SAUH BAGI JIWA
Penyesalan Datang Terlambat
“Demi dilihatnya dia, dikoyakkannyalah bajunya, sambil berkata: ‘Ah, anakku, engkau membuat hatiku hancur luluh dan engkaulah yang mencelakakan aku; aku telah membuka mulutku bernazar kepada Tuhan, dan tidak dapat aku mundur.’“ (Hakim-Hakim 11:35)
“Demi dilihatnya dia, dikoyakkannyalah bajunya, sambil berkata: ‘Ah, anakku, engkau membuat hatiku hancur luluh dan engkaulah yang mencelakakan aku; aku telah membuka mulutku bernazar kepada Tuhan, dan tidak dapat aku mundur.’“ (Hakim-Hakim 11:35)
Nazar adalah sebuah janji khusus yang dibuat seseorang kepada Tuhan. Dalam konteks iman, nazar biasanya berupa komitmen untuk melakukan sesuatu, menyerahkan sesuatu, atau menjalani hidup dengan cara tertentu sebagai bentuk rasa syukur, permohonan, atau dedikasi kepada Tuhan. Tidak ada yang salah dengan nazar, namun seseorang yang bernazar harus memastikan bahwa dirinya bisa menepatinya, karena jika tidak ditepati, maka itu bisa menjadi dosa (Pkh 5:4-5).
Ada seseorang yang mempunyai kisah yang memilukan terkait dengan nazar. Ia adalah Yefta, seorang hakim di Israel yang memimpin peperangan melawan bani Amon. Sebelum berperang, ia bernazar kepada Tuhan, ”Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku, maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan Tuhan, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran” (Hak 11:30-31).
Tuhan menyerahkan bani Amon ke dalam tangan Yefta dan bani Amon ditundukkan di depan orang Israel. Tapi betapa menyakitkan hati ketika Yefta melihat anak tunggal perempuannyalah yang keluar menyongsongnya ketika dia pulang ke rumah. Yefta tidak bisa menarik kembali nazar yang telah ia keluarkan itu. Maka, anak perempuannya menerima akibat dari nazar yang salah arah tersebut.
Bangsa Israel memang pernah membuat nazar yang serupa ketika melawan orang Kanaan, yaitu, ”Jika Engkau serahkan bangsa ini sama sekali ke dalam tangan kami, kami akan menumpas kota-kota mereka sampai binasa” (Bil 21:2). Tapi mereka tidak pernah bernazar untuk mengorbankan orang sebangsanya. Sedangkan dalam nazar Yefta, ia tidak bisa mengharapkan seekor binatang akan keluar menyambutnya. Jadi kemungkinan besar, ia sudah tahu bahwa yang akan menjadi korban adalah seorang manusia, tapi ia tidak menyangka bahwa itu adalah putrinya.
Melalui kisah Yefta ini, kita bisa melihat bahwa suatu perilaku dapat mempunyai konsekuensi yang tragis. Hal ini mengingatkan kepada kita untuk menjaga mulut dan perbuatan kita, karena semuanya itu dapat membawa dampak kepada orang lain atau kepada diri sendiri. Mungkin efeknya tidak langsung kita rasakan atau lihat saat itu juga, tapi jika kita tidak berhati-hati, maka kita dapat menyesalinya di kemudian hari.
Apalagi ketika kita berbicara kepada Tuhan. Sebuah ayat dari Pengkhotbah 5:1 berkata, “Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit.” Maka, sebelum kita berbicara, pikirkanlah apakah hal tersebut perlu diucapkan dan membangun. Jangan sampai kita menyesali perkataan yang tidak bisa kita tarik kembali. Tuhan Yesus menyertai kita semua.
Sauh Bagi Jiwa Sebelumnya
Apakah sudah melakukan Mezbah Keluarga pada minggu ini?

Berikut ini adalah Saran Pertanyaan untuk sharing Mezbah Keluarga
Tanggal: 17-18 Mei 2025
1. Bacalah renungan “PENYESALAN DATANG TERLAMBAT”
2. Pikirkanlah sebuah contoh bagaimana perkataan atau perbuatan kita dapat berdampak buruk terhadap diri kita ataupun orang lain. Setiap anggota keluarga dapat memberikan pendapatnya.
3. Berdoalah bersama-sama. Mohon Tuhan Yesus membantu agar kita dapat berhati-hati dengan perkataan dan perbuatan kita.
-
- Durasi 60 menit dan waktu pelaksanaan bebas sesuai kesepakatan keluarga.
- Pembukaan:
- Dalam nama Tuhan Yesus mulai Mezbah Keluarga
- Doa dalam hati & menyanyikan 1 Lagu Kidung Rohani
- Membaca/ mendengarkan SBJ hari Sabtu/ Minggu.
- Sharing & diskusi keluarga:
- Apakah ayat atau bahan bacaan dalam seminggu yang paling berkesan.
- Adakah pengalaman rohani/ kesaksian pribadi yang berkenaan dengan bacaan yang berkesan.
- Adakah bagian bacaan yang tidak dimengerti? Jika diperlukan dapat ditanyakan kepada pendeta/ pembimbing rohani setempat.
- Apakah tantangan yang akan dihadapi dan bagaimana supaya dapat melakukan pengajaran dalam kehidupan sehari-hari.
- Penutup:
- Saling berbagi pokok doa keluarga dan gereja.
- Berlutut berdoa dan memohon kepenuhan Roh Kudus.