“Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.” (Yak. 1:14-15)
Kita semua pernah merasakan apa yang diceritakan Yakobus: diseret oleh keinginan daging dan hawa nafsu kita sendiri, dan jatuh di dalamnya. Kita tahu dengan jelas bahwa seringkali akhirnya kita jatuh. Hanya masalah waktu saja sebelum akhirnya dosa di dalam diri kita akan membuahkan maut.
Jadi janganlah kita memberikan maut kesempatan untuk tumbuh, dengan cara mencegah dosa tumbuh. Dan hal ini hanya mungkin apabila kita mencegah keinginan daging dan hawa nafsu di tahap-tahap paling awal.
Paulus menceritakan perjuangannya untuk melarikan diri dari keinginan jahat dan menyerahkan tubuhnya kepada Kristus: “Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat” (Rm. 7:15). Sebagai manusia, Paulus menghadapi pergumulan yang sama seperti yang dihadapi orang-orang Kristen setiap hari. Di dalam hati, kita mempunyai keinginan untuk mengikuti hukum-hukum Allah dan tunduk pada kasih karunia-Nya. Namun di saat yang sama, ada keinginan-keinginan jahat di dalam diri kita untuk menceburkan tubuh kita dalam kenikmatan-kenikmatan dunia.
Yusuf memberikan kita contoh bagaimana mencegah keinginan-keinginan ini. Umurnya 17 tahun, sebuah usia yang katanya hormon sedang tinggi-tingginya. Tetapi ketika istri Potifar menggodanya, dengan segera ia berkata, “Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?” (Kej. 39:9). Tanpa berpikir lama-lama, ia kabur dan berlari keluar. Ini terjadi sebelum Allah menurunkan Sepuluh Hukum kepada umat-Nya. Namun Yusuf mampu menolak godaan ini karena hatinya berpaut kepada Allah.
Tanpa Tuhan, kita kalah; kita akan jatuh ke dalam pencobaan. Kita tidak dapat mencegah hawa nafsu sekadar dengan ketetapan hati sendiri. Tetapi kita harus meminta tolong kepada Yesus Kristus, untuk membimbing kita dan menguatkan kita dengan Roh Kudus-Nya dan seluruhnya membuang akar-akar jahat dalam hati kita. “Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu” (Rm. 8:9). Maka ketika kita digoda, kita akan dapat membuktikan kesetiaan kita kepada Allah, dan bukan pada kedagingan kita. Hanya melalui kuasa Roh Kudus kita mampu mengosongkan, menyangkal dan mendisiplinkan diri kita, sehingga Allah dapat dimuliakan melalui tubuh kita.