SAUH BAGI JIWA
Wani Piro?
“Katanya kepada mereka: ‘Begini begitulah dilakukan Mikha kepadaku; ia menggaji aku dan aku menjadi imamnya.’” (Hakim-Hakim 18:4)
“Katanya kepada mereka: ‘Begini begitulah dilakukan Mikha kepadaku; ia menggaji aku dan aku menjadi imamnya.’” (Hakim-Hakim 18:4)
‘Wani piro’ adalah sebuah ungkapan dari bahasa Jawa yang mempunyai arti secara harfiah ‘berani berapa’. Ungkapan ini biasanya digunakan ketika seseorang hendak menanyakan tentang berapa upah yang mampu lawan bicaranya berikan ganti barang atau jasa yang akan ia berikan. Atau dalam kata lain, ungkapan ini dapat digunakan dalam sebuah transaksi tawar-menawar.
Kita mungkin pernah menggunakan ungkapan ini atau setidaknya pernah melakukan aktivitas tawar-menawar. Apabila sebuah kesepakatan harga sudah dibuat, barulah barang yang dijual atau jasa yang ditawarkan akan diberikan. Jika tidak ada upah atau bayaran, maka barang dan jasa itu tidak akan diberikan. Itulah aktivitas jual-beli yang kita jumpai sehari-sehari.
Namun, akan menjadi sangat salah dan bahaya jika kita menerapkan prinsip ini ke dalam melakukan pekerjaan Tuhan. Mari kita renungkan: Pernahkah kita berpikir, Jika kita melakukan pelayanan ini, upah apa yang akan kita peroleh?
Dalam kitab Hakim-Hakim pasal 17, kita akan menemukan seseorang bernama Mikha yang mempunyai sebuah kuil yang berisikan patung berhala. Selanjutnya, ia bertemu dengan seorang Lewi yang datang dari kota Betlehem-Yehuda untuk menetap sebagai pendatang di mana saja ia mendapat tempat. Mikha pun menawarkan, “Tinggallah padaku dan jadilah bapak dan imam bagiku; maka setiap tahun aku akan memberikan kepadamu sepuluh uang perak, sepasang pakaian serta makananmu.” Orang Lewi itu pun menyetujuinya. Mikha mentahbiskan orang Lewi itu untuk menjadi imam di rumah Mikha.
Apa yang salah dari cerita ini? Pertama, orang Lewi mempunyai kota khusus sebagai bagian mereka dan tugas mereka adalah melayani Tuhan di Bait Allah. Lalu mengapa ia malah pergi dan melalaikan tugas tersebut? Kedua, ia setuju untuk melayani di rumah Mikha setelah ditawarkan upah oleh Mikha. Pekerjaan Tuhan seharusnya dilakukan dengan tulus tanpa mengharapkan imbalan. Ketiga, apa yang dilakukan Mikha salah–membuat patung berhala dan mentahbiskan orang Lewi itu menjadi imam, padahal ia tidak mempunyai otoritas untuk melakukan hal tersebut. Sebagai orang Lewi, seharusnya ia mengetahui akan hal ini, tapi mengapa ia diam dan justru mengikuti dalam rencana Mikha?
Pelayanan kepada Tuhan tidak dapat kita samakan dengan transaksi dagang. Kita harus melakukan tugas pelayanan yang diberikan kepada kita dengan sungguh-sungguh dan tanpa mengharapkan upah di dunia. Tuhan telah menebus dosa kita dengan cuma-cuma, maka kita juga harus memberikan apa yang kita miliki untuk-Nya dengan cuma-cuma (Mat. 10:8b).
Selain itu, kita juga dapat belajar dari kisah ini bahwa jika kita hanya mempunyai pengetahuan, tapi tidak menaatinya, maka itu tidak berguna (Yak. 1:22). Orang Lewi itu seharusnya tahu ia harus melayani Tuhan di Bait Allah, namun ia malah melayani di kuil berhala Mikha. Salah satu alasan ia melakukannya mungkin karena upah yang Mikha tawarkan. Itulah mengapa penting untuk kita ketahui bahwa melayani Tuhan itu bukan karena upah yang akan kita terima di dunia ini.
Marilah kita renungkan apa yang menjadi motivasi kita pada hari ini untuk melayani Tuhan? Apakah kita melakukannya semata-mata untuk upah di dunia ini? Kiranya kita dapat belajar untuk melayani Tuhan dengan hati yang tulus dan taat. Haleluya!
Sauh Bagi Jiwa Sebelumnya
Apakah sudah melakukan Mezbah Keluarga pada minggu ini?

Berikut ini adalah Saran Pertanyaan untuk sharing Mezbah Keluarga
Sharing Mezbah Keluarga
Tanggal: 27-28 September 2025
1. Bacalah renungan “WANI PIRO?”
2. Apa yang menjadi motivasi Anda dalam melayani Tuhan? Setiap anggota keluarga dapat berbagi pendapatnya.
3. Berdoalah bersama-sama. Mohon Tuhan Yesus membantu agar kita dapat dengan tulus melayani Tuhan.
-
- Durasi 60 menit dan waktu pelaksanaan bebas sesuai kesepakatan keluarga.
- Pembukaan:
- Dalam nama Tuhan Yesus mulai Mezbah Keluarga
- Doa dalam hati & menyanyikan 1 Lagu Kidung Rohani
- Membaca/ mendengarkan SBJ hari Sabtu/ Minggu.
- Sharing & diskusi keluarga:
- Apakah ayat atau bahan bacaan dalam seminggu yang paling berkesan.
- Adakah pengalaman rohani/ kesaksian pribadi yang berkenaan dengan bacaan yang berkesan.
- Adakah bagian bacaan yang tidak dimengerti? Jika diperlukan dapat ditanyakan kepada pendeta/ pembimbing rohani setempat.
- Apakah tantangan yang akan dihadapi dan bagaimana supaya dapat melakukan pengajaran dalam kehidupan sehari-hari.
- Penutup:
- Saling berbagi pokok doa keluarga dan gereja.
- Berlutut berdoa dan memohon kepenuhan Roh Kudus.