Terlindung dari Bahaya Kebakaran
Pada kesempatan ini saya ingin menyatakan kemuliaan dan kasih sayang Tuhan kepada diri saya beserta keluarga. Kejadiannya sudah cukup lama, yaitu sekitar tahun 1988 atau 1989, tapi belum pernah saya ceritakan kepada saudara-saudari seiman. Karena itulah saya merasa sangat terbeban untuk menyampaikannya.
Pada suatu hari Jumat, ruko yang saya tinggali bersama keluarga hampir saja mengalami kebakaran. Penyebabnya, ada kabel PLN yang mengeluarkan percikan api. Kabel yang memercikkan api itu melilit kabel bel rumah saya, menyebabkan bel rumah, yang menggunakan tenaga batere, berbunyi terus-menerus.
Waktu itu jam menunjukkan pukul 05.30 pagi, seluruh anggota keluarga masih tidur, kecuali istri, yang sedang membeli sayuran pada tukang sayur keliling di luar rumah (ia keluar melalui pintu lain). Pada saat itulah ia dan juga polisi yang bertugas di daerah itu melihat asap. Polisi itu kemudian ikut membantu memadamkan api.
Saya terbangun oleh bunyi bel dan merasa heran mengapa belnya terus berbunyi. Tadinya saya kira ada tamu yang datang berkunjung. Tapi ketika membuka pintu dalam yang mengarah ke depan, saya lihat ruangan sudah dipenuhi oleh asap. Melihat tiang-tiang rumah sudah mulai terbakar, saya panik sekali dan langsung membangunkan semua orang di rumah.
Pembantu saya mengambil tabung pemadam yang sudah lama dibeli tapi belum pernah digunakan. Melihat hal itu, spontan saja saya berteriak supaya dia tidak menggunakannya, karena akan berakibat lebih fatal. Sebab, tabung yang lama tersebut hanya terdiri dari cairan dan serbuk, tidak bisa dipakai untuk memadamkan api yang ada percikan listriknya. Lalu saya teringat bahwa belum lama ini saya membeli tabung pemadam yang baru. Cepat-cepat saya gunakan tabung itu. Beberapa saat kemudian api bisa dipadamkan. Puji Tuhan, apinya tidak menyebar ke mana-mana.
Dalam kejadian ini, ada dua hal yang sangat mengherankan buat saya. Dua hari sebelumnya, ada seorang teman yang datang ke rumah untuk menawarkan beberapa tabung pemadam. Dia menjualnya dengan begitu memaksa, sehingga akhirnya dengan sangat terpaksa saya pun membeli tabung pemadam tersebut. Saya sangat bersyukur kepada Tuhan, karena kalau tidak membeli tabung tersebut, saya pasti tidak tahu apa yang harus saya perbuat untuk memadamkan api.
Yang kedua, setiap bulan, pada malam Jumat Kliwon saya selalu pergi ke Vihara di Pacet-Cipanas, Cianjur untuk berkumpul dengan teman-teman. Di sana saya hanya duduk-duduk, ngobrol, dan makan-makan di daerah sekitar Vihara, tidak ikut-ikutan sembahyang ataupun pasang hio seperti layaknya peziarah lainnya. Tapi entah mengapa, pada malam Jumat itu saya merasa enggan sekali pergi ke tempat tersebut. Sekali lagi saya sangat berterima kasih kepada Tuhan yang sudah memperingatkan saya untuk tidak pergi bertemu dengan teman-teman. Seandainya saat itu saya memaksakan diri untuk pergi, pasti kebakaran tidak dapat dihindari, karena hanya saya yang tahu tempat penyimpanan tabung yang baru itu. Seluruh rentetan kejadian ini benar-benar sudah Tuhan atur sedemikian rupa. Syukur kepada Tuhan.
Kiranya lewat kesaksian ini, iman Saudara-saudari bisa lebih dikuatkan lagi. Dan saya ingin tekankan bahwa dalam setiap perkara yang kita alami, kita mau semuanya itu kita bawa ke dalam tangan TUHAN. Amin
Lie Fu Kian – Samanhudi, Jakarta