“Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah.” –
Yesus menceritakan sebuah perumpamaan tentang seorang laki-laki yang pergi ke rumah temannya di tengah malam untuk meminta roti, karena ia kedatangan tamu. Tuhan menjelaskannya sebagai orang yang tidak malu (Luk. 11:8) karena ia terus menerus mengetuk pintu walaupun temannya enggan menolongnya. Cerita ini mengingatkan kita akan pentingnya ketekunan dalam doa. Tetapi adakah sesuatu yang lebih dari perumpamaan ini?
Melihat teks asli kitab Lukas dalam bahasa Yunani, kata yang diterjemahkan sebagai “tekun – dalam Alkitab bahasa Inggris” sesungguhnya berarti “tidak mengenal malu”. Mengapa orang itu tidak kenal malu? Mungkinkah sikap seperti ini adalah sikap yang positif? Orang ini mungkin dilihat sebagai orang yang tidak tahu malu karena ia mengabaikan peraturan dan etika sosial dengan mengganggu temannya di tengah malam untuk meminta roti, padahal bukan hanya temannya, tetapi seluruh isi rumahnya akan merasa terganggu. Jadi mengapa ketidaktahu-malu-annya dapat menjadi pelajaran bagi kita?
Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus memikirkan alasan mengapa orang ini bertindak demikian: ia kedatangan tamu. Di masa itu, menunjukkan sopan santun kepada tamu adalah hal yang sangat penting. Namun bagaimana mungkin ia bersikap santun apabila ia tidak mempunyai roti untuk menjamu tamunya? Maka, demi menunjukkan sopan santun kepada tamunya, orang ini bersedia mengorbankan kehormatannya sendiri.
Apabila kita menaruh diri kita pada posisi orang ini, apakah kita bersedia mengorbankan kenyamanan kita demi orang lain? Orang ini mempertaruhkan nama baiknya demi seorang tamu. Dari sudut pandang orang Kristen, apakah kita mampu, demi injil, melakukan dan mempercayai hal-hal yang dapat mengakibatkan kita ditolak oleh masyarakat?
Dengan mengamalkan pelajaran ini pada konteks utama perumpamaan ini, kita menyadari bahwa apabila kita memohon kepada Allah, kita harus melakukannya dengan tidak tahu malu, terutama apabila Allah sudah menjanjikannya, yaitu Roh Kudus. Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Luk. 11:13). Untuk menerima Roh Kudus, Ia mengajarkan agar kita harus meluangkan waktu dan usaha dalam doa. Karena Roh Kudus adalah karunia yang telah dijanjikan Allah, kita dapat memohon-Nya dengan tidak tahu malu.