh tidak bisa kehilangan dia. Air mata memenuhi wajah saya ketika saya menangis, “Tuhan! Selamatkan dia dari penderitaannya.” Setelah berdoa, saya berbaring di tempat tidur dan tanpa saya sadari, saya sudah tertidur lelap. Kemudian saya bermimpi memegang tangan suami saya sambil berjalan dengan gembira bersama-sama menyanyikan kidung rohani, “Kidung Umat Pilihan”. Sungguh girang sekali bernyanyi. Tiba-tiba, saya mendengar suara paduan suara dan saya melihat suatu cahaya yang sangat terang menerangi langkah yang menuju ke taman yang sangat luas, indah dan terang. Di taman itu, banyak orang yang berjubah putih bersih menyanyikan kidung rohani yang kami nyanyikan tadi. Tetapi ketika saya dan suami melangkah masuk ke taman tersebut, ada suara yang berkata, “Belum waktunya!” Saya berteriak, “Haleluya!” dan menyadari bahwa itu adalah sebuah mimpi. Hati saya penuh dengan sukacita yang tidak dapat diucapkan! Saya berlutut berdoa dan dipenuhi dengan Roh Kudus dan saya berpikir, “Sey Lou, masih ada harapan bagimu. Tuhan Yesus telah menyelamatkanmu!” Keesokan harinya ketika saya membesuk suami saya di rumah sakit, dia sudah sadarkan diri. Puji syukur kepada Tuhan atas kasih karunia-Nya.
Selain dari keluarga saya, saudara-saudari di Alor Star dan Singapura mendoakan dengan segenap hati, memohon kemurahan, perlindungan Tuhan dan jika Ia menghendakinya, supaya hidup suami saya diperpanjang, karena hidup ada di tangan Tuhan. Tuhan mengetahui kebutuhan kita dan mendengar tangisan kita. Oleh kasih karunia Tuhan, suami saya diizinkan untuk hidup dengan tenteram selama sebelas tahun lagi, untuk memelihara imannya dan diberkati dengan kesehatan dan kebahagiaan. Tuhan memberikannya tiga anak-anak yang berbakti dan memperbolehkannya untuk melihat setiap anak tumbuh dewasa, membangun karir dan rumah tangga masing-masing. Suami saya menjadi seorang ayah dan kakek. Memang, Tuhan memberikannya berkat yang berlimpah di waktu hidupnya yang ditambahkan!
MIMPI YANG KEDUA
Saya mendapatkan mimpi kedua pada malam tanggal 1 November 2000. Hari itu adalah hari ulang tahun perkawinan kami yang ke-42. Sepanjang hari kami berbincang tentang banyak hal, termasuk gereja, keluarga dan semua hal-hal yang penting dalam hidup kami. Hati suami saya dipenuhi dengan puji syukur pada Tuhan atas bimbingan, damai, berkat dan tiga anak-anak kami yang berbakti dan pasangan-pasangan mereka. Dia berkata, “Saya sungguh puas. Saya telah menginjak usia yang matang tujuh puluh tahun. Yang saya kehendaki sekarang adalah agar Tuhan Yesus memelihara kehidupan rohani saya supaya saya dapat menikmati tahun-tahun terakhir di dalam-Nya. Saya mau istirahat dengan baik.” Saya berkata kepadanya bahwa kami berdua memang sudah tua dan yang terpenting adalah untuk memelihara iman kami dan menantikan kerajaan surga.
Pada malam itu, saya bermimpi lagi di mana saya dan suami bergandengan tangan sambil berjalan. Tetapi ketika kami tiba di ambang pintu rumah kami, tiba-tiba dia menghilang. Sebuah cahaya yang amat terang menyinari rumah kami dan seluruh rumah terang benderang! Saya berteriak dengan nyaring, “Haleluya!” dan terbangun. Seketika itu juga, saya berlutut dan berdoa. Airmata memenuhi wajah saya dan saya dipenuhi dengan Roh Kudus. Saya mengerti apa kehendak Tuhan. Tuhan sedang bersiap untuk membawa pulang suami saya. Tuhan telah mendengar doanya dengan mengizinkannya untuk beristirahat dalam keadaan yang baik dan ia akan terlepas dari rasa sakit atau kuatir.
