Jangan Melupakan Doa
Dalam nama Tuhan Yesus Kristus bersaksi,
Tanggal 13 Januari 2000, saya pergi ke Bogor untuk menjemput istri dan anak saya. Waktu itu saya pergi tanpa berdoa terlebih dulu. Setelah urusan keluarga kami di Bogor selesai, kami langsung pulang kembali ke Tangerang. Tetapi ketika kami berada di Jalan Raya Parung, saya menabrak seorang anak kecil yang sedang menyeberang jalan. Anak itu terpental jatuh, lalu tergeletak tak bergerak. Saya sangat terkejut sehingga tidak dapat berpikir dan hanya tertegun melihatnya. Keringat dingin dan rasa takut pun menyergap hati saya begitu ingat bahwa pada masa itu tindakan main hakim sendiri oleh massa terhadap orang yang dianggap bersalah sedang marak di mana-mana.
Benar saja, sejumlah besar massa mulai ribut dan mengerumuni tempat kejadian. Saya semakin ketakutan, tetapi masih ingat untuk segera berdoa. Lalu tiba-tiba ada orang yang berbicara, berusaha menjelaskan kejadian yang sebenarnya karena dia memang menyaksikan sendiri peristiwa itu. Orang itu mengatakan bahwa kecelakaan ini terjadi bukan karena kesalahan pengemudi tetapi karena memang kondisi jalan raya itu agak berbahaya dan anak kecil itu menyeberang jalan dengan tiba-tiba tanpa melihat ke kiri dan ke kanan. Sungguh ajaib kuasa Tuhan! Orang banyak yang berkerumun itu dapat menerima penjelasan tersebut, bahkan banyak yang membantu untuk membawa anak itu ke rumah sakit di Bogor. Walaupun akhirnya mobil mertua saya harus ditahan di kepolisian, saya merasa sangat bersyukur karena kami tidak mengalami hal yang buruk dan anak itu pun tidak sampai meninggal.
Setelah berjanji kepada keluarga korban bahwa kami akan menanggung biaya perawatan di rumah sakit, saya dan keluarga pun pulang ke Tangerang. Tiba di rumah saya tidak berdoa, melainkan hanya menyimpan perkara itu di dalam hati. Tiba-tiba ada telepon dari keluarga korban yang mengabarkan bahwa anak tersebut harus menjalani rontgen dan CT-scan hari itu juga sehingga memerlukan biaya yang cukup besar dan saya harus datang ke sana untuk membayarnya secara langsung. Kepala saya menjadi pusing tujuh keliling memikirkan bagaimana dapat memperoleh uang sebanyak itu. Apalagi ternyata keluarga korban setiap hari menelepon menanyakan hal tersebut. Saya sampai kehilangan nafsu makan dan tidak dapat tidur sehingga tubuh saya menjadi lemah.
Akhirnya saya pergi juga ke Bogor dengan mengajak kakak ipar saya, dengan harapan dia dapat membantu menjelaskan keadaan saya. Tapi ternyata kakak ipar saya pun tidak dapat memberikan bantuan yang saya harapkan. Keluarga korban terus mendesak agar saya segera menyerahkan uang sejumlah yang mereka minta, sama sekali tidak mau memberikan keringanan, bahkan sampai mengeluarkan ancaman.
Karena tidak juga ada titik temu, kami pun pulang dengan perasaan tidak tenang dan pikiran kalut. Tapi dalam kekalutan itu saya teringat untuk pergi ke gereja dan menceritakan seluruh masalah saya kepada Tuhan. Di gereja saya bertemu dengan pendeta. Saya pun diberi banyak nasihat dan saran, lalu saya diajak untuk berdoa bersama-sama. Di hadapan Tuhan, saya menumpahkan segala keluh-kesah saya. Sungguh ajaib, selesai berdoa saya merasakan bahwa beban yang berat itu terangkat begitu saja! Sebelum saya pulang, pendeta menyarankan agar saya melakukan doa puasa.
Keesokan harinya, saya datang lagi ke Bogor untuk menjenguk. Luar biasa, sambutan dari keluarga anak itu begitu ramah, berbeda dengan biasanya! Tetapi setelah itu saya mengalami ujian lagi. Dokter mengatakan bahwa anak itu harus segera menjalani operasi karena mengalami pendarahan di otak dan untuk itu diperlukan biaya yang jauh lebih besar lagi. Mendengar hal itu tubuh saya langsung terasa lunglai.
Dalam perjalanan pulang saya teringat akan pesan pendeta, bahwa dalam segala perkara kita harus bersandar kepada Tuhan. Maka saya putuskan untuk singgah dulu di gereja, menceritakan masalah ini kepada pendeta dan berdoa bersama. Di rumah, saya sekeluarga sekali lagi berdoa untuk memohon belas kasihan Tuhan. Kami juga melakukan doa puasa khusus bagi kesembuhan anak itu.
Heran sekali, dua hari kemudian ketika saya kembali menjenguk anak itu, keluarga anak itu sudah mengubah keputusannya: mereka tidak setuju anaknya dioperasi. Saya pun pulang dengan rasa lega, dan tidak lupa saya ke gereja dulu, berdoa mengucap syukur atas kasih Tuhan dan memohon agar anak itu segera sehat kembali.
Untuk memastikan bahwa batalnya operasi tidak akan berakibat buruk terhadap kesehatan anak itu, saya membawa hasil rontgen anak itu kepada seorang dokter ahli radiologi di sebuah rumah sakit di Jakarta. Puji Tuhan! Dokter ahli itu mengatakan bahwa luka tersebut tidak membahayakan dan sama sekali tidak terjadi pendarahan di otak.
Masalah dengan keluarga korban sudah selesai, sekarang saya tinggal memikirkan mobil mertua yang ditahan kepolisian. Tapi kasih Tuhan memang sungguh luar biasa, mobil beserta dengan surat-suratnya dapat diambil dengan mudah, tidak seperti yang kami dengar bahwa biasanya diperlukan waktu yang lama dan sejumlah uang tertentu untuk mengurus kendaraan yang mengalami kecelakaan.
Melalui peristiwa ini, saya memperoleh beberapa pelajaran yang sangat berharga. Saya diingatkan untuk selalu berdoa dalam Roh (Rm. 8:26; Flp. 4:6) dan untuk selalu melakukan segala hal dalam nama Tuhan Yesus (Kol. 3:17). Saya juga belajar untuk menyerahkan segala kekuatiran saya kepada-Nya (1Ptr. 5:7). Segala kemuliaan hanya bagi nama Tuhan. Amin.
Hadiah – Tangerang, Indonesia
Sumber: Warta Sejati 36