Berani Melangkah Seri Injil Matius (Bag 5)
Kumpulan Renungan Sauh Bagi Jiwa yang ditulis oleh pendeta, penginjil, siswa teologi dan jemaat Gereja Yesus Sejati di Indonesia
19. Kompleks Banget Sih
“Tuhan, kasihanilah anakku. Ia sakit ayan dan sangat menderita…Aku sudah membawanya kepada murid-murid-Mu, tetapi mereka tidak dapat menyembuhkannya” (Matius 17:15-16)
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan, kita pasti sudah pernah mengetahui kata “komplikasi” ketika menonton berita atau membaca sebuah artikel kesehatan. Atau mungkin kita juga sudah pernah mendengarnya langsung dari dokter atau tenaga medis lainnya.
Komplikasi sesungguhnya bukanlah sebuah penyakit. Komplikasi adalah perubahan pada sebuah penyakit atau kondisi kesehatan yang tidak dikehendaki. Jadi, komplikasi hanya istilah untuk menggambarkan adanya beberapa penyakit yang menyerang tubuh seseorang.
Komplikasi biasanya terjadi karena beberapa faktor. Misalnya karena adanya pengaruh dari konsumsi obat kimia yang berlebihan, tindakan medis, atau karena penyakit tertentu. Intinya, karena komplikasi adalah perubahan suatu penyakit, maka sebuah penyakit baru bisa saja muncul sebagai hasil komplikasi dari penyakit yang sudah diderita oleh seseorang sebelumnya.
Di dalam Alkitab ada banyak sekali catatan mengenai orang yang sakit. Salah satunya adalah orang yang menderita sakit epilepsi yang pernah menerima kesembuhan dari Tuhan Yesus. Pada waktu itu Yesus dan murid-murid-Nya kembali kepada orang banyak, kemudian datanglah seorang mendapatkan Yesus dan menyembah, katanya, “Tuhan, kasihanilah anakku.” (Mat. 17:14-15)
Saudara-saudari, kita tahu bahwa anak orang ini perlu dikasihani. Mengapa? Alkitab mengatakan bahwa ia sangat menderita (15), bahkan penderitaannya benar-benar kompleks.
Penyakit yang dialaminya ini bukanlah penyakit biasa, karena roh jahat-lah yang telah menungganginya sehingga membuatnya begitu menderita. Bagaimana tidak, setan yang merasukinya telah membuat anak itu menjadi bisu (Mrk. 9:17). Ia juga kerap kali jatuh ke dalam air maupun api. Bahkan setan itu senantiasa menyerangnya, membantingkannya ke tanah, menggoncang-goncangkannya hingga mulutnya mengeluarkan busa. Tidak hanya itu, Alkitab juga memberitahu kita bahwa setan pun terus menyiksanya sampai hampir-hampir tidak mau meninggalkan tubuh anak itu (Luk. 9:39). Untung saja orang tuanya datang kepada Tuhan Yesus sehingga anaknya memperoleh kesembuhan. Apabila tidak, niscaya penyakitnya akan bertambah menjadi kompleks karena setan yang merasukinya itu akan membuatnya menderita sampai anak itu binasa (Yoh. 10:10).
Hal apakah yang membuat komplikasi si anak? Andaikata dibawa ke tabib sekalipun, tabib akan kesulitan di dalam mendiagnosa penyakit si anak. Namun, Injil Matius mencatatkan bahwa orangtua itu membawa anaknya kepada murid-murid Yesus. Tetapi, murid-murid tidak dapat menyembuhkan penyakit anaknya. Di mata sang orangtua, hal ini jelas adalah sebuah komplikasi baru. Setelah orangtua itu menghampiri Yesus sambil menyembah-Nya, justru orangtua tersebut ditegur dengan keras oleh Yesus. Mengapa demikian? Ketidak-sembuhan ternyata disebabkan oleh ketidak-percayaan dan kesesatan si orangtua. Selain itu, ketidak-sembuhan ternyata juga disebabkan oleh iman murid-murid yang kurang percaya (Mat 17:17-20).
Pada hari ini, umat-umat percaya juga banyak yang mengalami sakit jasmani, bahkan ada jemaat yang menderita sakit ayan. Penderitaan, kemiskinan, sakit-penyakit adalah hal-hal umum yang dihadapi oleh semua orang, baik orang-orang percaya maupun orang-orang yang tidak percaya. Tetapi, hal apakah yang membedakan di antara keduanya? Cara di dalam menghadapinya.
Bagi orang-orang yang tidak percaya maupun kurang percaya, penderitaan dan kesulitan adalah komplikasi yang menghambat dalam kehidupannya. Namun, bagi orang-orang yang percaya hal-hal tersebut adalah “batu loncatan” di dalam sandaran mereka terhadap kuasa pemeliharaan Tuhan. Iman kepercayaan yang disertai dengan doa dan ketaatan pada kehendak dan rencana yang sedang Tuhan rajut akan menunjukkan bahwa kasih karunia-Nya atas hidup kita sesungguhnya cukup; sehingga melalui kelemahan dan kekurangan yang kita alami sehari demi sehari, kita dapat semakin diperteguh untuk belajar bersandar pada kuasa dan kemurahan-Nya.
