“Mereka yang secara lahiriah suka menonjolkan diri, merekalah yang berusaha memaksa kamu untuk bersunat, hanya dengan maksud, supaya mereka tidak dianiaya karena salib Kristus” (Galatia 6:12)

Anak-anak cenderung mempunyai suatu cita-cita, yaitu mereka mau mempunyai profesi apa ketika mereka sudah besar. Beberapa anak mungkin mengatakan ingin menjadi dokter, guru, pilot, polisi, atau bahkan menjadi seorang influencer dan gamer. Semua profesi ini pasti mempunyai tantangan tersendiri. Misalnya, jika seseorang ingin menjadi dokter, maka dia harus siap untuk menempuh pendidikan yang panjang dan sering begadang. Atau jika seseorang ingin menjadi influencer, maka ia harus siap untuk menghadapi komentar-komentar dari netizen.

Dengan adanya tantangan dari semua cita-cita yang kita miliki, kita dapat memilih untuk tetap mengejarnya atau tidak. Apabila kita merasa tidak siap, maka mungkin kita akan mundur dan berhenti mengejar cita-cita tersebut.

Selain cita-cita duniawi, kita juga memiliki cita-cita rohani, yaitu untuk menjadi murid Tuhan yang mengikuti-Nya di sepanjang hidup kita. Namun, layaknya cita-cita duniawi, dalam mengejar cita-cita rohani ini, kita pun dapat menemukan berbagai tantangan. Untuk menjadi pengikut Tuhan, kita harus menyangkal diri dan memikul salib (Mat 16:24), yang berarti kita akan menderita dan melakukan pengorbanan.

Rasul Paulus menyebutkan bahwa ada orang-orang yang memaksa jemaat-jemaat di Galatia untuk bersunat. Sunat sendiri adalah suatu tanda perjanjian Allah kepada Abraham dan keturunannya untuk menandakan identitas umat pilihan. Namun, sejak Perjanjian Baru, kita tidak perlu lagi melakukan sunat lahiriah ini. Sunat ini telah berubah menjadi suatu tradisi Yahudi atau tanda secara lahiriah. Lalu mengapa orang-orang tersebut memaksa para jemaat Galatia untuk bersunat?

Mereka tidak mau dianiaya oleh karena salib Kristus. Agar mereka tidak dianiaya oleh orang Yahudi yang tidak percaya kepada Tuhan, mereka berkompromi dengan tradisi-tradisi hukum Taurat. Padahal mereka yang menyunatkan dirinya pun tidak memelihara hukum Taurat.

Adakah kita pun berbuat seperti ini? Demi menghindari penderitaan atau agar tetap mendapatkan kenyamanan, kita merubah pendirian kita dan berkompromi dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Karena tidak mau dianggap tidak menghormati leluhur, maka kita tetap mengikuti ritual-ritual yang bertentangan dengan iman kita. Atau mungkin kita mundur dari pelayanan di gereja, karena merasa melayani Tuhan itu melelahkan dan mengambil banyak waktu serta tenaga kita. Kiranya kita tidak berlaku seperti ini.

Mengikut Tuhan bukan berarti jalan hidup kita akan terbebas dari masalah dan penderitaan. Terkadang, demi mempertahankan iman, kita harus mengorbankan sesuatu atau menghadapi penolakan dari banyak orang. Banyak godaan yang dapat membuat kesetiaan kita pada Tuhan menjadi hilang.

Marilah kita ingat bahwa semua penderitaan yang kita alami karena Kristus tidaklah sia-sia (1 Kor 15:58). Melalui tekanan yang ada dalam kehidupan kita, iman kita justru dapat semakin teruji dan semakin teguh. Rasul Paulus juga mengatakan bahwa penderitaan yang kita alami sekarang tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan kita terima kelak (Rm. 8:18). Jadi, maukah kita tetap setia mengikut Tuhan, walaupun kita harus mengalami penganiayaan?

Kiranya Tuhan menguatkan kita hari demi hari agar kita dapat tetap memikul salib sampai kedatangan-Nya kembali. Haleluya!