Di pagi hari pada tanggal 3 November 2000, suami saya terlihat sehat seperti biasanya. Ia pergi ke pasar bersama dengan saya; kami bertemu dengan beberapa teman dan bercengkerama serta tertawa bersama. Setibanya di rumah, ia membantu saya membersihkan rumah; kemudian membaca koran, mendengar musik dan bercakap-cakap dengan putra, menantu dan cucu kami yang datang dari Penang dengan gembira (mereka pulang ke rumah setiap minggu untuk menghabiskan waktu bersama dengannya). Jam empat lewat, suami saya mengeluhkan rasa tidak nyaman di lambungnya, jadi saya menyuruhnya berbaring. Ia tidak makan apa apa selain obat dan minum segelas air saja. Saya menyarankan suami saya untuk berobat ke dokter, tapi ia hanya menjawab dengan meminta saya berdoa. Maka, kami berdoa bersama-sama dan saya mendengar ia berdoa dipenuhi Roh Kudus dengan suara yang sangat nyaring. Setelah berseru “Haleluya” tiga kali – seruan yang terakhir adalah seruan yang paling nyaring, suami saya terdiam. Saya langsung bangkit dari doa saya, menatapnya dan memanggilnya. Ia membuka matanya, menatap saya sambil tetap memegang kedua tangan saya dan dengan begitu saja, ia meninggal dunia dengan tenang. Ketika itu, saya mengerti kehendak Tuhan. Sudah waktunya dia kembali kepada Tuhan. Tetapi Tuhan telah membawanya pulang terlalu cepat! Meskipun saya menerima kehendak Tuhan yang indah, tetapi sebagai manusia, hati saya masih rindu dengannya! Saya akan selalu mengenang dan merindukannya – seorang suami, ayah dan saudara yang baik di gereja.
Sebagai manusia, kita akan selalu berusaha untuk menjaga orang yang kita sayangi ada di samping kita selama mungkin. Tapi Tuhan tahu yang terbaik. Sungguh, Tuhan tahu waktu yang terbaik. Meskipun yang saya inginkan adalah agar suami saya menemani saya lebih lama di dunia ini, tapi Tuhan yang maha tahu memutuskan untuk memberikan dia istirahat di tempat jauh yang lebih indah, dan itulah yang terbaik bagi suami saya.
Tuhan kita adalah Tuhan yang setia. Dia memberikan banyak janji melalui Firman-Nya; kita dapat mengaminkan janji-janji itu – karena janji-janji-Nya akan digenapi. Yang penting, saya tahu ada sebuah tempat indah sedang menantikan kita semua jika kita dapat memelihara iman kita sampai akhir.
Tuhan kita adalah Tuhan yang mengasihi dan berbelas kasih. Seperti ayah yang baik, Dia akan mengabulkan permintaan kita, jika itu baik untuk kita dan kita memintanya dengan iman. Setelah mengalami serangan jantung, suami saya, Tuhan mendengar permohonan kami untuk memelihara hidupnya. Kemudian, Tuhan memenuhi permintaan suami saya yang polos untuk beristirahat di dalam-Nya. Bagi saya, saya sangat bersyukur atas karunia khusus yang Tuhan berikan kepada saya. Ia telah menyiapkan dan menghibur saya melalui dua mimpi yang istimewa serta gerakan Roh yang penuh selama berdoa. Tuhan telah menyediakan waktu yang indah agar saya dapat bercakap-cakap dengan suami saya secara mendalam dan menyaksikan suami berdoa yang terakhir, sangat dipenuhi dengan Roh Kudus. Tuhan kita sungguh Juruselamat yang menakjubkan dan penuh kemurahan. Semoga kasih karunia dan damai sejahtera Tuhan menyertai semua orang. Semoga kemuliaan dan hormat diberikan kepada Tuhan kita di surga.